Rabu, 13 Februari 2019

Kisah Nabi Muhammad Saw



Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka intel yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan nilai-nilai fatwa tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat-Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa fatwa langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam mencekam, hadirlah matahari para nabi. Kehadiran Nabi tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran diberita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Allah SWT memberikan salawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun memberikan salawat kepadanya sebagai bentuk kebanggaan dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang mukmin bersalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang diberiman, bersalawatlah engkau untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum dan zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus dia saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau saw hadir dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan saya tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya ialah membuatkan Islam, begitu juga fatwa yang dibawa oleh Nabi yang terakhir ialah Islam. Beliau saw ialah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang perempuan Quraisy. Beliau saw ialah pemimpin belum dewasa Nabi Adam as. Beliau saw ialah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam petang, tiba-tiba Abdul Muthalib membayangkan bahwa matahari sudah terbit, kemudian ia bangun dan ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu kemah, kemudian menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti dengan malam. Ia kembali menutup pintu kemah dan pulas. Belum lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang besar memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang sangat penting, "Galilah zamzam!" Dalam mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah itu zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya perintah itu menyampaikan bahwa ia diperintahkan untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat pulasnya dan hatinya berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, kemudian ia membuka pintu kemah kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah arti zamzam? Tiba-tiba pikirannya dipenuhi dengan cahaya yang hadir dari jauh, bahwa pasti zamzam ialah sebuah sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh bunyi yang hadir dalam pulas itu biar ia menggali sumur, di sana tidak ada jawabanan selain satu jawabanan dari pertanyaan ini, yaitu biar orang-orang yang berhaji dan berkeliling di sekitar Ka'bah sanggup meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang sanggup diminum oleh orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan malam, ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita-cerita kuno yang menyampaikan wacana sumur yang memancar darinya air sebagai jawaban dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada dongeng yang menyampaikan bahwa sumur itu sudah binasa sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahwa ia akan menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia menawarkan ke tempat yang di situ ia didiberitahu oleh bunyi yang ada dalam mimpinya. Orang-orang Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala dari berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara berhala yang berjulukan Ashaf dan NAllah. Abdul Muthalib merasa bahwa usaspesialuntuk sia-sia untuk meyakinkan kaumnya biar mengizinkannya untuk menggali sumur. Mereka mengetahui bahwa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu selain spesialuntuk seorang anak. Bahwasanya ia tidak mempunyai belum dewasa yang sanggup menolong dan memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada ketika itu di daerah negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam keadaan sedih, kemudian ia berdiri di hadapan Ka'bah dan mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika saya mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka bisa melindungiku ketika saya menggali sumur Zamzam, maka saya akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum hingga berlangsung satu tahun, istrinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia melahirkan anak laki-laki hingga pada tahun yang kesembilan, sehingga Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian silamlah zaman dan belum dewasa Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib hasilnya menjadi seseorang yang mempunyai kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib berusaha melaksanakan rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia berkemas-kemas untuk mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya, kemudian keluarlah nama anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka orang-orang yang ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka menyampaikan bahwa mereka tidak akan membiarkan Abdullah disembelih.
Abdullah ketika itu terkenal sebagai seseorang yang membersihkan dikawasan Arab, ia sudah sanggup menarikdanunik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di daerah Jazirah Arab. Muatan ruhaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia mirip sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh lantaran itu tiruana insan hadir kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih belum dewasa kami daripada ia harus disembelih, dan menjadikan belum dewasa kami sebagai tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan seseorang pun yang lebih baik dari dia seandainya kami menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali kasus itu, dan biarkan kami bertanya kepada dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak bisa menghadapi tekanan ini, kemudian ia mempertimbangkan kembali apa yang sudah diputuskannya. Kemudian mereka menhadiri seorang dukun. Si dukun berkata: "Berapakah taruhan yang kalian miliki?" Mereka menjawaban: "Sepuluh buntut unta." Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh unta, kemudian lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama Abdullah, jikalau undian hadir padanya, maka tambahlah sepuluh buntut unta lagi, kemudian ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh buntut unta yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh buntut unta lagi, kemudian lagi-lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh buntut unta lagi hingga jumlah unta itu sudah mencapai seratus buntut unta. Sesudah itu, hadirlah nama unta tersebut. Maka ketika itu, masyarakat demikian gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka lantaran melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus buntut unta di sisi Ka'bah, dan mereka membiarkannya di situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia memutuskan untuk berkeluargakannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab, dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab berkeluarga dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang perjaka yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di pegunungan-pegunungan Mekah, biar para musafir dan para tamu mengetahui tempat diadakannya program tersebut, yaitu program komitmen nikah antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah hewan-hewan korban, dan insan dari kalangan orang-orang fakir bahkan binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal bersama istrinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada kabar bahwa kafilah akan berangkat, kemudian Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan melaksanakan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy menuju Syam, itu ialah peluang terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, kemudian setelah itu bayang-bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan rnereka pun hilang. Aminah tidak mengetahui bahwa itu ialah peluang terakhirnya setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman-pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib kini sudah meninggal. Saat itu ia berusia dua puluh lima tahun. Kabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan hati orang-orang yang mendengarnya, sehingga kabar itu hingga ke istrinya. Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia tampak memberikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak mengetahui jawabanannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan seratus unta jikalau kemudian Dia memutuskan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, kemudian bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahwa ia sedang hamil. Aminah menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahwa janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal ketika ia dilahirkan.
Anak yatim ini harus menanggung beban belum dewasa yatim dan orang-orang fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang dihadiahkan kepada insan dan tidak akan mengetahui makna rahmat kecuali orang yang mencicipi penderitaan dan kepahitan. INI anak kecil yang sebelum dilahirkan sudah menelan kesedihan. Dan silamlah hari demi hari, kemudian hilanglah tangisan penderitaan dan mata Aminah pun sudah mengering, namun kesedihannya tampak mirip sebuah pohon yang turnbuh bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahwa janin yang dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia mencicipi betapa entengnya janin yang dikandungnya bagaikan merpati yang berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang selalu mengitarinya, maka tidak ada perempuan yang lebih senang darinya dengan kehamilan yang enteng ini. Janin itu ialah insan yang mulia di sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu, pasukan Abrahahh mendekati Mekah.
Abrahahh ialah seorang penguasa Yaman, yaitu pada ketika Yaman tunduk kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia membangun suatu gereja yang menawarkan bangunan yang menakjubkan. Abrahahh membangunnya dengan niat biar orang-orang Arab berpaling dari Baitul Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang-orang Yaman tertarik dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang dibangunnya mempunyai daya tarik mirip itu dan tidak bisa menarikdanunik hati orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya. Demikianlah hasilnya ia menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi dengan banyak sekali senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahahh terdiri dari kelompok gajah yang besar yang digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita gunakan ketika ini. Orang-orang Arab pun mendengar planning tersebut. Memang orang-orang Arab ketika itu terkenal sebagai penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat mempersembahkan penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, lantaran mereka meyakini bahwa mereka ialah belum dewasa Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari penduduk Yaman yang berjulukan Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari kalangan orang-orang Arab untuk memerangi Abrahahh, sehingga ada beberapa orang yang mengikutinya. Abrahahh berhadapan dengan tentara tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu sanggup dengan mudah dipatahkan oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan menjadi tawanan Abrahahh. Pasukan Abrahahh tersebut juga sempat diperihal oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahahh pun sanggup mengalahkan mereka dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahahh melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya beberapa orang tokoh setempat, dan mereka tampak gemetar ketakutan dan berkata kepadanya bahwa sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka, di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang berjulukan Latha kemudian mereka mengutus seseorang yang akan menawarkan kepada Abrahahh letak Ka'bah. Ketika Abrahahh berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia merampas banyak harta dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara yang dirampasnya ialah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib ialah salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, serta pengawas sumur Zamzam.
Kehadiran utusan Abrahahh di Mekah sudah mengakibatkan gejolak pada kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan untuk melawan Abrahahh, sehingga mereka membiarkannya, kemudian tersebarlah di Jazirah Arab diberita wacana hadirnya pasukan yang kuat yang susah untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu, Abrahahh memberikan bahwa ia tidak hadir untuk memerangi mereka, namun ia hadir spesialuntuk untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak menentangnya, maka darah mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan wacana keinginan Abrahahh. Abdul Muthalib berkata: "Kami tidak ingin memeranginya lantaran kami tidak mempunyai kekuatan. Ka'bah ialah rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia mencegahnya, maka itu ialah rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun jikalau Ia membiarkannya, maka demi Allah kami tidak mempunyai kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudianutusan itu pergi bersama Abdul Mutihalib menuju Abrahahh.
Abdul Muthalib ialah seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia. Ia mempunyai kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahahh melihatnya, Abrahahh menampakkan penghormatan kepadanya. Abrahahh memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka bahwa ia duduk bersamanya di dingklik kekuasaannya. Lalu Abrahahh turun dari kursinya dan duduk di atas sebuah permadani dan mendudukkan Abdul Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku ialah biar Abrahahh mengembalikan dua ratus buntut unta yang diambilnya dariku" Ketika Abdul Muthalib menyampaikan demikian, wajah Abrahahh berubah, kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh saya merasa kagum ketika melihatnya, kemudian saya mencicipi kehati-hatian ketika berbicara dengannya, apakah engkau berbicara denganku wacana dua ratus buntut unta yang sudah saya ambil, kemudian engkau membiarkan rumah yang ialah simbol agamanya dan kakek-kakeknya, yang saya hadir untuk menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali" Abdul Muthalib menjawaban: "Aku ialah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu ialah Tuhan yang melindunginya." Abrahahh berkata: "Dia tidak akan bisa melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawaban: "Lihat saja nanti!"
Selesailah obrolan antara Abdul Muthalib dan Abrahahh. Abrahahh pun mengembalikan unta yang sudah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik gua-gua di pegunungan. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke pegunungan-pegunungan di akrab kota Mekah kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan meminta perlindungan-Nya, biar para malaikat memerintahkan gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di tempatnya dan menaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah itu mendapatkan pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam di tempatnya, gajah-gajah itu tampak gemetar dan berteriak tetapi lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah pun. Abrahahh bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?" Kemudian dikatakan kepadanya bahwa gajah-gajah menolak untuk bergerak. Abrahah mengangkat cemetinya. melaluiataubersamaini muka emosi, ia ingin melihat apa yang bahwasanya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari ketika itu bersinar dan ia duduk di kemahnya. Ketika ia keluar, matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan bahwa ia melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat-amati awan itu. Dan ternyata ia bukan awan biasa. Itu ialah sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari dan mirip awan yang tebal. Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah pasukannya biar gajah diusahakan untuk maju secara paksa. Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan kerikil dari Sijil, yaitu kerikil yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu mirip bom-bom atom yang digunakan ketika ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana insiden yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahwa Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebagian darinya setelah empat belas masa dari insiden tersebut. Buku-buku itu menyampaikan bahwa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentara Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging-daging dari tubuh mereka berceceran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati. Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berceceran di bumi, mirip tumbuhan yang dimakan oleh binatang. Sesudah mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di Mekah yang menceritakan wacana insiden itu:
"Apakah engkau tidak memperhatikan bagimana Tuhanmu sudah bertindak terhadap tentara gajah? Bukankah Dia sudah menjadikan kebijaksanaan kancil mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan kerikil (berasal) dari tanah yang terbakar, kemudian Dia menjadihan mereka mirip daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya lantaran adanya pesan tersirat yang tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin melindunginya biar tempat itu menjadi tempat yang tenang bagi insan dan supaya tempat itu menjadi sentra dari iman yang gres dan menjadi tanah bebas yang aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian itu lantaran di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana seorang anak di mana ibunya berjulukan Aminah binti Wahab dan ayahnya ialah Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum sanggup kiprah kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan belum menjadi rahmat bagi alam semesta. Kemudian hadirlah Abrahah yang ingin menghancurkan tiruana ini tanpa ia mengetahui tiruana belakang layar ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah ialah lantaran bahwa ia berusaha menentang kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan membawa batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung-burung melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah beserta tentaranya. Semua ini berdasarkan planning Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahwa Nabi Islam sudah berkemas-kemas untuk meninggalkan tempat pulasnya di perut ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah lantaran keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan sudah keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari pulasnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari keduabelas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang yatim yang berjulukan Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati lantaran kehausan padanya. Kehausan dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah silam 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi sudah menjauhi fatwa cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme sudah meresap kepada sebagian kelompok mereka dan kejernihan fatwa tauhid sudah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi sudah meninggalkan wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas. Dan setiap orang dari mereka lebih menentukan untuk mempunyai lembu emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme sudah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh kepetangan. Akal disingkirkan dan Tuhan diiupakan dan mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia sudah terkena kekeenteng, maka memancarlah dari timur suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya separo dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi kemudian Dia murka kepada mereka, baik orang-orang Arab maupun orang-orang Ajam kecuali sebagian kecil dari Ahlulkitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian bertanggung jawaban untuk mempersembahkan minum kepada dunia yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu, beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail biar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan insan merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini—yang dibangun sebelumnya oleh Adam—dipenuhi patung-patung tuhan yang terbuat dari kerikil dan kayu. Ini menawarkan betapa kebijaksanaan orang-orang Arab ketika itu mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka hadir di sana lantaran melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal di situ bagaikan srigala-srigala di atas tanah yang terrindang di mana mereka melaksanakan monopoli dalam perdagangan. Mereka membagun kejayaan mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan keheranan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Para cendikiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas hingga Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan menampakkan sebagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk memperkaya diri mereka. Pada ketika orang-orang Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melaksanakan persekongkolan, orang-orang Arab justru menyembah kerikil dan mereka pandai berperang. Mereka juga lihai dalam membuat syair kemudian menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala suku ialah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang dilihat dari asal muasalnya serta nilainya juga dilihat dari kefanatikannya serta kebanggannya kepada nasab yang ialah kemuliannya, juga kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang ialah agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi mirip burung rajpertamai yang lemah, namun belum hingga kehilangan kekuatannya. Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air. Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana insan rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgasananya dan mempersembahkan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api jelas-jelas menawarkan betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka diliputi oleh kebodohan sehingga kebijaksanaan mereka tercabut dan mereka terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, intel semakin meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan menjelma hutan yang lebat di mana di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah dan di dalamnya yang menang ialah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian kelabu, lahirlah seorang anak di tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan setan merasa bahwa penderitaan yang besar sudah merobek-robek hatinya. Ini tiruana sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka bumi dan terbebasnya kebijaksanaan insan dari penyembahan terhadap sesama insan atau terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak spesialuntuk untuk menyembah kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman, sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menawarkan kebebasan Bani Israil dari kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah ialah fatwa revolusi yang paling meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia; fatwa yang bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan kebijaksanaan dan materi. Tentara Al-Qur'an ialah tentara yang paling adil dan paling berani untuk menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah Nabi bahwa kejadian-kejadian luar biasa sudah mengelilingi Ka'bah sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah insiden luar biasa setelah kelahirannya di mana terjadilah insiden pembelahan dada pada ketika dia masih kecil, begitu juga dia dinaungi oleh awan di waktu kecil, bahkan dia terkenal pada ketika masih kecil dengan kecenderungan untuk meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh belum dewasa kecil seusia beliau. Allah SWT mempersembahkan penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama ialah mukjizat yang terdapat pada kepribadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Qur'an; itu ialah bangunan ruhani yang tinggi di mana dia bisa menahan penderitaan di jalan Allah SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, dia memikul banyak sekali macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang diembannya secara sempuma dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan wacana mukjizat Nabi setelah diutusnya dia ialah bahwa dia tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa mempunyai kekuatan luar biasa selain membebaskan pikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam sudah berdakwah dan mengajak insan untuk membuat kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka, namun Muhammad saw didiberi karunia untuk mewujudkan persamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa bisa menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah mereka sadari. Itu ialah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan rnereka dari intel dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja bisa memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka bisa terbang diberibu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya biar mereka tiruana tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad saw justru mengabdi kepada Islam spesialuntuk sebagai seorang tentara yang sederhana. Beliau mengetahui bahwa ketika dia lalai sesaat saja dari dakwah di jalan Allah SWT, maka peluangnya dalam membuatkan agama Islam akan hilang.
