Selasa, 12 Februari 2019

Kisah Nabi Syuaib As



Banyak orang di zaman kita beranggapan bahwa agama spesialuntuk ialah program-program yang kosong dan nilai-nilai budbahasa semata. Ini ialah keyakinan klasik dan salah. Pada hakikatnya, agama ialah sistem dalam kehidupan dan pergaulan. Intinya ialah kekerabatan dengan Allah SWT. Oleh alasannya itu, perjuangan memisahkan antara problem-problem tauhid dan sikap insan dalam kehidupan mereka sehari-hari berarti memisahkan agama dari kehi­dupan dan mengubahnya menjadi adat-istiadat, tradis-tradisi, dan acara-acara ritual yang hampa. Kisah Nabi Syu'aib menampakkan hal yang demikian secara jelas.
Allah SWT mengutus Syu'aib pada penduduk Madyan:
"Dan kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara mereka, Syu 'aib. Ia berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.'" (QS. Hud: 84)
Ini ialah dakwah yang sama yang diserukan oleh setiap nabi. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara satu nabi dan nabi yang lain. Ia ialah dasar kepercayaan dan tanpa dasar ini tidak mungkin suatu bangunan akan berdiri. Sesudah peletakan bangunan tersebut, Syu'aib mulai menyuarakan dakwahnya:
"Dan tidakbolehlah engkau kurangi dosis dan timbangan. Sesungguhnya saya melihat engkau dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya saya khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS. Hud: 84)
Sesudah membuktikan kasus tauhid secara langsung, Nabi Syu'aib berpindah pada kasus muamalah sehari-hari yang berkenaan dengan kejujuran dan keadilan. Adalah hal yang populer pada penduduk Madyan bahwa mereka mengurangi timbangan dan mereka tidak mempersembahkan hak-hak manusia. Ini ialah suatu kehinaan yang menyentuh kesucian hati dan tangan sebagaimana menyentuh kesempurnaan harga diri dan kemuliaan.
Para penduduk Madyan beranggapan bahwa mengurangi tim­bangan ialah salah satu bentuk kelihaian dan kepandaian dalam jual-beli serta bentuk kelicikan dalam mengambil dan membeli. Kemudian nabi mereka hadir dan mengingatkan bahwa hal tersebut ialah hal yang hina dan termasuk pencurian. Nabi Syu'aib memdiberitahukan kepada mereka bahwa dia khawatir bila mereka meneruskan perbuatan keji itu pasti akan turun kepada mereka azab di mana insan tidak akan sanggup menghindar dari siksaan itu. Perhatikanlah bagaimana campur tangan Islam melalui Nabi Syu'aib yang diutus kepada insan di mana ia memperhatikan problem jual-beli dan mengawasinya:
"Hai kaumku, cukupkanlah dosis dan timbangan dengan adil, dan tidakbolehlah engkau merugikan insan terhadap hak-hak mereka dan tidakbolehlah engkau membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
Nabi Syu'aib meneruskan misi dakwahnya. Beliau mengulang-ulangi nasihatnya kepada mereka dengan cara yang baik dan mengajak ke jalan yang baik, tidak ke jalan yang buruk; dia menghimbau kepada mereka untuk menegakkan timbangan dengan keadilan dan kebenaran dan mengingatkan mereka supaya tidakboleh merampas hak-hak orang lain. Merampas hak-hak orang lain itu tidak terbatas pada jual-beli saja, namun juga berafiliasi dengan perbuatan-perbuatan lainnya; dia memerintahkan mereka untuk menegakkan timbangan keadilan dan kejujuran. Demikianlah usul dari agama tauhid dan kepercayaan tauhid di mana ia selalu menyuarakan kejujuran dan keadilan.