Di ketika terjadi insiden besar dalam peperangan, tiba-tiba azan salat dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan salat. Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika salat atau mencegah hadirnya belum dewasa panah dari punggung mereka ketika sujud. Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian mereka salat dan sebagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila engkau berada di tengah-tengah mereka (teman dekatmu) kemudian engkau hendak mendirikan salat bantu-membantu mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (sudah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah hadir golongan yang kedua yang belum bersembahyang, kemudian bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin biar engkau lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, kemudian mereka menyerbu engkau dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah kasus itu dan tidak adak malaikat yang turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini ialah masa kematangan kebijaksanaan dan masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan mereka dalam memberikan fatwa Islam, mereka pun akan mendapatkan jawaban yang besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka ketika memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT sudah memutuskan untuk melindungi Musa dan memerintahkannya untuk mengangkat pegunungan di atas kaumnya hingga mereka diberiman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan pegunungan tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit kerikil yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau tidak membawa pedang kecuali ketika panah yang beracun mendekati jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini lantaran masa kekanak-kanakan insan serta kelemahan kebijaksanaan dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk menhadirkan mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat. Adalah hal yang maklum bahwa di tengah-tengah penduduk Mekah ketika itu tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang bisa menyerap kata-kata yang baik. Dan kesusahan yang dihadapi oleh Islam ialah bahwa ia tidak diturankan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk setiap masa. Allah SWT mengetahui bahwa insan sudah memasuki masa kematangan berpikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahwa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya ialah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan aturan yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan insan yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahwa dia diutus di tengah-tengah masa kematangan berpikir, dan dia diutus sebelum hadirnya masa ini. Beliau memikul banyak sekali lipat cobaan yang pernah dipikul oleh para nabi; dia berdakwah dengan menanggung banyak sekali lipat godaan dan cobaan; dia mengalami siksaan yang pernah dialami oleh tiruana para nabi; dia menyayangi Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika dia mengimami mereka di ketika salat pada ketika dia melaksanakan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika dia keluar pada suatu hari menemui sobat dekat-teman dekatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan menlampaukannya atas mereka, maka dia justru menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan saya atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, dia berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang mempunyai derajat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang memutuskan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka diberikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT memberikan shalawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan mereka untuk memberikan shalawat kepadanya, dan selama Rasulullah mirip nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga bershalawat kepada tiruana nabi tanpa perbedaan, meskipun pada bentuk shalawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian diberita tersebar di sana sini dan Sampailah ke pendengaran kakeknya bahwa cucunya sudah dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim kemudian berkeliling dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak galau menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya itu berlanjut hingga enam hari, sehingga sang Nabi disunat. Ketika malam sudah menyelimuti daerah Mekah, hadirlah kepadanya bunyi yang sama yang doloe pernah dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di tengah-tengah pulasnya, bunyi itu membisikkan kepadanya bahwa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau diberikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawaban sambil mengingat bisikan bunyi yang didengarnya ketika mimpi, "Muhammad." Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak menggunakan narna-nama kakek-kakeknya dan nama-nama yang biasa digunakan di kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawaban: "Aku ingin Allah SWT memujinya di langit dan insan memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang mendikte Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari realitas kebanggaan orang-orang Arab yang terkenal atau berasal dari realitas kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realitas kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari suasana ruhani yang jernih dan bisikan alam gaib? Tentu kami tidak bisa menjawaban. Yang sanggup kami ketahui ialah bahwa seseorang tidak akan layak menyandang predikat insan yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT di langit mirip predikat yang disandang oleh Muhammad bin Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya ketika dia masih janin di dalam perut ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, kemudian Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya. Orang-orang sufi menyampaikan bahwa sebab-sebab kemanusiaan mirip adanya kakeknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak lain spesialuntuk bentuk lahiriah yang tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang bahwasanya ialah kita berada di hadapan insan yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya semenjak masih kecil. Allah SWT mendidiknya ketika dia masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman ketika dia masih janin serta mengujinya dengan kelaparan semenjak masih kecil, dan cukup umur dengan kematian si ibu, ketika dia masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah pulas serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT sudah menyiapkannya semenjak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat bahwa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya ke daerah dusun biar anak tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta memperoleh mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui belum dewasa lebih tertarik menyusui belum dewasa dari orang-orang kaya. Namun ketika pemimpin insan seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi trend tandus dan kami tidak mempunyai sesuatu sehingga saya dan suamiku mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami memutuskan keluar ke Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami tiruana mencari belum dewasa yang masih menvusu biar orang renta mereka sanggup memmenolong kami untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang saya tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu tiruana disebabkan oleh belum sempurnanya makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak pulas semalaman lantaran melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis lantaran tidak menemukan masakan yang sanggup dimakannya. Ia menangis lantaran kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku maupun air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak sanggup memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, saya mencicipi keputusasaan. Aku bertanya-tanya bagaimana saya sanggup melaksanakan sesuatu dalam keadaan yang demikian.
Akhirnya, kami hingga di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin mencari belum dewasa yang sanggup mereka susui sudah menlampaui kami. Mereka mengambil belum dewasa kecil yang mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya sudah meninggal dan ia berasal dari keluarga yang miskin meskipun bahwasanya kedudukannya sangat mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy. Oleh lantaran itu, wanita-wanita enggan untuk mengasuhnya. Namun saya dan suamiku tidak sepaham dengan mereka lantaran saya tidak peduli dengan keyatiman dan kcfakirannya. Kemudian saya malu untuk kembali dan tidak mengambil bayi yang sanggup saya susui kemudian. Di samping itu, saya malu jikalau mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu saya mencicipi adanya kasih akung yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut menyampaikan bahwa ketika belum dewasa kecil mendapatkan wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang pulas dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa pun. Suatu pesan tersirat yang tinggi berkehendak biar bayi yang masih menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan biar ia sanggup mencicipi penderitaan belum dewasa yatim dan orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah menyampaikan bahwa ia meyakinkan suaminya bahwa ia mencicipi keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui belakang layar keinginannya yang samar biar ia kembali untuk mengambil anak yatirn yang masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahwa Allah SWT sudah menanamkan rasa cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya mirip Allah SWT menanamkan cinta kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain biar ibunya merasa senang dan tidak bersedih, maka Muhammad bin Abdillah—seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia—-justru ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia memdiberitahu bahwa ia akan mengasuhnya. Nabi Muhammad saw ialah seorang yang mulia. Halimah meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah mengetahui bahwa kedua air susunya sudah kering, namun tiba-tiba air susunya memancar dengan keras sebagai bentuk kasih akung dan tanda kebemasukan dari Allah SWT. Kini Halimah pun sanggup menyusuinya. Apakah itu ialah pesan tersirat yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah sanggup mendidik dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum ia mendidik orang-orang cukup umur wacana pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di hadapanya, di mana bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus. Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak. Allah SWT mempersembahkan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah mengetahui bahwa kabaikan ini sudah hadir bersama kehadiran anak kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai Halimah bahwa engkau sudah mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah berkata: "Anak kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak pulas, maka Halimah membawanya keluar dari kemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Sesudah kedua matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai pulas.
Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia sudah disapih, sehingga ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta biar membiarkannya bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan sanggup kembali menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di tempat Bani Sa'ad hingga lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi insiden penting yang terkenal dengan insiden pembelahan dada. Kehendak Ilahi sudah memutuskan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat dan mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan pecahan dunia darinya.
Seperti biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat pengembalaan. Di tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan menangis sambil berteriak bahwa Muhammad sudah terbunuh. Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang menggunakan baju yang putih kemudian kedua orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat kaget dan terpukul. Ia segera pergi sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya tampak pucat dan kedua matanya menyala.
Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih akungnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad menjawaban: "Ketika saya memperhatikan domba-domba yang sedang bermain saya dikagetkan dengan kehadiran dua orang yang menggunakan pakaian yang putih. Mula-mula saya menyangka bahwa mereka ialah burung yang besar, namun ternyata saya salah. Mereka ialah dua orang yang tidak saya kenal yang menggunakan pakaian warna putih. Salah seorang dari mereka berkata kepada kawannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang lain menjawaban, "benar." Aku mencicipi ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka mengambilku dan menidurkan saya serta membelah dadaku dan mereka mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan memmembuangnya jauh-jauh. Sesudah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad. Para mufasir tidak sama pendapat wacana simbolisme yang dalam ini. Sebagaian besar ulama menakwilkan insiden tersebut. Pakar-pakar klasik, mirip Qurthubi beropini bahwa insiden itu diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah Kami sudah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, mirip Ghazali beropini bahwa insan istimewa mirip Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang biasa menimpa insan biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu gelombang yang memenuhi cakrpertamaa, maka di sana terdapat hati yang segera mengambilnya dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan tersebut.
melaluiataubersamaini demikian, usaha para nabi terserius pada peningkatan kemajuan atau ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin Mas'ud bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seseorang di antara kalian kecuali ia diawasi oleh kawannya dari kalangan jin dan kawannya dan dari kalangan malaikat." Para sobat akrab berkata: "Apakah hal itu juga berlaku kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau menjawaban: "Ya, tetapi Allah SWT memmenolongku, sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang yang lampau dan para jago hadis berkaitan dengan insiden pembelahan dada. Kami kira bahwa insiden yang luar biasa tersebut bekerjasama dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia ialah perjalanan di mana Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian dia akan melampaui alam ini, sehingga hingga di Sidratul Muntaha yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang menyampaikan bahwa insiden pembelahan dada berulang lebih dari sekali ketika Rasul saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan insiden pembelahan dada terjadi kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahwa Rasulullah saw menceritakan kepada mereka insiden malam Isra' di mana dia bersabda: "Ketika saya berada di Hathim—atau dia berkata di Hijr—saat saya dalam keadaan antara pulas dan bangun, maka seorang hadir kepadaku kemudian ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan membawa mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan kemudian ia menyuci hatiku. Kemudian diulanginya."
Kami kira bahwa pembelahan dada ialah bentuk simbolis yang menawarkan kesucian Rasul saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Itu ialah pemdiberitahuan dari Ilahi bahwa anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah dicapai oleh insan dan tidak akan dicapai insan sesudahnya. Sesudah peritiwa pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana sebagian besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri. Dari roman wajahnya tampak kefokusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa menetapnya bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan bahwa dia pemah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan dia membanggakannya. Beliau sebut pengorbanan mereka dan sikap mereka yang baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka mereka akan membagi masakan di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah ketika usianya lima tahun. Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu mencicipi kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji untuk mengingat ayahnya yang sudah pergi, Aminah memutuskan untuk mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih dari lima ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari gejala kehidupan. Anak itu menempuh peijalanan yang berat. Sesudah perjalanan yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat paman-paman dari ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad melihat rumah yang di situ ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan yang sederhana yang ayahnya dikuburkan di dalamnya. Mula-mula pikirannya terserius pada keadaan yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata ibunya yang diam.
Selesailah masa satu bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya. Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak insan itu hingga di pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak mengetahui belakang layar kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikatul maut turun di suatu tempat yang yang berjulukan Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab sudah bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang pemmenolong. Pemmenolong itu menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil yang kehilangan ayahnya ketika masih janin dan kehilangan ibunya ketika berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi sendiri dan ia dalam keadaan menangis. Ia mencapai kematangan setelah ia melewati kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak yatim.
Rasulullah saw pernah ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana pandanganmu?" Beliau menjawaban: "Pengetahuan ialah modalku. Akal ialah dasar agamaku. Cinta ialah pondasiku. Zikrullah ialah kesenanganku. Dan kesedihan ialah kawanku."
Allah SWT sudah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga dia sanggup mempersembahkan kepada insan buah dari kegembiraan dan ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak terpaku. Lalu Abdul Muthalib, kakeknya menampakkan cinta yang luar biasa dan penghormatan padanya. Sesudah dua tahun ketika Muhammad bin Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu benteng yang terbaik yang menjaganya, yaitu kakeknya Abdul Muthalib. Kemudian anak kecil itu kini merenungi kakeknya laksana orang dewasa. Ia tampak tegar mirip layaknya orang dewasa.
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa pesan tersirat Allah SWT mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih akung seorang ayah, kasih akung seorang ibu, dan bimbingan seorang kakek? Apakah Allah SWT ingin memdiberi Nabi yang terakhir suatu kasih akung dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memdiberinya perasaan-perasaan yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya spesialuntuk tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku sudah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memdiberi kabar gembira kepada Musa di dalam Taurat sebagaimana Isa memdiberi kabar gembira di dalam Alkitab dengan kehadiran seorang Nabi sesudahnya yang berjulukan Ahmad. Dan Nabi Musa meminta kepada Tuhannya biar memdiberinya dan memdiberi umatnya puncak keutamaan, kemudian Allah SWT menjawaban bahwa Dia sudah memutuskan keutamaan ini kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan umatnya.
Allah SWT sudah menentukan Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih akung seorang ibu dan mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih akung seorang insan dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut spesialuntuk mendapatkan kasih akung Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman menceritakan wacana keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, kemudian Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, kemudian Dia mempersembahkan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang belum sempurnanya, kemudian Dia mempersembahkan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka tidakbolehlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka tidakbolehlah engkau menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah engkau menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6-11)
Makna ayat tersebut secara harfiah ialah bahwa dia dalam keadaan yatim kemudian Allah SWT melindunginya; dia dalam keadaan tersesat kemudian Allah SWT memdiberinya petunjuk; dia dalam keadaan fakir kemudian Allah SWT memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya, membimbingnya, dan mencukupinya. Itu ialah derajat keutamaan yang tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Sesudah kematian kakeknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah SWT sudah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang mempunyai kesadaran yang tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum yang mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para pedagang minuman keras dan para syair dan orang-orang yang berperang dan tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara kecuali jikalau diajak seseorang berbicara; dia tidak terlibat dalam permainan hura-hura belum dewasa muda; dia mencicipi kesedihan yang dalam; dia sering menyendiri dan membuka matanya di hamparan pasir-pasir. Mulutnya bengong dan akalnya berpikir. Beliau merenungkan di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan terpukau dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau bersujud kepada batu-batu yang tidak mempersembahkan mudharat dan manfaat dan tidak berbicara serta tidak sanggup melaksanakan apa-apa. Beliau mewarisi dari kekeknya Ibrahim kebencian yang fitri terhadap dunia berhala dan patung.
Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar terhadap sembahan-sembahan dari kerikil ini, suatu penghinaan yang menjadikannya tidak mau mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun hatinya yang besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan kakeknya Ibrahim. Beliau sedih lantaran kebijaksanaan insan menyembah kerikil dan emas, kesombongan serta kekuasaan penguasa; dia mendengar apa yang dikatakan insan dan mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan masyarakat; dia juga menyaksikan betapa banyak perperihalan dan perkelahian di antara insan yang justru disebabkan oleh masalah-masalah yang sepele, sehingga keheranan dia semakin bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam. Tidakkah insan mengetahui bahwa mereka akan mati mirip ayahnya, ibunya, dan kakeknya? Mengapa mereka mengakibatkan perperihalan ini, hingga mereka mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru Mekah. Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan perjaka ketika itu. Meskipun kami kira bahwa kesedihannya disebabkan oleh hal-hal yang umum, tetapi dia tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada seseorang pun. Beliau belum bertujuan untuk memperbaiki masyarakat atau kemanusiaan. Benar bahwa pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera menemukan jawabanan, tetapi akalnya sendiri tidak sanggup menemukan jawabanan atau jalan keluar. INI yang dimaksud dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, kemudian Dia mempersembahkan petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan kebijaksanaan dalam menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya lantaran ketiadaan senjata dan kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu dan menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya yang berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan cinta kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat kepada hakikatnya yang suci; ia bisa mempengaruhi orang lain dengan jiwanya yang membersihkan dan rahmatnya atau kasih akungnya tertuju kepada manusia, bahkan kepada binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan kemudian ada burung merpati berkeliling di seputar makanannya rnaka ia meninggalkan makanannya untuk burung itu. Pada ketika orang-orang memukul anjing yang mendekat kepada masakan mereka, maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan mempersembahkannya pada anjing, kucing, belum dewasa kecil, dan orang-orang fakir. Bahkan seringkali di waktu malam ia pulas dalam keadaan lapar lantaran ia mempersembahkan makanannya ke orang lain.
Muhammad saw ialah seorang fakir yang harus bekerja biar sanggup makan, maka dia bekerja sebagai pengembala kambing, mirip Nabi Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian dia melaksanakan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu Thalib menuju Syam ketika dia berusia tiga belas tahun. Beliau menyaksikan keadaan umat-umat yang lain, maka keheranannya semakin bertambah terhadap masa jahiliyah ini. Ketika dia menyaksikan orang-orang tersesat, maka kesedihannya semakin bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan pikirannya semakin dalam.
Pada ketika perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu insiden terhadap anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah kebingungannya. Seorang pendeta yang berjulukan Buhaira berdiri di jendela rumah yang menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu awan putih—tidak mirip biasanya—yang menghiasai langit yang biru. Saat itu udara sangat terang, sehingga munculnya awan tersebut sangat mengherankan. Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di mana ia mendapati awan itu mirip burung yang putih yang menaungi kafilah kecil yang menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahwa awan tersebut mengikuti kafilah.
Jantung Buhaira berdebar dengan keras lantaran ia mengetahui melalui buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahwa seorang nabi akan muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan kabar nabi tersebut diceritakan dalam buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan tempatnya, kemudian ia segera memerintahkan untuk menyiapkan masakan yang besar. Kemudian ia mengutus seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang mereka untuk jamuan makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda kepada Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai Buhaira. Engkau tidak pernah melaksanakan demikian kepada kami, padahal kami sudah melewati dan singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada insiden apa gerangan wahai Buhaira?"
Buhaira menjawaban: "Hari ini kalian ialah tamu-tamuku." Pertanyaan orang tersebut tidak dijawaban dengan terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya dan tidak menyingkapkan belakang layar kemuliaan yang hadirnya tiba-tiba ini. Buhaira memdiberi makan mereka dan mulai memperhatikan di antara mereka adanya seseorang yang mempunyai gejala yang dibacanya dalam kitab-kitabnya yang kuno wacana seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir bersama jamuanku ini?" Mereka menjawaban: "Benar, ada seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami meninggalkannya lantaran ia masih kecil." Buhaira berkata: "Sungguh saya sudah mengundang engkau tiruana. Panggilah ia supaya hadir bersama kami dan memakan masakan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata: "Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk meninggalkan Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami diundang di dalamnya.
Pamannya meminta maaf lantaran Muhammad masih kecil, kemudian sebagian mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia mengetahui bahwa ia sudah mendekati tujuannya. Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah.
Muhammad bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata: "Wahai anak kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau memdiberitahu saya terhadap apa yang saya tanyakan kepadamu?" Buhaira ingin mengetahui sikap anak ini terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawaban: "Jangan engkau bertanya kepadaku wacana Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih saya benci daripada keduanya." Buhaira berkata: "melaluiataubersamaini izin Allah saya ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu menjawaban: "Tanyalah apa saja yang terlintas di benakmu."
Buhaira bertanya kepada anak kecil itu wacana keluarganya, kedudukannya di tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat-pendapatnya. Dialog tersebut terjadi jauh dari pantauan kaum lantaran mereka tidak akan diam ketika mendengar bahwa Muhammad membenci berhala-berhala mereka. Kemudian Muhammad menjawaban pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin, hingga membuat Buhaira mantap bahwa ia kini duduk bersama seorang Nabi yang kabar diberita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa. Sesudah itu, ia berdiri meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia bertanya wacana kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib menjawaban: "Ia ialah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya dan ibunya sudah meninggal." Buhaira berkata: "Engakau benar, kembalilah engkau ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib bertanya wacana belakang layar dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu mulai mengetahui bahwa ia sudah berbicara lebih dari yang semestinya. Lalu ia berkata: "Ia akan mempunyai kedudukan tertentu." Buhaira tidak mengambarkan lebih dari itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang dimaksud.
Lalu silamlah insiden tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang atau tanpa menggugah kesadaran di antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa efek berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap bahwa penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan memdiberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya ialah semata-mata basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika para tamu memuji kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang akan memuji moral para perjaka mereka. Alhasil, insiden tersebut tidak membawa efek apa pun, baik bagi Muhammad maupun bagi sobat dekat-teman akrab yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui belakang layar perkataan pendeta dan mereka tidak membuatkan pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga pendeta perlu mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang akan diembannya mirip yang diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa korelasi tiruana ini dengan kesedihan-kesedihannya yang dalam serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut bertahap berputar di benaknya. Kemudian mirip biasanya kafilah tersebut kembali ke Mekah. Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi kepada insan dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari silam. Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih akung, dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga kejujurannya terkenal di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan oleh seseorang pun dari penduduk Mekah. Dan ketika dia hadir dengan membawa risalahnya dan dia diperihal dominan masyarakatnya, namun tak seorang pun yang berani mewaspadai kejujurannya. Mereka spesialuntuk menuduh bahwa ia terkena sihir atau kesadarannya sudah hilang.
Pada tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika tiruana kabilah sepakat untuk membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan mereka mengepung rumahnya, maka di ketika situasi yang susah ini dia memutuskan untuk berhijrah. Tetapi sebelumnya dia mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk tetap tinggal di rumahnya biar ia sanggup mengembalikan amanat yang dititipkan oleh tiruana musuhnya dan para sobat dekatnya. Ini dia maksudkan biar Ali sanggup menyerahkan amanat tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda sanggup melihat betapa para musuhnya merasa kondusif terhadap harta mereka ketika dijaga oleh Muhammad saw.
Hari demi hari silam dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu, kesucian dan kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah lautan keheningan yang mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah membuatkan layar perahunya yang putih, maka ia harus menemui hakikat azali yang bertemu dengan-nya tiruana nabi dan rasul. Muhammad bin Abdillah mengetahui bahwa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa dilakukan oleh para perjaka seusianya. Dan ketika perjaka Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya minuman keras yang mereka minum dan banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan wacana wanita, maka Muhammad bin Abdillah sudah menemukan jati dirinya di suatu gua yang tenang di pegunungan yang besar. Ia menentukan untuk menghabiskan waktunya di dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya wacana keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahasia-rahasianya dan rahmat Penciptanya serta kebemasukan-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh lima, dia mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang ketika itu berusia empat puluh tahun. Khadijah ialah perempuan yang mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya sudah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya dengan alasan untuk mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari seseorang laki-laki yang sanggup membawa harta dagangannya menuju Syam, kemudian Khadijah mendengar diberita yang cukup banyak berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang dagangannya. Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam ketika dia berusia dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati perjalannya di mana dia kembali dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya kepada Khadijah. Muhammad saw tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli kepada kecantikannya; Muhammad saw spesialuntuk memandang kemuliaan yang dipegangnya. Kemudian Khadijah mencicipi getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya, ia mengutarakan keinginan untuk berkeluarga dengannya, hingga Muhammad saw pun setuju.
Paman Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan memberikan khotbah pada ketika perayaan perkawinannya: Muhammad saw tidak sanggup dibandingkan dengan seorang pun dari kaum Quraisy lantaran ia ialah seorang yang mulia, baik dari sisi kebijaksanaan maupun ruhani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta ialah naungan yang akan hilang dan benda yang bersifat sementara.
Sesudah berkeluarga, Muhammad saw justru mendapatkan peluang yang lebih besar untuk merenung dan menyendiri serta diberibadah. Kemudian kehidupan yang dijalaninya justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah terlibat dalam pergulatan yang keras untuk memperebutkan materi-materi dunia. Beliau selalu menggunakan kebijaksanaan sehatnya daripada terlibat dalam kesesatan mereka dan intel berhala yang menyelimuti banyak orang pada ketika itu. Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Sesudah mencicipi kesunyian di tengah-tengah masyarakat, dia lebih menentukan untuk menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga Allah SWT membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, dia sanggup keluar dari Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian dia mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali ia mendaki pegunungan, maka tempat itu semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan pandangan semakin terbentang. Kemudian dia memasuki gua. Keheningan menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan tidak ada sesuatu yang sanggup menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. Dalam suasana kesunyian terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang kemudian membuatkan akup-akupnya dan membumbung, pertama-tama di atas angkasa gua kemudian tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya.
Kita tidak mengetahui pikiran-pikiran apa yang terlintas pada insan termulia dan terbesar di atas bumi itu ketika dia duduk di gua Hira beberapa bulan. Apa yang dia pikirkan dan apa gerangan yang dia risaukan? Mimpi apa yang ada di benaknya dan perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu yang ada di sisinya? Apakah atom-atom kerikil yang berputar di sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam, mirip atom-atom kerikil yang bersahut-sahutan bersama Daud ketika ia membaca kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam dirinya. Yang kita ketahui ialah bahwa dia tidak berpikir wacana kenabian dan dia tidak berpikir untuk mempersembahkan petunjuk kepada manusia; dia tidak melaksanakan praktek-praktek sufisme lantaran dia sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus di tengah-tengah manusia. Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi kemudian dia meninggalkan uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau mempertahankan kebenaran, sehingga dia bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula lahirlah tasawuf dan sesudahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf bukanlah puncak atau hasil sebagaimana diyakini oleh insan sekarang, tetapi ia ialah permulaan jalan yang panjang di mana pada hasilnya yang bersangkutan menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela insan dan kehormatannya.
Pada suatu hari dia duduk di gua Hira dan tiba-tiba dia dikagetkan dengan kehadiran Jibril yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut memeluknya erat-erat kemudian memerintahkannya untuk membaca sambil berkata: "Bacalah!" Muhammad bin Abdillah menjawaban: "Aku tidak bisa membaca." Beliau ingin menyampaikan bahwa dia tidak mengenal bacaan dan tulisan. Kalau begitu, apa yang harus dia baca? Malaikat kembali memeluknya dengan kuat sehingga Rasulullah saw menganggap bahwa ia meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawaban: "Aku tidak bisa membaca." Malaikat yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawaban dengan gemetar: "Apa yang saya baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada beliau:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia sudah membuat insan dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada insan apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq: 1-5)
Sesudah insiden itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara tiba-tiba. Rasulullah saw mencicipi dalam dirinya insiden yang luar biasa yang pernah dirasakan oleh Nabi Musa ketika dia mendengar panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa. sepertiyang Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke pegunungan dan kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar denga keras dan dia mencicipi ketakutan dan kegelisahan.
Apakah dia kali ini bekerjasama dengan jin atau alam perdukunan? Apakah dia sudah mengigau sehingga dia mendengar suara-suara dan melihat wajah-wajah yang belum pernah dilihatnya? Rasulullah saw mengkhawatirkan dirinya lantaran dia sangat benci kepada perdukunan. Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan gemetar. Beliau berkata kepada isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!" Kemudian isterinya segera menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap keringat yang berada di keningnya. Isterinya dikagetkan dengan kepucatan wajah dia yang mulia dan kegemetaran tubuhnya.
Khadijah bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw menceritakan secara detail apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata: "Sungguh saya khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahwa ia kini berhadapan dengan kasus yang fokus, suatu diberita gembira yang ia tidak mengetahui hakikatnya, suatu diberita gembira yang seharusnya tidak dihadapi Muhammad saw dengan kekhawatirkan dan kegelisahan.
Khadijah berkata dengan maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah. Demi Allah, Allah SWT tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau ialah seorang yang baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang berbicara dengan jujur, dan yang menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan, tetapi kegelisahan Rasul saw juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi bcrsama dia ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah ialah seorang Nasrani dan dia bisa menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab Taurat dan Alkitab di mana matanya sudah buta lantaran masa tua.
Khadijah berkata kepadanya: "Wahai putra pamanku, dengarlah dari anak saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?" Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak keheranan: "Itu ialah Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahwa ia berada di hadapan seorang Nabi yang diberita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Sesudah keheningan sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya saya masih hidup ketika kaummu mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya: "Mengapa saya harus diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawaban: "Benar, tidak ada seorang pun yang akan hadir mirip dirimu kecuali engkau akan mengalami penderitaan dan pengusiran. Seandainya saya hadir di ketika itu pasti saya akan menolongmu."
Demikianlah, hasilnya Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT terealisasi dan Allah SWT sudah menentukan Nabi yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahwa para nabi tiruananya sebagai Muslim, maka bagaimana dia sanggup dikatakan menlampaui mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa oleh Muhammad saw tidak tidak sama dalam esensinya dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain, tetapi yang tidak sama ialah bentuknya, sedangkan esensinya tetap mirip tiruanla, yakni berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak sama dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi sebelumnya lantaran karena yang penting, yakni bahwa Islam ini ialah fatwa yang universal dan meliputi aspek kemanusiaan yang awet. Islam tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas tiruana golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau zaman tertentu, tetapi ia untuk tiruana manusia. Atau dengan kata lain, ia ialah permintaan untuk membangkitkan kebijaksanaan insan di mana saja mereka berada tanpa ada batasan tempat atau waktu.
Universalitas fatwa Islam tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh lantaran itu, mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang bersifat temporal seringkali mendukung risalah-risalah yang lampau. Ketika Islam hadir sebagai bentuk permintaan untuk menghidupkan kebijaksanaan insan secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk membawa mukjizat yang mengagum-kan. Hanya ada satu kata yang sanggup dijadikan pembuka untuk berdakwah dan membuka kebijaksanaan manusia, yaitu kata "iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Allah SWT. melaluiataubersamaini nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia membuat insan dari segumpal darah. Coba Anda renungkan permulaan pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jikalau Anda berusaha mencari mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang mempersembahkan nikmat penciptaan dan rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan insan apa saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu permintaan untuk membaca. Ia ialah dakwah yang menawarkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya spesialuntuklah orang-orangyang diberilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh lantaran itu, dalam pandangan Islam ilmu ialah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan spesialuntuk perhiasan. Kaum Muslim sudah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih jelek daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam ialah tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur'an ialah bukan semata-mata kisah kesalahan memakan pohon tcrlarang, tetapi ia juga kisah yang mempunyai dimensi-dimensi yang dalam dan aspek-aspek yang berguaka ragam. Ketika Anda menyclami kedalamannya, maka Anda akan sanggup menemukan simbol-simbol dari makna-makna yang lebih penting.
Dialog internal yang dialami oleh para malaikat wacana belakang layar pemilihan Nabi Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta pengajaran yang diperoleh Nabi Adam wacana nama-nama tiruananya dan bagaimana dia mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat, serta ketidaktahuan mereka wacana nama-nama itu, kemudian usaha Nabi Adam untuk memdiberitahu mereka wacana apa yang diketahuinya serta pengetahuan para malaikat wacana belakang layar pemilihan Nabi Adam dan para keturunannya untuk memakmurkan bumi, tiruana ini menjadikan tujuan dari penciptaan insan ialah pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum. Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:
"Dan Ahu tidak membuat jin dan insan kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita memahaminya ketika ini dan bagaimana generasi yang pertama dari kaum Muslim dan dari sobat dekat-teman akrab Rasul saw dan para pengikutnya dan para tentaranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya dengan pemahamam yang sederhana. Kita mengetahui bahwa kalimat "untuk menyembah-Ku " berarti ritualitas dalam diberibadah dan aspek-aspek lahiriahnya, mirip mengucapkan kalimat syahadat, salat, puasa, haji, zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang salat diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli produk-produk yang dibentuk mereka serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan tehnologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan apa-apa. Mereka tidak sanggup mempersembahkan bantuan kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya mirip bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang lampau berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai diberikut:
"Dan Aku tidak membuat jin dan insan kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui). Perhatikanlah bagaimana pentingnya perbedaan antara praktek-praktek ibadah dengan bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang mengakibatkan rasa takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini bahwa Allah SWT menciptakannya biar ia mengetahui Allah SWT atau biar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia tiruananya: satu tangan berpegangan dengan Al-Qur'an dan tangan yang lain memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret insan kepada kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak sanggup memimpin kehidupan dan mereka justru men-dapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang diberilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah spesialuntuklah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Sesudah kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah secara eksklusif kesaksian kepada orang-orang yang diberilmu. Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam tidak sama dengan ilmu dalam peradaban Barat. Memang benar bahwa Islam yang bertanggung jawaban terhadap tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan metode ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan banyak sekali produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental ialah metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti bagian-bagian terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen yang sanggup tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak sanggup tunduk terhadap suatu eksperimen, atau melalui jalan matematis murni yang membutuhkan kepada matematis murni di mana hal itu bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini bidangnya ialah alam dan alatnya ialah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang berjulukan Roger Bikun. Ia mengakui bahwa ia sangat berpinjaman kepada kaum Muslim dan peradaban Islam.