Agama selalu memerintahkan insan untuk menjalin kerjasama sesama mereka dalam kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang bijaksana dan baik, baik menyangkut kekerabatan kerja, kekerabatan pribadi maupun kekerabatan lainnya. Al-Qur'an al-Karim mengatakan: "Dan tidakbolehlah engkau merugikan insan terhadap hak-hak mereka. "Dan kata as-Syai' (sesuatu) dalam ayat tersebut diucapkan kepada hal-hal yang bersifat bahan dan yang bersifat non-materi (rohani) di mana masuk dalam katagori itu perbuatan-perbuatan dan hubungan-hubungan yang menghasilkan. Al-Qur'an melarang segala bentuk kelaliman, baik kelaliman berkenaan dengan menimbang buah-buahan atau sayur-sayuran maupun kela­liman dalam bentuk tidak mempersembahkan penghargaan terhadap perjuangan insan dan pekerjaan mereka. Sebab, kelaliman terhadap insan akan membuat suasana ketidakharmonisan yang berakibat pada timbulnya penderitaan, sikap putus asa, dan sikap tidak peduli, sehingga pada balasannya kekerabatan sesama insan berjalan tidak serasi dan menjadikan kegoncangan dalam kehidupan. Oleh katrena itu, Al-Qur'an mengingatkan supaya tidakboleh hingga ada insan yang berbuat kerusakan di muka bumi:
"Dan tidakbolehlah engkau membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dart Allah ialah lebih baik bagimu bila engkau orang-orang yang diberiman. Dan saya bukanlah seorangpenjaga atas dirimu." (QS. Hud: 85-86)
Yang dimaksud al-'Atsu ialah sengaja membuat kerusakan dan bertujuan untuk membuat kerusakan. Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi; tidakbolehlah kalian sengaja untuk membuat keonaran di muka bumi. Apa yang ada di sisi Allah SWT ialah hal yang terbaik buat kalian bila kalian benar-benar ber­iman. Kemudian Nabi Syu'aib memdiberitahu kepada mereka bahwa ia tidak memiki sesuatu kepada mereka; ia tidak sanggup menguasai mereka tidak juga ia selalu mengawasi mereka. Beliau spesialuntuk sekadar seorang rasul atau utusan untuk memberikan fatwa Tuhannya:
"Dan saya bukanlah seorang penjaga atas dirimu. " (QS. Hud: 86)
melaluiataubersamaini cara yang demikian, Nabi Syu'aib membuktikan kaumnya bahwa kasus yang mereka hadapi ketika ini sangat penting dan sangat fokus, bahkan sangat berat. Beliau memdiberitahu mereka akhir yang bakal mereka terima bila mereka membuat kerusakan. Selesailah potongan pertama dari obrolan Nabi Syu'aib bersama kaumnya. Nabi Syu'aib sudah mengpertamai pembicaraan dan kaumnya mendengarkan. Kemudian dia berhenti dari pembicaraannya dan kini kaum membuka pembicaraan:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh supaya kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang hand berbuat apa yang kami kehendaki ihwal harta kami. Sesungguhnya engkau ialah orang yang sangat penyantun lagi akil " (QS. Hud: 87)
Para penduduk Madyan yang kafir mereka biasa merampok dan menyembah al-Aikah, yaitu pohon dari al-Aik yang dikelilingi oleh dahan-dahan yang berputar di sekelilingnya. Mereka termasuk orang-orang yang menjalin kekerabatan sesama insan dengan cara-cara yang sangat keji. Mereka suka mengurangi timbangan; mereka mengambil yang lebih darinya dan tidak menghiraukan belum sempurnanyanya. Perhatikanlah tiruana itu dalam obrolan mereka bersama Syu'aib. Mereka berkata, "wahai Syu'aib apakah agamamu yang memerintahkanmu...?" Seakan-akan agama ini mendorong Syu'aib dan membisikinya serta memerintahnya sehingga ia menaati tanpa pertimbangan dan pemikiran. Sungguh Syu'aib sudah berubah dengan agamanya itu menjadi alat yang bergerak dan alat yang tidak sadar. Demikianlah celaaan dan tuduhan keji yang dialamatkan oleh kaum Nabi Syu'aib kepadanya. Agama Syu'aib sudah menciptakannya asing dan menciptakannya nekat untuk memerintahkan mereka meninggalkan apa yang selama ini mereka sembah dan disembah oleh kakek-kakek mereka. Kakek-kakek mereka sudah menyembah tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan sementara agama Syu'aib memerintahkan mereka untuk spesialuntuk menyembah Allah SWT. Kenekatan model apa dari Syu'aib ini?
melaluiataubersamaini olok-olokan dan penghinaan ini, Nabi Syu'aib menghadapi obrolan yang terjadi dengan mereka. Kemudian mereka kembali bertanya-tanya dengan penuh keheranan dan dengan nada mengejek: "Apakah agamamu yang menyuruh supaya kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami." Tidakkah engkau sadar wahai Syu'aib bahwa agamamu ingin mencampuri keinginan kita dan cara kita memakai harta kita? Apakah kekerabatan keimanan dan salat dengan muamalah materi?
melaluiataubersamaini pertanyaan ini, kaum Nabi Syu'aib mengira bahwa mereka mencapai suatu tingkat kecerdasan. Mereka mengemukakan di hadapannya problem keimanan, dan mereka mengingkari adanya keterkaitan antara sikap insan dan muamalah mereka serta perekonomian mereka. Ini ialah kasus yang klasik; ini ialah perjuangan untuk memisahkan antara ekonomi dan Islam di mana setiap nabi justru di utus untuknya meskipun nama-nama mereka tidak sama-beda; ini ialah kasus kuno yang diungkap oleh kaum Nabi Syu'aib di mana mereka mengingkari bahwa agama turut campur dalam kehidupan sehari-hari mereka, perekonomian mereka dan cara mereka memakai harta mereka. Mereka menganggap bahwa menginfakkan harta atau menggunakannya atau menghambur-hamburkannya ialah suatu yang tidak berafiliasi dengan agama. Hal itu menyangkut kebebasan pribadi manusia. Bukankah itu hartanya yang khusus kemudian mengapa agama turut campur di dalamnya?
Demikianlah pemahaman kaum Nabi Syu'aib kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Syu'aib. Kami kira pemahaman demikian sedikit atau banyak tidak tidak sama dengan pemahaman banyak masyarakat di zaman kita kini mereka menganggap bahwasannya Islam tidak mempunyai kaitan dengan kehidupan pribadi insan dan kehidupan perekonomian mereka. Oleh alasannya itu, insan sanggup memakai harta mereka sesuai dengan kemauan mere­ka: "Sesungguhnya engkau ialah orang yang sangat penyantun lagi berakal."
Mereka ingin menyampaikan kepada Nabi Syu'aib, seandainya engkau seorang yang bijaksana dan mempunyai pemikiran yang matang pasti engkau tidak akan menyampaikan apa yang sudah engkau katakan. Mereka kembali mengejek Nabi Syu'aib dan merendahkan dakwahnya. Seandainya Anda bertanya kepada kaum Nabi Syu'aib ihwal pemahaman agama mereka maka mereka pasti mengingkari bahwa agama ialah sebagai sistem dalam kehidupan yang menjadikan hidup lebih mulia, lebih suci, lebih adil dan lebih pantas insan untuk menjabat sebagai khalifatullah di muka bumi; seandainya Anda bertanya kepada mereka ihwal agama pasti mereka memdiberitahumu bahwa ia spesialuntuk berupa kumpulan nilai-nilai rohani yang baik yang tidak mewarnai kehidupan sehari-hari. melaluiataubersamaini pemahaman menyerupai ini, agama spesialuntuk sekadar hiasan. Ini ialah pemahaman yang menggelikan alasannya Allah SWT mengutus para nabi dan ajaran-ajaran yang mereka bawa bukan untuk aksesori dan main-mainan. Maha Suci Allah SWT dari tiruana itu. Allah SWT mengutus para nabi-Nya dengan membawa sistem gres dalam kehidupan, yaitu sistem yang mencakup beberapa aspek nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang itu tiruana tidak akan bermakna bila tidak bermetamorfosis suatu sistem dalam kehidupan secara umum dan mengatur kehidupan secara khusus. melaluiataubersamaini pemahaman menyerupai inilah agama menjadi mulai dan agama menjadi benar adanya. Dan dengan perkiraan menyerupai ini, kita memahami seberapa jauh campur tangan agama dalam persoalan-persoalan kehidupan sehari-hari: dimulai dari hubungan-hubungan cinta hingga undang-undang perkawinan, bahkan cara mengambil keputusan hidup hingga sistem dalam menginfakkan uang dan menggunakannya, juga sistem dalam cara memakai dan mendistribusikan kekayaan dan sebagainya. Jika insan memahami agama menyerupai ini makajadilah agama sesuatu kebenaran. Dan kalau tidak, agama laksana puing-puing saja.