Seorang guru yang berjulukan Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan wacana dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun mempclajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak sanggup menisbatan keutamaan yang mereka peroleh dalam membuat sistem eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun spesialuntuk seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh lantaran itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahwa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab ialah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur biar mereka mengetahui bahwa mereka bahwasanya mengambil senjata yang bahwasanya berasal dari Islam. Dan jikalau dikatakan bahwa belakang layar kebangkitan Barat ketika ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam, maka belakang layar kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya ialah lantaran mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebemasukan Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal—sebagaimana diambil orang-orang Barat—dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup pembahasan mereka ialah berkisar kepada materi, dan alat-alat pembahasan ialah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian dan kematian ialah belakang layar yang misterius dan melawannya ialah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun wacana ruh. Tidak ada korelasi antara ilmu dan akhlak; tidak ada jawabanan dari ilmu wacana tujuan kehidupan ini. Kita spesialuntuk mempelajari aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan Barat wacana ilmu di mana ia spesialuntuk sekadar alat dan masukana untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahwa gerakan atom dengan gerakan sistem tata surya di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru membimbing insan untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesua-tu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru mengantarkan insan untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya diberibadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya spesialuntuklah orang-orang yang diberilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam hadir dan mengajak insan untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta spesialuntuk diberibadah kepadanya. Jika ilmu ialah akup pertama di dalam Islam, maka akup yang kedua ialah kebebasan. Rasulullah saw memdiberitahu dan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi tiruananya, baik tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan pribadi, kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan para kakek dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari kerikil dan kayu, maupun banyak sekali macam tuhan lain yang bohong. Adalah salah jikalau seseorang membayangkan bahwa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" spesialuntuk sekadar hiasan lisan seorang Muslim di mana segala sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam ialah per-gulatan besar bersama intel yang ada pada diri manusia, suatu pergulatan yang berakhir pada penyerahan diri; pergulatan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih berat, sehingga kehi-dupan akan berserah diri. Dan tidak mungkin pergulatan itu akan terjadi kecuali jikalau terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan kebijaksanaan untuk mewaspadai dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam dan kokoh. Itu ialah tanggung jawaban yang berarti bahwa ia harus memikul senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas kebebasan dan tanggung jawaban yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terAkhirnya ialah tauhid dalam kedalamannya yangjauh.
Jika tauhid dipahami secara benar, maka insan akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT: insan akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhawatiran atas rezeki, insan akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan hadir.
Muhammad bin Abdillah hadir nntuk menyerukan bahwa spesialuntuk Allah SWT yang patut disembah dan bahwa tiruana insan ialah hamba-hamba-Nya. Dcngan membebaskan insan dari menyembah sesama mereka, maka kebcbasan yang hakiki sudah dimulai. Rasulullah saw memdiberitahu bahwa kematian ialah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak sanggup dipahami, tetapi ia spesialuntuk sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal. Pada setiap final hidup ada ketentuannya. Maka keberanian ialah unsur dari unsur-unsur pembentukan kepribadian Islam dan pecahan dari bagian-bagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memdiberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahwa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak ada alasan bagi insan untuk khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang ialah kewajiban bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga ialah suatu kewajiban bagi orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT sudah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan insan untuk berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia ialah sesuatu yang sudah dijamin, sehingga insan tidak perlu melaksanakan usaha yang terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerin-tahkan insan untuk berusaha mencapainya lantaran ia ialah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jikalau insan berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar ialah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil ialah jihad melawan musuh di medan perang.
melaluiataubersamaini terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memdiberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman wacana umat Islam:
"Kamu ialah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan diberiman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT sebut amal makruf nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan biar kebijaksanaan insan tergugah akan pentingnyajihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak salat; ia juga tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat diberikut ini:"
"Hai orang-orang yang diberiman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memdiberi mudharat kepadamu apabila engkau sudah mendapat petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka tiruana."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat terang artinya. Yakni bahwa pelaksanaan ayat tersebut sanggup diwujudkan dengan adanyajihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim. Sesudah itu, seorang Muslim sanggup mengatakan: "Aku sudah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah saya mempersembahkan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut dengan pemahaman kita ketika ini di mana kita sudah kchilangan keberanian, dan rasa takut sudah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mcrcka daripada memerangi orang-orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah hadir dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
"Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan darul abadi berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, kemudian gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami diberikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa engkau tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun belum dewasa yang tiruananya berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan diberilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan diberilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya wacana penafsiran Allah SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah sudah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan mempersembahkan nirwana untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, kemudian mereka membunuh atau terbunuh. (Itu sudah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang sudah engkau lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah wacana kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya ialah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus dengan nirwana dan bagaimana Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memdiberitahu mereka bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang gres atas orang-orang Islam. Allah SWT sudah memerintahkan hal tersebut dalam Alkitab dan Taurat. sepertiyang Nabi Isa diutus dengan pedang, mirip yang disebutkan dalam lembaran-lembaran atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami spesialuntuk di sini duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi memutuskan biar mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai jawaban dari perbuatan mereka itu, biar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu ialah tanggung jawaban mereka dan kiprah mereka yang harus mereka emban sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari fatwa Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni permintaan untuk membaca dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting ialah usaha melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu permintaan yang universal yang tidak dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk waraa kulit tertentu atau untuk kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu permintaan kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan insan tiruananya di hadapan Allah SWT.
Adalah salah jikalau ada orang yang menganggap bahwa Islam spesialuntuk memperhatikan aspek darul abadi dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia ialah lembar-lembar jawabanan yang akan dikoreksi di hari akhir. Ia ialah ujian dan tempat percobaan bagi insan biar insan mengetahui apakah ia layak untuk menda-patkan kemuliaan dari Allah SWT yang sudah didiberikan kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi pecahan dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang materi bakarnya insan dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw sudah mengambarkan pesan tersirat dari penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika dia memberikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji engkau, siapa di antara engkau yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia ialah rumah pergulatan. Dan Allah SWT sudah membuat kehidupan dan kematian biar insan menyadari siapa di antara mereka yang terbai amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT membuat insan biar menusia mengetahui, danpengetahuan yang paling penting ialah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari final zaman insan akan mengenal dirinya secara tepat dan ia akan mengenal jawaban yang akan diterimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari final ini mengharuskan kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan kemembersihkanan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang tepat yang di dalamnya insan layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. INI asasnya dan hakikatnya. Itu ialah pondasi dan hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak dilampaui oleh rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang doloe tiruananya ialah tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari final dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh spesialuntuk kepada Allah SWT. Yang gres dalam Islam ialah ilmu, kebebasan dan universalitas fatwa Islam serta warna keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat jikalau dikatakan bahwa abjad dari Islam ialah keadilan. Barangkali pecahan ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut biar pada setiap agama terdapat abjad yang khusus yang menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu ketika itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana penyembahan berhala dikalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan lantaran itu, abjad utamanya ialah ketegasan (as-Sharamah) biar mereka tidak terpengaruh dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena efek dari tindakan semena-mena Fir'aun. melaluiataubersamaini ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan sanggup menjadi risalah evakuasi dan pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak insan dan mempunyai hati yang keras pada ketika yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkraman orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh lantaran itu, orang-orang Masehi bertanggung jawaban untuk melaksanakan pembebasan gres tetapi dengan cara yang tidak sama sesuai dengan perubahan keadaan. Teknik tersebut ialah menjauhkan penerapan kekuatan bersenjata lantaran kekuatan orang-orang Romawi mengungguli kekuatan ketika itu dan menguasai bumi secara keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin sanggup diperoleh ialah dengan cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain orang-orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun Islam hadir sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh lantaran itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai abjad khusus dan abjad itu ialah abjad keadilan.
Ketegasan spesialuntuk cocok untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan cinta ialah teladan yang tertinggi, tetapi ia tidak sanggup menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melaksanakan sesuatu. Dan jikalau ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi abjad Islam yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Ini ialah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan barangkali kebemasukan keadilan dan pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang diberilmu (juga menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam Islam ialah cermin yang tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi abjad Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan spesialuntuk keadilan ekonomi atau keadilan aturan atau keadilan dalam balasan, tctapi ia meliputi beberapa aspek tiruananya. Sebelum tiruana ini dan sesudahnya, kcadilan dalam Islam ialah suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat keadilan antara agama-agama yang doloe, keadilan antara individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara laki-laki dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang MahaAdil).
Selanjutnya, Islam ialah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kehadiran para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika engkau berpaling (dari peringatanku), saya tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain spesialuntuklah dari Allah belaka dan saya disuruh supaya saya termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah ketika keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka ialah Yakub biar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim sudah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah sudah menentukan agama ini bagimu, maka tidakbolehlah hamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, dia mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang engkau sembah sepeninggalku? Mereka menjawaban: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami spesialuntuk tunduk patuh kepadanya.'" (QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memdiberitahu kita dalam surah Yunus wacana perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jikalau engkau diberiman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jikalau engkau benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman ialah seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat yang menceritakan wacana kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya saya sudah berbuat lalim terhadap diriku dan saya berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, dia berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya biar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan menceritakan wacana Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau sudah menganugerahkan kepadaku sebagaian kerajaan dan sudah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah saya dalam keadaan Islam dan gabungkanlah saya dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum Hawariyin biar mereka diberiman kepadanya dan kepada rasul-Nya kemudian mereka berkata:
"Kami sudah diberiman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya kami ialah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa ialah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi ialah orang-orang Muslim, kemudian bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku spesialuntuklah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan saya ialah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Maka, bagaimana dia menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat dia dengan sebutan al-Muslimin ialah penamaan yang bahwasanya sudah lampau dikenal di kalangan nabi-nabi yang terlampau dan kehadirannya ke alam wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam bahwasanya berpinjaman kepada kakeknya yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk engkau dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia sudah menamai engkau sekalian orang-orang Muslim dari lampau. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada perperihalan dalam penlampauan para nabi dengan sebutan al-Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan dia sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak dipahami dari sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini ialah akmalul muslimin (orang yang paling tepat di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya wacana akhlaknya Rasulullah saw kemudian dia menjawaban dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak dia ialah Al-Qur'an."
Kita mengetahui bahwa Al-Qur'an al-Karim memutuskan moral yang mulia meskipun dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan sebut keutamaan moral dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh lantaran itu, moral mirip apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah dia mempunyai moral yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah dia menlampaui dalam kebaikan, atau apakah dia termasuk ashabul yamin (orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah dia termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang akrab dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak spesialuntuk mempunyai tiruana abjad tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan dia lebih dari itu tiruana. Beliau berada di puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga dia berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4)
Para Mufasir tidak sama pendapat wacana makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang agung). Sebagian mereka menyampaikan bahwa yang dimaksud ialah Al-Qur'an. Sebagian yang lain menyampaikan itu ialah Islam. Ada juga yang menyampaikan bahwa dia tidak mempunyai sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat klarifikasi wacana derajat dia yang tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama ialah firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku spesialuntuklah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan saya ialah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Beliau ialah orang yang paling utama di antara insan tiruananya; dia mempunyai keutamaan yang melebihi tiruana manusia; dia mempunyai rahmat dan kemuliaan yang tidak sanggup ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun dia hadir sebagai Nabi yang terakhir namun justru lantaran posisi dia sebagai Nabi yang terakhir, maka dia menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua ialah firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan spesialuntuk menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; dia bukan spesialuntuk menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan dia bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga dia tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi dia menjadi rahmat bagi alam semesta; dia senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya hingga hari kiamat. Alhasil, dia ialah rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; dia ialah rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi dia ialah rahmat yang memulai dakwah dengan mengutamakan fungsi kebijaksanaan atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan kitab alam atau Al-Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia ialah kalamullah yang awet. Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah engkau di mnka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penerapan akal:
"Kami akan menunjukkan kepada mereka gejala (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu ialah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang sudah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang sudah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan pegunungan-pegunungan untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua bahari 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat-kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang awet, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecermelangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi pecahan moral dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan belum sempurnanya, baik secara materi, ruhani, undang-undang maupun dari dimensi kehidupan yang biasa menempel pada insan ketika itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang dia ialah insan yang tepat dan paling utama, alam belum mencapai puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka insan mengalami kesempurnaan dan bisa mencapai tingkat kesempurnaannya. melaluiataubersamaini Kitab yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan agama bagi insan dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini sudah Ku-sempurnakan untuk engkau agamamu, dan sudah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan sudah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun tiruana itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara fokus dan sungguh-sungguh, sehingga dia menjadi insan yang paling layak untuk mendapatkan kebanggaan pendduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw sudah melaksanakan tiruana itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal seorang nabi yang memikul banyak sekali penderitaan, dan mempunyai kesabaran yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta tidak akan mengajak insan menuju kebenaran kecuali jikalau insan tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; dia siap memikul tanggung jawaban dakwah dengan banyak sekali tantangan dan cobaannya; dia menawarkan kesabaran yang luar biasa. Sesudah itu, dia hadir kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan bunyi berbisik berkata: "Ya Allah, jikalau tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka saya tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah jikalau di sana terdapat ridha Allah SWT.
Sesudah turunnya wahyu kepada Rasul saw, dia memulai tahapan dakwah dan mengajak insan untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara belakang layar yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid diberiman kepadanya, kemudian diberiman juga sobat dekatnya, Abu Bakar sebagaimana diberiman kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang ketika itu masih kecil dan hidup di bawah asuhan Muhammad, dan juga diberiman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang pemmenolongnya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan dalam dakwah kawan-kawannya, mirip Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga diberiman seorang Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda kesenangan yang itu menawarkan ketinggian derajatnya di sisi Allah SWT. Sesudah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, kemudian disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan akupnya secara belakang layar di Mekah.