Nabi Syu'aib mengetahui bahwa kaumnya mengejeknya alasannya mereka menganggap agama tidak turut campur dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dia menghadapi tiruana itu dengan penuh kelembutan dan kasih akung alasannya dia yakin apa yang dia bawa ialah kebenaran. Beliau tidak peduli dengan olok-olokan mereka dan tidak tersinggung dengannya dan tidak mempersoalkan hal itu; dia memdiberi pengertian kepada mereka bahwa dia berada di atas kebenaran dari Tuhannya; dia ialah seorang nabi yang mengetahui kebenaran; dia tidak melarang mereka untuk meninggalkan sesuatu yang di balik larangan itu menhadirkan laba pribadi buatnya; dia tidak ingin menasihati mereka dalam kejujuran supaya pasar menjadi sepi dan karenanya dia mengambil manfaat; dia spesialuntuk sekadar seorang nabi di mana dakwah setiap nabi tergambar dalam ungkapan yang singkat:
"Aku tidak bermaksud kecuali (menhadirkan) perbaikan selama saya masih berkesanggupan. " (QS. Hud: 88)
Yang dia inginkan spesialuntuk al-Islah (usaha membuat perbaikan). Demikanlah kandungan dan inti dakwah para nabi yang sebenarnya. Mereka ialah al-Muslihun, yaitu orang-orang yang mem­buat perbaikan; mereka memperbaiki akal, memperbaiki hati dan memperbaiki kehidupan yang umum dan kehidupan yang khusus:
"Syu'aib berkata: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranku bila saya mempunyai bukti yang aktual dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya saya dari-Nya rezeki yang baik (patutkah saya menyalahi perintah-Nya)? Dan saya tidak berkehendak menyalahi engkau (dengan mengerjakan) apa yang saya larang. Aku tidak bermaksud kecuali (menhadirkan) perbaikan selama saya masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah bertawakal dan spesialuntuk kepada-Nya-lah saya kembali.'" (QS. Hud: 88)
Sesudah Nabi Syu'aib membuktikan tujuan-tujuannya kepada mereka dan menyingkapkan kebenaran dakwahnya, dia mulai mengotak-atik akal-akal rnereka; dia mengungkapkan kepada mereka bagaimana pergulatan orang-orang sebelum mereka dengan para nabi sebelumnya, yaitu kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi Saleh, dan kaum Nabi Luth yang masa mereka ddak jauh dengan masa Nabi Syu'aib. Beliau mulai berdialog dengan mereka dan mengingatkan mereka bahwa sikap penentangan mereka justru akan menhadirkan siksaan bagi mereka. Nabi Syu'aib mengingatkan mereka bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran:
"Hai kaumku, tidakbolehlah hendaknya perperihalan antara saya (dengan engkau) mengakibatkan engkau menjadi jahat hingga engkau ditimpa azab menyerupai yang menimpah kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari engkau. Dan mohonlah ampun dari Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. " (QS. Hud: 89-90)