Kemudian diberita tersebarnya iman yang gres ini hingga kepada pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan bahwa Muhammad sudah menjadi—karena uzlah yang dilakukannya di gua Hira—salah seorang juru bicara wacana ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara belakang layar berhasil mengembangkan misinya dan sanggup melindungi iman yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan tahapan dakwah secara belakang layar keimanan sudah tertanam dalam hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw sudah mendidik mereka dan sudah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan sudah membuat mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan diberilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, hadirlah perintah Ilahi biar Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok tentara yang besar dan hadirlah perintah Ilahi biar dia memberikan dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi melaksanakan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan tahapan dakwah yang gres ini berakibat pada timbulnya pemfokusan terhadap para dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy mengetahui bahwa Muhammad berbahaya bagi mereka. Beliau bukan spesialuntuk berbicara wacana ketuhanan, tetapi dia mengajak rnanusia untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencoba untuk menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan mereka yang mereka yakini; agama yang mencoba menyingkirkan kedudukan sosial mereka dan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahwa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada aturan lain selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kehadiran agama tersebut mengakibatkan penduduk kota Mekah membencinya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Sesudah pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendrang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang Islam ialah seorang tokoh Mekah yang berjulukan Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan dia mulai memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika tiruana berkumpul, dia bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jikalau saya memdiberitahu kalian bahwa sebuntut kuda akan hadir menyerang kalian?" Mereka menjawaban: "Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemdiberi peringatan terhadap kalian. Di hadapanku terdapat siksaan yang berat jikalau kalian menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah lantaran ini engkau mengumpulkan kami."
melaluiataubersamaini penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak bisa mempertahankan diri mereka, maka mula-mula Allah SWT memmenolong mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaa kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahahan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS. Allahab: 1-5)
melaluiataubersamaini ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran wacana kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab ialah seorang yang menentang dakwah kebenaran lantaran ia mengkhawatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak mempunyai arti sama sekali di sisi Allah SWT lantaran ia kini berada dan dijebloskan di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebagian besar orang-orang yang menentang dakwah ialah orang-orang yang bekerjasama dengan dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, spesialuntuklah mirip binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan terheran-heran.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka heran lantaran mereka kehadiran seorang pemdiberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini ialah spesialis sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan'." (QS. Shad: 4-5)
Coba perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahwa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru merasa heran ketika terdapat spesialuntuk satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa heran ketika berhadapan dengan kasus yang fitri dan terang ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat engkau (Muhammad), mereka spesialuntuklah menjadikan engkau sebagai olok-olokan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa nekatnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan mengejek Rasulullah saw, padahal dia sudah hadir di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan coba perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jikalau mereka tidak bersabar dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa heran terhadap kepandaiannya yang sanggup menyelamatkannya dari meninggalkan tuhan-tuhannya yang terbuat dari kerikil dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat tuhan dari campuran roti di mana mereka menyembahnya kemudian memakannya. Mereka menyampaikan bahwa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari rasa lapar atau mereka menyampaikan bahwa kami menyembah mereka biar mereka sanggup mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah Nabi terus berlanjut dan tertanam di muka bumi. Mereka orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahwa dia berbohong atas nama kebenaran dan dia dimenolong oleh kaum yang lain; mereka menyampaikan ini ialah dongengan orang-orang yang lampau.
Mereka meminta kepada dia untuk menhadirkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka memdiberitahu bahwa mereka tidak akan diberiman kepadanya, sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang dia sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau dia hadir dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka tiruana menjamin kebenaran dakwah yang diserukannya, atau dia mempunyai rumah dari emas atau dia bisa mendaki langit dan mereka masih belum diberiman terhadap pendakian itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat, kecuali jikalau ia menghadirkan kitab kepada mereka yang sanggup mereka baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap memdiberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahwa apa saja yang mereka minta itu tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam spesialuntuk menyeru kebijaksanaan dan berusaha membuat kebebasan. Beliau memberikan kepada mereka bahwa dia spesialuntuk sekadar insan yang diutus oleh Tuhan; dia hadir kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang renta tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaa di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di dalamnya dari siksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh mereka ialah para tiran-tiran di muka bumi di mana tiruana itu tidak akan bermanfaa bagi mereka pada hari kiamat. Siksaan yang bakal mereka terima tidak sanggup mereka hindari dan mereka pun tidak sanggup meentengkannya.
Demikianlah Islam—sebagaimana agama-agama sebelumnya— mengumpulkan di sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang-orang yang fakir serta orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas dan tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi masakan empuk kelompok-kelompok yang lalim.
Islam bukan spesialuntuk mempersembahkan solusi ekonomi terhadap peristiwa kehidupan atau masyarakat, tetapi Islam mempersembahkan solusi Ilahi terhadap keberadaan insan secara umum; Islam meyakini bahwa insan bukan spesialuntuk sekadar perut yang harus dikenyangkan dan naluri seksual yang harus dipuaskan, insan bukan spesialuntuk dilihat dan dinilai dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan insan pada tempatnya yang hakiki, tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, insan terdiri dari bangunan fisik dan ruhani, terdiri dari kebijaksanaan dan ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam ruhnya.
Islam tidak mementingkan fisik saja dan meninggalkan ruhani, begitu juga sebaliknya. Terkadang fisik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi ruhani justru mengalami penderitaan yang luar biasa. Karena itu, pemuasan salah satu dimensi dari dimensi insan tidak akan membawa insan kepada kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam hadir untuk membawa suatu solusi yang sanggup menyelamatkan insan dari dalam dirinya sendiri dan Islam membebankan kiprah ini, yakni kiprah perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, kemudian dia mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an menjelma orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah, sehingga orang-orang musyrik justni meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh lantaran itu, dia semakin sedih kemudian Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memdiberitahu dia bahwa mereka tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka mulai menentang Nabi dan ayat-ayat Allah SWT, padahal Nabi ialah salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (tidakbolehlah hamu bersedih hati), lantaran mereka bahwasanya bukan mendustakan engkau, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al-An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya. Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf hingga peperangan fisik. Mereka mulai menyiksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada ketika itu, musuh-musuh Islam membayangkan bahwa dengan cara menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap bahwa kaum Muslim justru menentukan untuk menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh-tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikagetkan ketika melihat pemfokusan yang mereka lakukan justru semakin memperabukan semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin bahwa benih yang sudah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan mereka tetap bersemangat untuk membuatkan risalah Allah SWT di muka bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan (kesempurnaan) yang sudah hilang darinya dan kema-nusiaan yang sudah disia-siakan serta kehormatan yang sudah ditumpahkan dan kebebasan yang sudah hilang.
Kaum Muslim yakin bahwa mereka bukan spesialuntuk membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan spesialuntuk memperbaiki masyarakat yang rusak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahwa mereka akan membangun suatu insan yang baru. Mereka akan membuat insan seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk yang gres dan dalam gambar yang gres yang ialah cermin dari gambar kebemasukan sang Pencipta.
Sebelum kehadiran Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban yang lampau dan modern, orang-orang Arab tidak mempunyai apa-apa. Mereka tidak mempersembahkan bantuan kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang sanggup dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka, mereka menjadi cermin kejayaan insan di mana mereka sanggup mempersembahkan sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berpinjaman kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai ketika ini. Sebaliknya, ketika mereka berpaling dari Islam di mana Islam spesialuntuk menjadi lembaran cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka ketika itulah orang-orang Barat sanggup menguasai kaum Muslim lantaran mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk memnghidupkan ajaran-ajarannya pasti mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada pertama-pertama masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyadari bahwa mereka menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka perperihalan pun tetap ada. Oleh lantaran itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan siksaan, maka keimanan mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia ialah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem ekonomi yang berlaku ketika itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem perbudakan. Seorang yang diberiman tersebut disiksa di Mekah di mana ia tidak memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan menyiksanya beserta ibunya. Bahkan siksaan semakin meningkat atas ibunya biar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak permintaan untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu berjulukan Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak kalangan orang-orang bodoh menyampaikan wacana persetujuan Islam terhadap sistem perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahwa Islam dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan insan dari kepemilikan sesama insan menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya menghentikan—baik dalam tindakan maupun ucapan—sumber-sumber sistem ini. Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui bahwa sistem perbudakan ialah sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan lantaran Islam tidak turun pada waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang temporal ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau dasar pertama yang mengakibatkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. melaluiataubersamaini cara demikian, Islam mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, mirip proses pengharaman khamer. Jadi, kefokusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita bahwa Islam membolehkan para tentaranya untuk memperbudak para tawanan perang, maka kita akan menyampaikan bahwa Islam menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh lantaran itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika Islam tidak melaksanakan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan dimain-mainkan dan ada peluang besar bagi orang-orang musyrik untuk memperdaya Islam.
Demikianlah bahwa dakwah Islam mengalami banyak sekali macam kendala dan penindasan. Dan ketika orang-orang yang tersiksa mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw memdiberitahu mereka dengan pembicaraan yang terang bahwa para dai di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada kita bahwa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan insan secara keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah sadar bahwa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan mendapatkan pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini ialah harga yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya.
Pada hakikatnya, insan cinta kepada keawetan. Secara naluri insan merasa takut pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membedakan orang-orang Islam yang hakiki dengan yang lainnya ialah bahwa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keawetan. Ini ialah tolok ukur yang pasti untuk membedakan antara seorang Muslim yang hakiki dan seorang Muslim yang spesialuntuk namanya atau Muslim warisan atau spesialuntuk klaim semata.
Seorang Muslim yang hakiki menyadari bahwa final hidup di tangan Allah SWT, rezeki adajuga di tangan-Nya, begitu juga keamanan tiruana ada di tangan-Nya. melaluiataubersamaini keimanan mirip ini, ia memulai pergulatannya untuk membuatkan dakwah. Ia siap untuk mendapatkan penyiksaan dan penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun siap meneteskan darahnya sebagai harga yang pantas yang didiberikannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini tiruana dilakukanya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut lantaran Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para nakal menggerpenghasilan orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggerpenghasilan ketika mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Khabab bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada dia dari penyiksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawaban: "Sungguh sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT kemudian mereka dimasukkan dalam suatu galian tanah kemudian mereka digerpenghasilan di mana tubuh mereka dipisah menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong kasus ini tetapi kalian terlalu tergesa-gesa."
melaluiataubersamaini kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahwa termasuk dari kesempurnaan iman ialah membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahwa Islam tidak mempersembahkan keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawabannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti hingga darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama sudah membayar ongkos kebebasan. Mereka mencicipi kedamaian yang luar biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi wacana kemenangan kebenaran yang hadir kepada mereka; mereka justru memdiberitahu orang-orang musyrik bahwa mereka akan sanggup mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. melaluiataubersamaini dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan menertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat sobat dekat-teman akrab Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah hadir kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli dengan olok-olokan tersebut. Demikianlah bahwa olok-olokan demi olok-olokan terus menyertai dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik menuduhnya bahwa dia ialah spesialis sihir, dan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahwa dia ialah dukun, dan pada kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahwa dia ialah penyair, bahkan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahwa dia ialah seorang yang gila. Kemudian mereka tiruana sepakat untuk menuduh bahwa dia ialah seorang penyihir.
Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang sanggup memisahkan antara sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya. Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para penhadir di Mekah bahwa Muhammad ialah seorang penyihir. Meskipun demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian ketika Allah SWT menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di punggung Adam:
"Bukankah saya Tuhan kalian? Mereka menjawaban: 'Benar.'" (QS. al-A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy mencicipi ketakutan. Mereka mulai melihat bahwa penerapan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian mereka menentukan untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau hadir kepada kaummu dengan suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah saya lantaran saya ingin berbicara wacana beberapa hal. Barangkali engkau akan mendapatkan sebagiannya." Rasul saw berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau menginginkan harta pasti kami akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan jikalau engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memdiberi kehormatan itu bagimu dan jikalau engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan menyerahkan kekuasaan padamu dan jikalau engkau terkena penyakit yang engkau tidak bisa menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh."
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"melaluiataubersamaini nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa diberita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang engkau seru kami kepadanya dan di pendengaran kami ada sumbatan dan antara kami dan engkau ada dinding, maka bekerjalah engkau; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'Bahwasannya saya spesialuntuklah seorang insan mirip engkau, diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan engkau ialah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orangyang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (hehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang diberiman dan mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah: 'Sesungguhnya patutkah engkau kafir kepada yang membuat bumi dalam dua masa dan engkau adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia membuat di bumi itu pegunungan-pegunungan yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawabanan) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih ialah asap, kemudian Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah engkau keduanya berdasarkan perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawaban: 'Kami hadir dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang akrab dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perhasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku sudah memperingatkan engkau dengan petir, mirip petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw sudah menjawaban tawaran 'Utbah di mana dia menentukan untuk menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca sebagian dari surah Fhusilat yang ialah salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah berdiri dari tempatnya ketika Rasulullah saw hingga pada firman-Nya:
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku sudah memperingatkan engkau dengan petir, mirip petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia hingga ke orang Quraisy, ia mengusulkan biar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah negosiasi dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya negosiasi tersebut sebagai bentuk pemdiberitahuan wacana kembalinya tindak kekerasan dan penyiksaan terhadap sobat dekat-teman akrab Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan para sobat dekatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari iman yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah. Beliau mempersembahkan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka keluar secara belakang layar dan mereka menuju ke laut. Mereka berlayar meskipun orang-orang yang tinggal di gurun bahwasanya tidak ingin berlayar lantaran mereka takut dari bahari dan mereka yakin bahwa insan yang berlayar di bahari akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang dan tetap berusaha menyiksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang sanggup mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal kemudian ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka wacana agama gres yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan kepadanya wacana Islam.
Najasyi bertanya wacana Isa kemudian mereka menjawaban: "Ia ialah hamba Allah SWT dan rasul-Nya dan ruh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, perempuan yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari bumi dan mengatakan: "Penjelasan wacana Isa yang kalian katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku sehingga saya tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang didiberi kematangan berpikir di mana ia cenderung mengimani abjad al-Masih sebagai seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi ialah bahwa masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun mereka justru mencicipi kekuatan.
Allah SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai kepribadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memdiberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT sudah meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam lantaran dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadaporang-orang yang tidak mempersembahkan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal sudah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad spesialuntuk bengong dan tidak menyampaikan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. melaluiataubersamaini kemarahan yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu Jahal kemudian ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya kemudian memukulkannya ke kepala Abu Jahal sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal saya berada di atas agamanya."
Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah ialah seorang yang mulia di mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya disiksa dan dianiaya dan dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun lantaran yang paling dalam dan yang paling menentukan ialah rahmat Allah SWT yang sudah dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT spesialuntuk lantaran ia seorang yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah ialah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat siksaan darinya ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan siksaan ciarinya ialah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir beserta istcrinya memutuskan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya kemudian ia mendapati isteri Amir dan tidak mencmukan suaminya. Umar melihat perempuan itu sedang berkemas-kemas untuk berhijrah kemudian Umar berkata (saat itu sumber rahmat sudah memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" melaluiataubersamaini nada jengkel, perempuan itu berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT. Engkau sudah menyiksa kami dan sudah memaksa kami untuk berhijrah. Kami akan pergi sehingga Allah SWT akan mempersembahkan kelapangan kepada kami." Umar berkata: "cepatdangampang-gampangan Allah SWTmenemanimu."
Wanita itu melihat gejala kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahwa ia sangat berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya menjawaban: "Ia tidak mungkin masuk Islam hingga keledai Umar masuk Islam." Ia mengatkan demikian lantaran ia melihat betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut perempuan itu lebih kuat daripada pandangan pikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada Umar.
Belum lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin mengeluarkan epilog sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa kebingungan kemudian ia memutuskan untuk membunuh Rasul saw. melaluiataubersamaini menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang yang memergokinya dalam keadaan kebingungan, kemudian mereka bertanya kepadanya, hendak kemana ia akan pergi? Umar menjawaban: "Aku hendak ke Muhammad saya akan membunuhnya sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." melaluiataubersamaini nada mengejek, seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau membunuh Muhammad." melaluiataubersamaini nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawaban: "Saudara perempuanmu dan suaminya sudah masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar segera mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana ketika itu keduanya sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya saya mendengar bunyi bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun tampak murka kepadanya. Wanita itu berdiri untuk membela suaminya kemudian Umar memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu justru membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wudhu biar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar menentukan untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana ketika itu dia bersama sobat dekatnya. Dari celah-celah pintu, sobat akrab Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan pedang. Kemudian sobat akrab itu kembali kepada Nabi dengan membawa diberita yang sangat mengejutkan ini. Ia mengira bahwa Umar hadir dengan maksud jahat.
Rasulullah saw berdiri dan memerintahkan para sobat dekatnya biar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawaban bahwa ia hadir untuk mengucapkan dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad ialah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai merasa ancaman akan mereka temui setelah keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati sudah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah secara belakang layar dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang mempersembahkan jalan padanya ketika tawaf. Mekah mengetahui bahwa ia menghadapi suatu dakwah yang akan sanggup mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka memutuskan metode gres untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai mencoba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka memenuhinya dengan banyak sekali macam patung yang mereka sembah dalam rangka mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah mereka tidak berkeluarga dengan kaum Muslim. melaluiataubersamaini ketetapan yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang diberiman kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir maupun orang-orang diberiman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia bersama orang-orang Quraisy menentang kaummnya.
Kemudian Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada masakan dan minuman yang hadir kepada mereka, sehingga penderitaan yang susah kini dialami oleh sobat dekat-teman akrab Nabi. Ketika kafllah perdagangan hadir ke Mekah dan salah seorang dari sobat akrab Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli masakan untuk keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sobat dekat-teman akrab Muhammad, sehingga mereka tidak bisa membelinya dan saya menjamin kerugian yang kalian alami, bahkan saya akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian padagang itu pergi ke Abu Lahab dan memin-ta kepadanya biar membeli barang yang ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi sehingga kaum Muslim mencicipi penderitaan yang sangat luar biasa di mana mereka dalam keadaan kelaparan dan belum sempurnanya pakaian yang layak. Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sobat akrab sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, kemudian ia mendengar bunyi gemerincing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta yang kering kemudian ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya dengan air hingga membersihkan kemudian ia menjadikannya masakan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seolah-olah ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya biar mereka bisa memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim mendapatkan banyak sekali ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi aktifitas dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain mereka pada trend haji kemudian mereka berbicara kepada orang-orang tersebut wacana keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada para pengujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan keberanian mereka sudah memikat banyak orang sehingga mereka masuk Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim mendapatkan penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta kepercaayaan kepada Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu hadirlah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw mencicipi dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan dia ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga dia dikagetkan dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian pamannya yang tercita Abu Thalib.
Abu Thalib ialah seorang yang besar yang mempunyai kewibawaan di tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan "tembok perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah ialah tempat proteksi dan kedamaian bagi Nabi. Ia ialah hati yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi ketika dia berdakwah. Khadiijah ialah sebaik-baik mitra dan sebaik-baik isteri. Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw ialah sebaik-baik kawan, sebaik-baik suami, sebaik-baik pemmenolong, dan sebaik-baik sobat dekat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat kuat dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orangorang musyrik justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap bahwa Rasul saw tidak lagi mempunyai seorang renta yang bisa melindunginya dan tidak lagi mempunyai seorang isteri yang sanggup meentengkan beban penderitaannya.
Sesudah kematian dua orang tcrscbut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik menentukan waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di Mekah kemudian mereka membawa usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi ketika dia sujud. Kemudian diberita memilukan itu hingga kepada putri tercintanya, Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera hadir dan berusaha membela ayahnya dan memmembersihkankan kotoran yang ada di bahu ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika dia melihat bahwa keadaan dia hingga pada batas di mana anak perempuan dia pun turut membelanya. Namun dia tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari dia berpikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali dia berkata dalam dirinya: jikalau di sini saya mendapati hati-hati yang sudah membeku dan sudah bekerjasama mesra dengan kebatilan ialu mengapa saya tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang akan terbuka guna mendapatkan kebenaran.
Saat itu kaum musyrik memberlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada dia semakin meningkat hingga pada batas di mana pergerakan dakwah tidak sanggup bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu dia memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah saw ketika dia pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang kita ketahui ialah bahwa dia pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan jahiliyah. Mereka bersikap jelek kepada dia dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau mondar-mandir dari satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kehadiran dia di sana; tak seorang pun yang mau mendengar dakwah dia dan tak seorang pun yang mau diberiman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadijadi dalam menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang mana dia sudah memutuskan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana biar merahasiakan kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang dia terima di Mekah terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permintaan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melaksanakan hal itu tetapi mereka melaksanakan perbuatan terburuk yang dilakukan insan terhadap sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari Rasulullah saw dengan kerikil dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan dia mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan dia mencicipi kepedihan ketika kakinya terkena lemparan kerikil itu sehingga darah suci mengucur dari kaki beliau.
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga dia hingga di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana dia duduk di bawah naungan pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang pemmenolong. Pemmenolong mereka ialah seorang Nasrani yang berjulukan Adas. Si pemmenolong meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw kemudian dia mengulurkan tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (melaluiataubersamaini nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata: "Anda dari daerah mana?" Adas menjawaban: "Aku ialah seorang Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu wacana Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu ialah saudaraku. Ia ialah seorang Nabi saya pun seorang Nabi."
Mendengar jawabanan Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw kemudian ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya, pemmenolong Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum Muslim. Ia ialah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if. INI harga yang harus dibayar Rasulullah saw sclania dua minggu ketika dia berada di Tha'if, dan kemudian bcliau terkena cobaan dengan mengucurnya darah dari kaki dia jawaban lemparan kerikil penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kcmbali ke Mekah dia kembali dalam keadaan ditolak oleh pcnduduk Tha'if dan kini dia kembali mendapatkan penolakan itu di Mekah. Meskipun demikian, dia mencicipi kesedihan yang mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir kepada beliau, hati dia justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian hadirlah kepada Nabi masa di mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.
Pada ketika demikian ini ketika insan mulai meninggalkan Rasulullah saw kemudian langit turut campur dan terjadilah insiden besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia ialah mukjizat yang tidak bekerjasama dengan dakwah Islam; ia tidak hadir untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia hadir semata-mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jikalau saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan mempersembahkan kebanggaan yang layak kepadamu dan jikalau insan menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat gejala kebemasukan-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahwa di formasi para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, mirip Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, mirip Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan ruhul kudus, mirip Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu ialah tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak sanggup menulis apa yang terjadi ketika itu. Kita sudah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya biar menunjukkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum diberiman akan hal itu? Ibrahim menjawaban: Bahwa ia diberiman tetapi ia ingin menenangkan hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku biar saya sanggup melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawaban kepada Musa wacana kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan bisa menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk didiberi mukjizat atau insiden yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya biar sanggup melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang susah untuk dipahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan termasuk bentuk yang mengakibatkan banyak sekali pertanyaan. Cinta dia melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi ialah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata ketika dia dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka jawaban perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka saya tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut mengakibatkan dia merasa rendah diri sehingga dia berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan dia tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang dia khawatirkan ialah kemarahan Allah SWT.
Sungguh moral yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya ialah moral yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan dia sebagai orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizatyang tujuannya ialah menghormati kepribadian Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan peranan kebijaksanaan dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung oleh bcrbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan para nabi yang diangkat ke langit mirip Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka ketika mereka diangkat ke langit ialah bentuk final dari aktifitas mereka di muka bumi.
Ini ialah kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan ruhaninya ketika dia masih hidup. Di sana Allah SWT menunjukkan kepadanya gejala kekuasaan-Nya. Kemudian dia kembali ke bumi di mana dia akan mendapatkan banyak sekali macam tantangan dan cobaan yang biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah ialah insan yang pertama melewati plguat bumi dan dia menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita insan pertama atau astronot pertama yang bisa menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu gres sanggup ditembus oleh insan setelah empat belas masa dari turunnya risalah Muhammad saw, namun semenjak empat belas masa yang kemudian Nabi Islam sudah sanggup menembus ruang angkasa itu, bahkan dia mencapai Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha.
Beliau hingga pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan dia menembus alam gaib. Bukankah nirwana pecahan dari alam gaib? Beliau hingga di surga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau hingga pada batas terputusnya ilmu insan dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang tidak sama dalam Al-Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman wacana mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang sudah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang sudah Kami berkahi sekelilingnya biar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari gejala (kebemasukan) Kami. Sesungguhnya Dia ialah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad sudah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada nirwana tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauiya. Sesungguhnya dia sudah melihat sebagian gejala (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur; dia tidak bertawaf bersama seseorang pun; dia tawaf sendirian kemudian orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memandang dia dengan pandangan kebencian ketika dia bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu kemudian Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril biar menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian membawanya naik ke langit biar dia sanggup melihat gejala kebemasukan Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang pulas dan hadirlah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian dia membuka kedua matanya dan berdiri dari tempat pulasnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin biar engkau melihat sebagian gejala kebemasukan-Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan dia menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang mirip burung dan mempunyai akup mirip burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. Karena itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat ialah listrik dan listrik ialah cahaya. Cahaya ialah makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh wacana kendaraan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada tes sebelumnya dan berapa lama waktu yang dia gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya wacana kecepatan Buraq; kami tidak heran dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya wacana tiruana itu lantaran kita mempunyai satu jawabanan dari tiruananya: Allah SWT berkehendak biar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT menyampaikan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama beselisih pendapat wacana apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan ruh saja atau dengan ruhani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat menyampaikan bahwa itu terjadi dengan ruh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan kebijaksanaan dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya wacana kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan kasus ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logika kemanusiaan. Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari tiruana itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw naik berserta ruh dan fisiknya ke puncak segala puncak di langit kemudian dia kembali sebelum tempat pulasnya dingin? Mukjizat apa yang terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi insan dan berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau ia bisa memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya di atas pegunungan Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan biar menuju arah pegunungan Saina' kemudian Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan dia mendapati tiruana nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat memdiberinya suatu ember yang di dalamnya terdapat susu dan ember yang lain yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu dia menentukan susu dan meminumnya. Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau sudah menentukan fltrah dan umatmu akan menentukan fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan hadirlah waktu salat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam salat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk salat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat bersama para nabi. Mereka tiruana ialah orang-orang Muslim dan dia ialah orang-orang Muslim yang pertama. Secara logis bahwa dia layak menjadi imam dari para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab yang menlampauinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan dia menangis ketika membacanya. Kekhusukan dia ketika membacanya membuat para nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka, pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu salat dan para nabi membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq mirip panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama kemudian dia menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat ruhani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; dia semakin tinggi dan jauh di tingkat dan dipuncak ruhani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh. Beliau melampaui alam materi tiruananya dan melampaui alam ruhani. Akhirnya, dia hingga ke Sidratul Muntaha. Beliau hingga di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak bisa mengetahuinya dan memahaminya bahkan membayangkannya:
"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidnk (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. melaluiataubersamaini kebemasukan yang misteri ini, Allah SWT memdiberitahu kita bahwa terjadilah hal penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu ialah mukjizat yang khusus baginya; itu ialah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya lantaran ketinggiannya yang tidak bisa ditangkap oleh pengetahuan insan biasa.
Kemudian Tuhan pemilik nirwana dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali ini dia melihat Jibril yang berada di belakangnya kemudian dia mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud insan mirip yang Nabi saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia ialah tanda kebemasukan Allah SWT yang Allah SWT janjikan untuk diperlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat tiruana itu dengan jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke tingkat yang makin tinggi hingga dia berdiri di hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih akung di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang paling tepat itu bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan serta shalawat yang baik tertuju spesialuntuk kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah SWT yang saleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut ialah permulaan tahiyat (penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim ketika mereka melaksanakan salat pada setiap hari. Salat sudah diwajibkan atas kaum Muslim pada peluang yang besar ini. Hal terkenal di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahwa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh salat sehari. Kemudian Nabi turun dari langit kemudian dia menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya wacana jumlah salat yang diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahwa Allah SWT sudah menentukan lima puluh kali salat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melaksanakan salat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah kepadanya biar Dia meentengkan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meentengkan salat hingga sepuluh kali. Sesudah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga hingga diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama dengan salat yang lima puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak mempunyai sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut ialah rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw biar meminta keentengan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi dengan Allah SWT mengakibatkan rasa kebemasukan dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi sudah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak bisa diungkap oleh lisan dan tidak bisa ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak sanggup dipahami oleh insan biasa. Al-Qur'an al-Karim sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang dilihat oleh Nabi lantaran itu mernpakan belakang layar antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan kcpadanya. Makara Al-Qur'an sengaja tidak sebut itu tiruana untuk menegaskan bahwa dia melihat tanda dari gejala kebemasukan Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang dilihat oleh Nabi. Hal yang sanggup kami bayangkan adalah, bahwa Nabi bersujud dengan khusuk di hadapan Tuhannya dan dia menangis lantaran gembira. Kesedihan hatinya sudah hilang selamanya. Sesudah Nabi melihat belakang layar dan setelah penghormatan yang besar ini, dia kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat pulasnya masih dingin. Bagaimana dia pergi dan kembali sementara tempat tidumya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya ketika melaksanakan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita ketahui adalah, bahwa Rasulullah saw kembali ke tempat pulasnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian hadirlah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut kepada sobat dekat-teman dekatnya dan orang-orang Musyrik sehingga diberimanlah orang-orang yang diberiman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun dia tidak peduli dengan tiruana itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran.
Akhirnya, hadirlah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui bahwa dakwah Islam di Mekah sudah mengalami pemfokusan yang luar biasa sehingga keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya biar ia berhijrah. Kemudian mulAllah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun dia di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam trend haji untuk menawarkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang dia lakukan pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang berjulukan 'Aqabah, kemudian dia bertemu dengan jamaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa kalian?" Mereka menjawaban: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah kalian termasuk pemmenolong kaum Yahudi?" Mereka menjawaban, "benar." Beliau berkata, "maukah kalian duduk bersama saya lantaran saya ingin sedikit berbicara dengan kalian." Mereka menjawaban: "Boleh." Kemudian mereka duduk bersama Nabi kemudian dia mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw. Sesudah dia selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan diberiman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi saw bahwa mereka meninggalkan kaumnya lantaran kaum mereka terlibat peperangan dan kebencian. cepatdangampang-gampangan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kehadiran Nabi saw yang mulia ini. Mereka memdiberitahu Nabi saw bahwa mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang sebelumnya ia berjulukan Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian hadirlah trend haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang diberiman yang di antara mereka terdapat enam orang yang Rasulullah saw sudah berdakwah kepada mereka pada trend yang doloe dan Nabi saw menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melaksanakan baiat pada mereka biar mereka mempertahankan keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari insan wacana agama mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada insan sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi dia justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam sudah menghasilkan buah pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan pulas dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu hadir dan berbaiat kepada Rasul saw untuk membela dia menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di jalannya. Mereka hadir setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka mempersembahkan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka hadir sebagai pecinta-pecinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahwa Abbas Ibnu Abdul Muthalib hadir bersama Nabi dan ketika itu ia masih berada dalam agama kaumnya. Ia ingin menuntaskan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia menyampaikan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahwa Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan menentukan untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia, namun jikalau kalian khawatir jikalau suatu ketika nanti akan mengkhianatinya, maka mulai dari kini biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu lantaran ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawabanan dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami sudah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawabanan sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawaban yang dicari oleh Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar pemyataan apa pun. Cukup spesialuntuk Nabi yang berbicara dan mereka spesialuntuk menaatinya. Mereka meminta kepada dia biar mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang dia sukai; mereka merasa tidak mempunyai apa-apa dan tidak mempunyai keputusan. Nabi berbicara kemudian dia membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian dia bebicara wacana Islam dan dia membaiat mereka biar memmenolong dia sehingga mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan Rasulullah saw bahwa dia akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan lantaran mereka mewarisi dari kakek-kakek mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu sebut kasus yang penting. Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jikalau mereka lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, kemudian ia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih akung orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahwa pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan biar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara terang ialah kasus proteksi mereka kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari penduduk Madinah. Namun kasus yang mereka inginkan ialah kasus proteksi Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan dia menyampaikan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahwa ikatan iman lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah ialah darah dan kehancuran ialah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku saya akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan saya akan berdamai dengan orang-orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian diberita wacana baiat ini hingga ketelinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, kemudian mereka justru menambah pemfokusan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka memutuskan akan mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan biar dia dibelenggu dengan besi kemudian dimembuang di penjara sehingga dia mati kelaparan. Sebagian lagi mengusulkan biar dia dimembuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan biar mereka mengambil dari setiap keluarga dari keluarga-keluarga Quraisy seorang perjaka yang kuat, kemudian setiap dari mereka didiberi pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika mereka berhasil membunuhnya pasti tiruana kabilah bertanggung jawaban terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan bisa menuntut dan memerangi orang Arab tiruananya dan mereka akan mendapatkan diat sebagai tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan kebijaksanaan kancil terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan kebijaksanaan kancil itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya biar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan masukana-masukana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan dia tidak memdiberitahu sobat akrab yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun mirip mengenal garis-garis tangannya. Yang mengherankan penunjuk jalan itu ialah seorang musyrik. Demikianlah Nabi memita menolongan kepada orang yang jago tanpa memperhatikan keyakinannya.