Usai Nabi Syu'aib berdakwah kepada Allah SWT dan membuktikan al-ishlah (usaha memperbaiki masyarakat) dan mengingatkan mereka ancaman penentangan serta menakut-nakuti mereka dengan menceritakan kembali siksaan yang diterima orang-orang yang berbohong sebelum mereka. Meskipun demikian, Nabi Syu'aib tetap membukakan pintu pengampunan dan pintu taubat bagi mereka. Beliau memberikan kepada mereka kasih akung Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun kaum Nabi Syu'aib menentukan azab. Kekerasan hati mereka dan keinginan mereka untuk mendapat harta yang haram serta rasa puas dengan sistem yang mengatur mereka, tiruana itu mengakibatkan mereka menolak kebenaran:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti ihwal apa yang engkau katakan itu.'" (QS. Hud: 91)
Kami tidak memahamimu. Engkau ialah seorang yang mengacau; engkau menyampaikan sesuatu yang tidak dimengerti:
"Dan sesungguhnya kami benar-benar melihat engkau seorang yang lemah di antara kami." (QS. Hud: 91)
Beliau dikatakan sebagai orang yang lemah alasannya orang-orang fakir dan orang-orang yang rrienderita ialah orang-orang yang diberiman padanya, sedangkan orang-orang kaya dan para pembesar sudah menentang mereka. Demikianlah pertimbangan umumnya insan yang tidak mempunyai kekuatan cukup untuk menghadapi kebenaran dakwah Nabi Syu'aib di mana dia dianggap sebagai orang yang lemah:
"Kalau tidaklah alasannya keluargamu tentulah kami akan merajammu."(QS. Hud: 91)
Seandainya kalau bukan alasannya keluargamu dan kaummu dan orang-orang yang mengikutimu pasti kami akan menggali suatu lubang dan kami akan bunuh engkau dilubang itu dengan cara melempari engkau dengan batu:
"Sedang engkau pun bukanlah seorangyang berwibawa di sisi kami." (QS. Hud: 92)
Kaum Nabi Syu'aib berpindah dari cara mengejek pada cara menyerang. Nabi Syu'aib sudah memberikan bukti kepada mereka setelah mereka mengejeknya, kemudian mereka mengubah cara mereka berdialog. Mereka memdiberitahunya bahwa mereka tidak memahami apa yang dia katakan dan mereka melihat bahwa Nabi Syu'aib sebagai orang yang lemah dan hina. Dan seandainya kalau bukan alasannya mereka takut (kasihan) kepada keluarganya pasti mereka akan membunuhnya. Mereka menampakkan kebencian kepada Nabi Syu'aib dan ingin sekali untuk membunuhnya kalau bukan alasannya alasan-alasan yang berafiliasi dengan keluarganya. Menghadapi ancaman itu, Nabi Syu'aib tetap memberikan sikap lembutnya kemudian dia bertanya kepada mereka dengan maksud untuk menggugah kesekian kalinya logika mereka:
"Syu 'aib menjawaban: 'Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat berdasarkan pandanganmu daripada Allah. " (QS. Hud: 92)
Apakah cukup rasional bila mereka membayangkan hal tersebut? Mereka melupakan hakikat kekuatan yang mengatur alam. Sesungguhnya spesialuntuk Allah SWT Yang Maha Mulia dan Maha Kuat. Seharusnya mereka mengingat hal itu; seharusnya seseorang tidak takut kepada apapun selain Allah SWT dan tidak membandingkan kekuatan di alam wujud ini dengan kekuatan Allah SWT. Hanya Allah SWT Yang Kuat dan spesialuntuk Dia yang mengatur hamba-hamba-Nya.