Kemudian hadirlah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk pulas di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para perjaka Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah kemudian dia melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw sanggup menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah.
melaluiataubersamaini langkah yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka. Tahun dalam Islam ialah tahun Hijiriah, sedangkan kaum Masehi menanggali tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masehi. Adapun tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali pertama kalinya ketika Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan spesialuntuk lari dari penindasan tetapi lari dari kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di Mekah spesialuntuk sanggup mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun masa yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata dan mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata sebagaimana luka akan sembuh dengan syarat jikalau diobati. Nabi saw mengetahui bahwa Islam tidak akan menghabiskan usianya spesialuntuk untuk melawan serangan pada dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu negara yang belum pernah dikenal di muka bumi negara mirip itu. Negara yang mencapai keadilan, kasih akung, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana aturan Allah SWT ditegakkan dan kehormatan insan benar-benar dijaga.
INI kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam setelah sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim. Sesudah Rasul saw membangun masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka dia membangun suatu negara Islam. Selanjutnya, akup-akup dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih pandai daripada orang yang tidak mengetahui bahwa masjid yang dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid ialah sentra dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan Islam.
Manusia mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di kancah peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka yang akan terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlombaan dalam perbaikan terjadi di antara mereka. melaluiataubersamaini cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di pegunungan yang berjulukan Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama sobat dekatnya Abu Bakar. Dan orang-orang musyrik pergi menyusul dia dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka hingga ke pegunungan itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah, "seandainya salah seorang mereka melihat di bawah kakinya pasti mereka akan melihat kita."
melaluiataubersamaini tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar apa yang engkau kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya, terdapat laba-laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah menyampaikan bahwa kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka hingga di pegunungan Tsur kemudian di situlah mereka mengalami kebingungan. Mereka mendaki pegunungan dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya seseorang masuk di dalamnya pasti tidak akan terdapat tenunan laba-laba di atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama sobat dekatnya pun selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut mereka. Ketika Rasulullah saw dan sobat dekatnya memasuki Madinah, mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi Rasul lantaran saking baiknya sikap Rasul terhadap sobat dekatnya. Akhirnya, Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan negaranya serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan dalam kebijaksanaan dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam. Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah di mana dia tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga belas tahun yang dia lalui di Mekah, dia pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup. Semua kehidupan dia spesialuntuk untuk Allah SWT dan spesialuntuk untuk Islam. Beban berat yang dipikul oleh punggung dia yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul oleh pegunungan. Meskipun dia seorang diri, tetapi dia bisa memikul amanat yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta pegunungan namun mereka pun enggan untuk memikulnya. lantaran mereka menyadari bahwa mereka tidak akan bisa memikulnya. Lalu hadirlah dia dan dia pun bisa memikul amanat itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk memberikan agama Allah SWT; amanat untuk menyucikan kebijaksanaan insan dari polusi khayalisme dan khurafatisme: amanat yang mewarnai kehidupan dengan spesialuntuk sujud kepada Allah SWT.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar-gambar hidup: bagaimana ketika dia memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan kebijaksanaan beberapa memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan membawa risalah di gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta topan kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat yang dia katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun ia bisa membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan intel dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa, uang, emas, serta kebencian dan kedengkian setan yang klasik dan banyaknya orang-orang munafik, tiruana ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada ketika dia menyampaikan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang dialami dia di gua Hira. Tidakkah ia menyampaikan kepadanya bahwa kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat akrab dengan kepala dan rasa gerah sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing-pusing pun semakin meningkat. Sesudah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau hadir sendirian kemudian mereka menolongnya; dia hadir dalam keadaan takut kemudian mereka mengamankannya; dia hadir dalam keadaan lapar kemudian mereka memdiberinya makanan; dia hadir dalam keadaan terusir kemudian mereka mempersembahkan perlindungan.
Bangunan Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah dia membangun sumber daya insan Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya ialah sumber daya Islam, setelah itu dia gres membangun negara. Tidak ada nilai yang berarti dari satu sistem yang spesialuntuk berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan prinsip-prinsip ialah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diberlakukan di dunia. Dan Islam sudah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan insan suatu sistem mirip itu. Yaitu sitem yang menawarkan keadilan, persaudaraan, dan kasih akung yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw ialah membangun masjid di mana di situlah unta yang ditungganinya berhenti. Mesjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka tanahnya akan menjadi lumpur lantaran mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup dengan kecang, maka ia akan mencabut sebagian dari atapnya.
Di bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh yang sanggup menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka bisa mengembalikan kebenaran ke singgasananya yang terusir dan terampas. Mereka bisa membuatkan Islam di muka bumi. Mesjid itu tampak kecil dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebemasukan; masjid itu tidak menawarkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca kemudian orang-orang yang mendengarnya menganggap bahwa mereka benar dan mendapatkan perintah harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa-apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan mirip nyanyian yang orang-orang duduk akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan bunyi pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim tiruana burni ialah masjid namun masjid ialah simbol peradaban yang diberiman kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara wacana persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw sudah mewujudkan persaudaraan itu secara praktis, yakni ketika abjad masyarakat ketika itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana sobat akrab Anshar Sa'ad bin Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf, seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman: "Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, saya memang mempunyai harta yang banyak daripada engkau. Aku sudah membagi hartaku menjadi dua pecahan dan sebagiannya saya peruntukkan bagimu. Lalu saya mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah siapa di antara mereka yang bisa memikatmu sehingga saya menceraikannya kemudian engkau sanggup berkeluargainya." Abdul Rahman bin 'Auf menjawaban: "cepatdangampang-gampangan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk berkerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang sanggup dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih menentukan untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak silam hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia bisa untuk membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan identitasnya berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan berdasarkan Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah engkau, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang muhmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesadaran bahwa apa yang kita kerjakan akan dilihat oleh Allah SWT menjadikan perkerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Sesudah bekerja, hadirlah cinta. Cinta dalam Islam bukan spesialuntuk perasaan yang menetap dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam ialah langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar insan menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim menyayangi Tuhannya Pencipta alam semesta dan menyayangi Rasulullah saw dan menyayangi kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim, meskipun keyakinan mereka tidak sama dengannya. Bahkan seorang Muslim menyayangi makhluk secara keseluruhan: ia menyayangi anak-anak, hewan, bunga, pasir dan pegunungan bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim jikalau dia benar-benar seorang Muslim akan mencicipi dnta yang dialami oleh Nabi Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini ialah perasaan sufi yang tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang bahwasanya mirip yang diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di mana ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati. Cinta demikian ini tidak akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak diputuskan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta itu hadir biasanya jawaban dari kepuasaan kebijaksanaan dan hati dengan adanya kepemimpinan besar yang hati cenderung kepadanya dan kebijaksanaan mengambil darinya. Dan yang dimaksud dengan kepemimpinan besar tersebut ialah keberadaan sang Nabi. Beliau ialah cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau ialah seorang yang paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit mengharapkan jawaban darinya. Meskipun dia seorang pemimpin namun dia hidup dalam kesederhanaan. Beliau ialah seorang tentara yang paling sederhana. Tempat pulasnya membersihkan tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan yang di dalamnya memasak banyak sekali macam hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama dia ialah roti kering yang dicampur dengan minyak. Keinginan besar dia ialah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyadari bahwa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih dilampaukan daripada cinta diri sendiri, cinta kepada wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim sangat menyayangi pemimpin mereka lebih dari kehidupan pribadi mereka. Di samping pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam yang berdasarkan kaidah-kaidah kebebasan, musyawarah dan jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar pelengkap yang dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia ialah tenunan dari sel-sel yang hidup itu. Allah SWT sudah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain dari-Nya. melaluiataubersamaini demikian, runtuhlah tiruana belenggu yang hinggap di atas akal, hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki—dalam Islam—suatu kebebasan yang didiberikan kepadanya biar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu yang sanggup menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam ialah kebebasan yang bertanggung jawaban.
Dalam ruang lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk berlomba-lomba untuk menerapkan apa yang mereka pahami. Selain itu, seorang bebas hingga tidak terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka hingga tidak ada batasnya, lantaran pintu ijtihad ialah kebijaksanaan dan menutup pintu ijtihad yakni menutup kebijaksanaan dan itu berarti akan membawa kematian baginya. Islam tidak mendapatkan orang-orang yang mati akalnya atau menga-lami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan insan dari sisi kebijaksanaan dan hati.
"Adalah untukmu, sedang engkau menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah meng-hendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." (QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam lantaran kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk membuatkan dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan mirip itu biar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan biar mereka bisa memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan biar Madinah sanggup menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memdiberi kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan menemui kesusahan dan penderitaan, dan bukan kasus sepele mirip yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sobat dekat-teman dekat. Beliau bercengkrama-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka tiruana sepakat untuk terus melaksanakan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw berkata: "Wahai para sobat dekat, tunjukkanlah diri kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jikalau mereka memahami bahwa baiat yang terjadi di antara mereka yang meliputi biar mereka melindungi dia jikalau dia diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka menyampaikan kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggung jawaban kepadamu sehingga engkau hingga di negeri kami. Jika engkau hingga di negeri kami, maka kami akan bertanggung jawaban untuk melindungimu."
Mayoritas pasukan terdiri dari orang-prang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui keputusan dominan tentara sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahwa Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh lantaran itu, Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi Allah, seolah-olah engkau menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi menjawaban, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhawatiran dan ketakutan Nabi, bahkan dia bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw sudah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal pasal-pasal perjanjian namun ia justru karam dalam esensinya dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahwa mereka benar-benar diberiman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang dia katakan serta akan benar-benar menaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membelah lautan kemudian engkau menyelam di dalamnya pasti kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut memutuskan peperangan paling penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat tidak sama dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka menyampaikan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini spesialuntuk duduk-duduk saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahwa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya pasti mereka akan melaksanakan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim berkemas-kemas untuk memasuki kancah peperangan kemudian mereka membuat kemah-kemah yang di situ ditentukan tempat peristirahatan dan pergerakan tentara Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melaksanakan kesalahan dalam menentukan tempat sehingga itu akan sanggup menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaidah umum dari kaidah-kaidah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman. Kemudian hadirlah Habab bin Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan sebagai sentra pergerakan tentara kita ialah pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak sanggup menlampauinya dan mengakhirinya yakni kita tidak sanggup mempersembahkan pendapat kita ataukah itu spesialuntuk kasus yang bersifat tehnik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan ketika perang dan ia ialah kebijaksanaan kancil semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu ialah pendapat pribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini ialah tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini menentukan tempat di mana pasukan Madinah sanggup minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak sanggup mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang sudah ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentara dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga akrab dari pasukan kafir. Allah SWT sudah menentukan biar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka tiruana dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaidah utama ialah kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarikdanunik kembali dari peperangan. 'Utbah mempersembahkan pernyataan sesuai dengan tuntutan kebijaksanaan sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jikalau kalian harus memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal lantaran kita berhadapan dengan saudara-saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?"
Kalimat yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebagian tentara merasa puas dengan pernyataan tersebut lantaran mereka melihat bahwa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun kebohohan justru memadamkan kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahwa yang mengucapkan kata-kata ialah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih menentukan pendapatnya untuk memutuskan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahwa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahwa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahwa Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam menjawaban: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami sudah menamainya al-Amin (orang yang sanggup dipercaya)." Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu spesialuntuk semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian hadirlah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentara yang mukmin sudah berkemas-kemas dan mendekati seribu tentara musyrik. Orang-orang musyrik hadir dengan menunggangi tunggangan mereka dan tampak mereka mempunyai persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim hadir di atas satu kendaraan. Pakaian yang digunakan orang-orang musyrik tampak masih gres dan pedang-pedang mereka tampak mengkilat serta baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka mempunyai persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang digunakan orang-orang Muslim tampak sudah lama dan pedang-pedang kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna. Nabi melihat keadaan pasukannya kemudian hati dia tampak sedih melihat pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka ialah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka ialah orang-orang yang tanpa ganjal kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka ialah orang-orang yang tidak berpakaian, maka diberilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan kemudian mereka diberistirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu berair sehingga kelembaban mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu-debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan engkau mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan engkau dengan hujan itu dan menghilangkan dari engkau gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar kemudian kaum Quraisy mulai menyerang, kemudian Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan tidakbolehlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang berarti hendaklah kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka biar orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer ketika ini bahwa seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahwa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan tentara Muslim. Kaum musyrik dilihat dari segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah binatang yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Keadaan ketika itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan lantaran kebemasukan jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan oleh unsur spiritual yang tidak kelihatan. Spiritualitas tentara dan keimanannya wacana duduk kasus yang dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk meneguk madu syahadah, tiruana itu sanggup mengubah seorang tentara menjadi makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan mencicipi kematian tetapi jauh dari abadiahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka, kemudian Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah menolongan dan pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jikalau kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah sesudahnya di muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi ketika terjadi peperangan itu. Oleh lantaran itu, kita sanggup memahami mengapa Nabi saw meminta biar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan ketika ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, kemudian apa yang dipikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang susah tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang kini dan menuju pada hal yang akan hadir, dan yang menjadi serius Nabi ialah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jikalau kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah sesudahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu mengkhawatirkan kehancuran kaum Muslim lantaran Nabi justru mengkhawatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang dia khawatirkan ialah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh lantaran itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentara malaikat yang dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika engkau memohon pertolongan kepada Tuhanmu, kemudian diperkenankankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan menhadirkan bala menolongan kepada engkau dengan seribu malaikat yang hadir berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim menolongan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan biar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu spesialuntuklah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Sesudah itu Nabi saw menghampiri sobat akrab Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan diberita gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya sudah hadir kepadamu menolongan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat ialah cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan diberita gembira kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahwa peranan malaikat tidak lebih dari sekadar membawa diberita gembira dan mempersembahkan dukungan moril serta memenuhi hati dengan ketenangan. Kami kira bahwa Allah SWT ingin biar para malaikat menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan iman tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahwa Dia bersama mereka. Oleh lantaran itu, hendaklah orang-orang yang diberiman merasa tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan mencicipi ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama engkau, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang sudah diberiman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu ialah lantaran sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah eksekusi itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun mengalami abadiahan. Sesudah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh saya sudah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui apa yang saya katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak bisa menjawaban perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian dia kembali ke Madinah. Di depan dia terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sobat akrab Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka ialah keturunan dari saudara-saudara dan keluarga, dan saya melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut ialah kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir, dan gampang-gampangan Allah SWT memdiberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung kita."
Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata, "bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, saya tidak sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi saya berpendapat, seandainya saya bisa untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, maka saya akan memukul lehernya, dan seandainya Ali bisa bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahwa tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat korelasi kekerabatan, namun kehendak Allah SWT memutuskan terjadinya peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar menginginkan biar keadaan demikian terus berlanjut sehingga orang-orang musyrik mengetahui bahwa Islam tidak ingin berdamai. Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT dan mengangkat senjata dan berperang ialah suatu kewajiban yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati sebagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat dominan ketika itu. Pendapat dominan salah dan spesialuntuk Umar yang benar.