Tampak bahwa kaum Nabi Syu'aib mulai kesal dan semakin kesal dengannya, kemudian berkumpullah para pembesar kaumnya:
"Pemuka-pemuka dari kaum Syu 'aib yang menyombongkan diri berkata: 'Sesungguhnya kami akan mengusir engkau hai Syu'aib dan dengan orang-orang yang diberiman bersamamu dari kota kami, kecuali engkau kembali kepada agama kami.'" (QS. al-A'raf: 88)
Mereka memakai tahap gres dengan cara mengancam Nabi Syu'aib; mereka mengancamnya untuk membunuh dan mengusir dari desa mereka; mereka memdiberi pilihan kepada Nabi Syu'aib antara terusir dan kembali kepada agama mereka yang menyembah pohon-pohon dan benda-benda mati. Nabi Syu'aib memdiberitahu kepada mereka bahwa kasus kembalinya ia ke agama mereka ialah kasus yang tidak berafiliasi dengan masalah-masalah yang disebutkan dalam perjanjian. Sungguh Allah SWT sudah menyelamatkan dia dari agama mereka kemudian bagaimana dia kembali lagi padanya? Beliau yang mengajak mereka pada agama tauhid kemudian bagaimana dia mengajak mereka untuk kembali pada kesyirikan dan kekufuran? Beliau mengajak mereka dengan cara yang lembut dan kasih akung sementara mereka mengancamnya dengan kekuatan.
Demikianlah perperihalan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya semakin berlanjut. Nabi Syu'aib memegang amanat dakwah untuk menghadapi para pembesar, para pendusta, dan para penguasa kaumnya. Akhirnya, Nabi Syu'aib mulai mengetahui bahwa mereka tidak lagi mempunyai impian alasannya mereka sudah berpaling dari Allah SWT:
"Sedang Allah engkau jadikan sesuatu yang termembuang di belakangmu? Sesungguhnya pengetahuan Tuhanku mencakup apa yang engkau kerjakan. Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, berbuatlah berdasarkan kemampuanmu, sesungguhnya saya pun berbuat (pula). Kelak engkau akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan). Sesungguh­nya saya pun menunggu bersama engkau." (QS. Hud: 92-93)
Nabi Syu'aib berlepas diri dari mereka. Mereka sudah berpaling dari agama Allah SWT bahkan sudah mendustakan nabi-Nya dan menuduhnya bahwa ia tersihir dan seorang pembohong. Maka, setiap orang hendaklah melaksanakan apa saja yang diinginkannya dan hendaklah mereka menunggu azab Allah SWT. Kemudian pergulatan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya berakhir adanya fase baru. Mereka meminta kepada Nabi Syu'aib untuk menhadirkan azab dari langit bila dia termasuk orang-orang yang benar. melaluiataubersamaini nada mencibir dan menantang, mereka berkata: "di mana azab itu, di mana siksaan yang dijanjikan itu? Mengapa terlambat hadir?"
Mereka mengejek Nabi Syu'aib dan dia dengan hening menunggu hadirnya azab Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada dia supaya keluar bersama orang-orang mukmin dari desa tersebut. Akhirnya, Nabi Syu'aib keluar bersama para pengikutnya dan hadirlah azab Allah SWT:
"Dan takkala hadir azab Kami. Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang diberiman tolong-menolong dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang lalim dibinasakan oleh satu bunyi yang mengguntur, kemudian jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kawasan itu. Ingatlah, kebinasaan bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud sudah binasa." (QS. Hud: 94-95)
Ia ialah teriakan sekali saja satu bunyi yang hadir kepada mereka dari celah-celah awan yang menyelimuti. Mula-mula mereka barangkali bergembira alasannya membayangkan itu akan membawa hujan tetapi mereka dikagetkan ketika hadir kepada mereka siksaan yang besar pada hari yang besar.
Selesailah kasus ini. Mereka menyadari bahwa teriakan itu membawa peristiwa buat mereka; teriakan itu menghanguskan setiap makhluk yang ada di dalam negeri itu. Mereka tidak bisa bergerak dan tidak bisa menyembunyikan diri dan tidak pula mereka sanggup menyelamatkan diri mereka.

<< Kisah Nabi & Rosul

0 komentar

Posting Komentar