Ini ialah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang-orang kafir harus dibunuh biar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahwa Islam sudah menentukan darah. Allah SWT sudah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu Bakar menangis ketika keduanya menyadari kesalahan mereka pada hari diberikutnya, kemudian Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang mengakibatkan Rasulullah saw dan kawannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia sanggup melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) darul abadi (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang sudah terlampau dari Allah, pasti engkau ditimpa siksaan yang besar lantaran tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu menyampaikan bahwa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak mempunyai tawanan kecuali jikalau ia sudah melaksanakan banyak peperangan dan banyak berjihad dan sudah banyak membunuh dan dakwahnya sudah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) darul abadi (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan konkret yang susah. Itu ialah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah modern dan bukan pemikiran yang bersifat strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi berdasarkan istilah modern mereka ialah penjahat-penjahat perang. Oleh lantaran itu, nyawa mereka harus ditumpahkan ketika mereka sanggup ditangkap, meskipun mereka mempunyai kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya ialah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahwa kesalahan mereka bisa berakibat pada hadirnya siksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang sudah terlampau dari Allah, pasti engkau ditimpa siksaan yang besar lantaran tebusan yang engkau ambil."
Siksaan tersebut memang lebih akrab daripada pohon yang akrab ini, kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sobat dekat-teman akrab yang terjun di perang Badar, baik dosa yang kemudian maupun dosa mereka yang akan hadir. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim biar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi ketika berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang spesialuntuk ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang susah sehingga sobat dekat-teman akrab Nabi mengetahui bahwa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada abadiahan mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di pegunungan dan Rasulullah saw membuat planning yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana dia membagi pasukan pemanah di puncak pegunungan untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melinduingi mereka dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memdiberi pengertian kepada pasukan panah itu biar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang maupun kalah. Yakni bahwa pasukan pemanah tidak boleh turun dari pegunungan dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami, dan jikalau kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Sesudah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, kemudian dia membikin suatu planning untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahapan pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka mempunyai kuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikagetkan dengan ketangguhan pasukan Muslim yang sanggup memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan balwa mereka tidak sanggup memenangkan peperangan atau sanggup bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai gejala abadiahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berpikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah sudah kalah dan mereka sudah melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw sudah mengingatkan mereka biar tidakboleh meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahwa peperangan sudah selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang diberiman.
Pasukan pemanah mengira bahwa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan sudah tercabut dari hati sebagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung sehingga terjadilah perubahan yang drastis pada peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyirik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh Muslim ialah orang yang sangat jenius dalam peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil peluang emas. Mereka yang tadinya lari, kini mereka menarikdanunik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban-korban dari pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid ketika mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun runtuh dan kepala dia yang mulia terluka sehingga dia mengucurkan darah.
Kemudian tersebarlah isu bahwa Muhammad saw sudah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas pegunungan dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah mirip kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan melaksanakan peperangan, kemudian tekanan kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sobat dekatnya. Kemudian terjadilah insiden yang paling susah dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak ketika melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barangsiapa yang sanggup mengusir mereka dariku, maka baginya surga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan melindungi dia sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid. Bahkan sobat dekat-teman akrab Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai-sampai punggungnya dipenuhi dengan belum dewasa panah. Ia bagaikan baju besi yang digunakan kepada Nabi saw dan ia tetap kokoh melindungi sang Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan lantaran keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka menentukan untuk menarikdanunik diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Sesudah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarikdanunik diri setelah mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi lantaran satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebagian kelompok dari sobat akrab kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap tulus dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentara yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah dia pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka dia sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar kemudian dilekatkan di atasnya.
Luka dia bukan spesialuntuk bersifat materi tetapi luka spiritual dia dan ruhani dia pun semakin bertambah. Ini dia rasakan ketika mendengar bahwa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan istri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memberlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan lantaran rahmat Allah SWT pasti kaum Muslim akan mengalami abadiahan yang telak. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim biar mereka benar-benar tulus dan memahamkan mereka bahwa abadiahan mereka sebagai jawaban dari adanya pasukan di antara mereka yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebagian yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak adajalan untuk memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim, yang diharapkan ialah hendaklah tiruana pasukan tertuju untuk mencapai ridha Allah SWT dan spesialuntuk mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT akan memdiberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendahi dunia dan di antara engkau ada orangyang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan engkau dari mereka untuk menguji engkau; dan sesungguhnya Allah sudah memaafkan engkau. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang diberiman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengobati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya wacana pamannya Hamzah, dan ketika dia mendapatinya di tengah-tengah sobat akrab yang gugur, dan orang-orang kafir sudah merusak jasadnya, maka dia berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama-lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT kemudian dia memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka sudah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan dia bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka dia akan menlampaukannya untuk dimasukan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan biar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan dia pun tidak mensalati mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin menunjukkan bagaimana mereka dibangkitkan pada hari final zaman kemudian dia bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari final zaman dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu ialah warna darah dan baunya mirip minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang ialah pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai jawaban dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan banyak sekali pelajaran yang lain yang sanggup dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan ialah klarifikasi wacana central utama yang di situ kaum Muslim berkumpul. Pribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika pribadi Rasulullah saw yang mulia pergi lantaran satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak seharusnya pribadi Rasul saw menjadi markas atau central tetapi yang menjadi central dari tiruananya ialah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahwa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw ketika dia masih hidup namun ketika dia terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka memmembuang senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam ialah orang-orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin insan dan Imam para rasul dan epilog para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini tiruana tidak membenarkan bahwa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wahfat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan tidak memmembuang dari tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia sudah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia sudah mati.
Nas Al-Qur'an mengambarkan secara gamblang korelasi kaum Muslim dengan iman Islam, bukan dengan pribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain spesialuntuklah seorang Rasul, sungguh sudah silam sebelumnya beberapa orang rasul. Apakahjika dia wafat atau dibunuh engkau berbalik ke belakang (tnurtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak sanggup menhadirkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memdiberi jawaban kepada orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahwa peperangan Uhud sudah membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud ialah sobat dekat-teman akrab yang paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka ialah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang susah bahkan mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan kawan-kawan mereka; mereka menjadi terasing ketika menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka sudah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka sudah bersabar dalam menanggung banyak sekali macam penderitaan, dan ketika hadir ketika yang paling berbahaya dan pasukan Islam sudah terkepung di mana jiwa Rasul saw sudah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka bisa melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan iman tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah ialah peperangan yang terakhir. Ia ialah satu peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk membuatkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang terakhir. Rasulullah saw sudah hidup setelah diutusnya kepada insan di mana dia sudah mempersembahkan tiruananya untuk kehidupan dan untuk dakwah; dia tidak mempunyai dirinya sendiri; dia tidak memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan dia diberistirahat sedikit saja. Semua kehidupan dia didiberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani banyak sekali macam peperangan dan dia memikul banyak sekali macam penderitaan dan belum lama dia lari dari suatu problem kecuali dia berhadapan dengan problem yang gres dan lain; belum lama dia menuntaskan suatu krisis kecuali dia menghadapi krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana dia selalu mempersembahkan bantuan dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan pasti Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-suduut kehidupan dia kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergulatan yang hebat.
Rasulullah saw sudah melalui pergulatan militer dalam banyak sekali macam pertempuran yang silih berganti yang dia lakukan. Beliau memulai pergulatan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan surat-surat yang dia kirimkan kepada penguasa dan para raja di banyak sekali negara biar mereka memeluk Islam, bahkan dia melaksanakan pergulatannya dalam kasus pribadi di rumah tangga. Rumah tangga dia pun tidak kosong dari pergulatan. Beliau ialah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah ialah seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badui mulai berani bersikap kurang bimbing kepada mereka, demikianjuga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian hadirlah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka menyampaikan kepada dia bahwa mereka mendengar wacana Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah dia mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubalig untuk mengajari mereka wacana dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Temyata orang-orang itu berkhianat atas para sobat dekat-teman akrab yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah berarti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang sudah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika hadir kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada dia biar dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk membuatkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan membuatkan Islam dan proteksi terhadap kehormatan manusia. Lalu dia menentukan untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau menyadari bahwa dia mengutus para sobat dekatnya dalam bahaya; dia memdiberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang misterius yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun ancaman tersebut sudah menjadi pecahan dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan kekhawatirannya terhadap para sobat dekatnya yang bakal diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta dia untuk mengutus para sobat dekatnya menyakinkan dia bahwa mereka akan melindungi sobat akrab beliau. Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sobat dekatnya untuk pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak insan untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah para sobat akrab yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghapalnya). Mereka ialah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan salat. Ketika hadir perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka pun pergi dalam keadaan gembira lantaran mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan para penghianat sehingga mereka hingga di suatu sumur yang bemama sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubalig dari sobat akrab Rasulullah saw itu memberikan surat Nabi yang dibawanya di mana dia mengharapkan biar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikagetkan dengan adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak ketika ia tersungkur: "sungguh saya beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sobat dekat-teman akrab terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi masakan dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu spesialuntuk seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar diberita wacana peristiwa itu, Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan berkata kepada sobat dekat-teman dekatnya: "Sungguh sobat dekat-teman akrab kalian sudah terbunuh dan mereka sudah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami, diberikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan mencicipi kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para sobat akrab yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan orang-orang kafir terhadap Islam. Mereka sudah mengejek dan merendahkan kaum mukmin hingga pada batas ini. Kemudian dia memutuskan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan mirip ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari dia pergi ke Bani Nadhir untuk menuntaskan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, kemudian mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka memutuskan untuk melemparkan kerikil yang berat dari atas benteng itu ketika dia duduk dan tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan hadirnya ancaman kepada beliau, kemudian dia bangun sebelum pelaksanaan kebijaksanaan kancil itu. Lalu dia segera pergi menuju rumahnya. Beliau berpikir ketika dia kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan sanggup berhenti kecuali setelah Islam menawarkan taringnya. Islam ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memdiberi waktu kepada mereka spesialuntuk sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan abadiahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang sebut pengusiran orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Sesudah kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sobat dekatnya untuk membalas insiden yang menimpa sobat dekat-teman dekatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu bisa membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang doloe bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang gelagapan yang bersembunyi di bawah lobang-lobang pegunungan. Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarikdanunik diri ketika mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disahkan di Uhud. Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan dan menunggu kehadiran kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) sudah pergi, maka gambaran kaum Muslim pun terangkat setelah mereka mendapatkan kepahitan dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah memutuskan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal akrab dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang silam di situ, bahkan kenekatan mereka hingga pada batas di mana mereka berpikir untuk menyerbu Madinah. Oleh lantaran itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam dia hingga ke tempat yang akrab dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka kemudian mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan kehadiran kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan mengetahui bahwa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan dia pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menawarkan bahwa mereka mempunyai pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana kehadiran pasukan yang secara tiba-tiba itu menawarkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan dia kembali membangun pribadi kaum Muslim sehingga dia terpaksa kembali menggunakan baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya melihat bahwa kemampuan militer mereka tidak sanggup menandingi kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melaksanakan cara-cara gres untuk memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat syaraf dengan cara membuatkan banyak sekali macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan insiden al-Ifik (kebohongan). Sesudah peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahpahaman dan pertengkaran di antara sobat dekat-teman akrab yang biasa mengambil air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang sudah dimembuang dan sudah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka sudah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita sudah kembali ke Madinah pasti orang-orang yang mulai akan sanggup mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam memberikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu meliputi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan biar mereka berpecah belah dan biar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera hadir kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat insiden itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga insiden itu sangat menyedihkan beliau. Lalu dia mengeluarkan perintah biar para sobat akrab pergi ke suatu tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian dia pergi bersama sobat akrab di hari itu hingga waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu bisa menepis kebohongan yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk memperabukan persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih mempunyai kekuatan yang menyeramkan bagi yang mencoba melawannya, maka mereka pun melaksanakan banyak sekali penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi obyek kebijaksanaan kancil itu ialah istri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya kemudian dilehernya terdapat anting-anting. Sesudah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang sudah siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya hingga ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu lantaran memang berat tubuh Aisyah sangat enteng.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka sudah pergi. Aisyah merasa heran atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut ketika ia berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahwa saya tidak ada dan lantaran itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal lantaran ia melaksanakan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh kemudian ia melihat bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahwa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya perintah menggunakan hijab (jilbab) atas istri-istri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,... istri Rasulullah Aisyah tidak menjawaban.
Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari pasukan yang sudah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang diberistirahat. Para sobat akrab mengira bahwa Aisyah masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah hadir kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan peluang emas ini. Ia membuat kisah bohong yang terkesan menuduh istri Nabi melaksanakan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai menentukan beberapa sobat akrab yang dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahwa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jikalau tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sobat akrab dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang perempuan yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy istri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan tersebut kemudian mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang terjerat dalam kebo hongan itu menyampaikan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun berguncang dengan isu itu. Sementara itu, Aisvah tidak mengetahui sedikit pun wacana hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan RasuhiHah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan fatwa yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menawarkan bahwa kaum Muslim tidak konsekuen dengan iman yang mereka yakini dan secara tidak eksklusif ia juga menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang dikatakan wacana dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang memdiberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan insiden itu di hadapan Aisyah. Namun sikap dia berubah di mana dia tidak lagi menawarkan perhatiannya mirip biasanya ketika Aisyah sakit. Ketika dia menemui Aisyah dan ketika itu ibunya ada di situ, dia berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, pasti saya akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawaban: "Itu tidak ada masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang bahwasanya terjadi padanya. Sesudah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan wacana dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami ialah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawaban ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu para perempuan keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, saya keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kamu sudah mendengar suatu diberita wahai putri Abu Bakar?" Aku bertanya, "diberita apa itu?" Lalu ia memdiberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawaban: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, saya tidak bisa memenuhi hajatku." kemudian saya pulang. Demi Allah, saya tetap menangis sampai-sampai saya mengira bahwa tangisanku akan merusak jantungku dan saya berkata kepada ibuku, gampang-gampangan Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara perihalku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali perempuan yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jikalau ia mempunyai istri-istri yang lain (madunya) kecuali perempuan itu akan diterpa oleh banyak sekali isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan memberikan pembicaraannya pada mereka dan saya tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti saya melalui keluar gaku dan mereka menyampaikan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, saya tidak mengenal mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka menyampaikan hal itu pada seorang lelaki yang saya tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah spesialuntuk melontarkan kebanggaan dan berkata: "Ya Rasulullah saya tidak mengenal istrimu kecuali dalam kebaikan dan diberita ini spesialuntuk kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak perempuan yang lain yang sanggup kamu percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, kemudian Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil berkata: "jujur lah kepada Rasulullah saw," kemudian perempuan itu berkata: "Demi Allah, saya tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pemah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu saya sedang membikin campuran roti kemudian saya memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah terpulas dan hadirlah kambing kemudian campuran itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian hadirlah kepadaku Rasulullah saw dan ketika tu saya bersama kedua orang tuaku dan seorang perempuan dari kaum Anshar. Aku menangis dan perempuan itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk kemudian memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh engkau sudah mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang wacana dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jikalau engkau sudah melaksanakan keburukan mirip yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah SWT lantaran sesungguhnya Allah SWT mendapatkan taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain spesialuntuk kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali tidak mirip yang mereka katakan," kemudian saya menunggu kedua orang tuaku untuk menyampaikan wacana diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi Allah saya merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi saya spesialuntuk berharap biar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya saya darinya."
Aisyah berkata: "Ketika saya tidak melihat kedua orang tuaku berbicara saya berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawaban apa yang dikatakan Rasuullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawaban." Aku mengetahui bahwa saya bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah lantaran sesungguhnya Allah SWT sudah menurunkan ayat yang membebaskan engkau dari tuduhan itu," kemudian saya berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian dia keluar menemui para sobat akrab dan membacakan kepada mereka ayat diberikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa diberita bohong itu ialah dari golongan engkau juga. Janganlah engkau kira bahwa diberita bohong itu jelek bagi engkau. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat jawaban dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil pecahan yang terbesar dalam penyiaran diberita bohong itu, maka baginya azab yang besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk memberikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologis menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahwa mereka harus menggunakan cara gres lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki pergulatan menentang peperangan fisik. Peperang Khandaq termasuk teladan peperangan fisik yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta-pendeta Yahudi berfatwa bahwa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan spesialuntuk layak ditujukan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada fatwa Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu tentara. Akhirnya, diberita itu hingga ke Nabi saw. Beliau tidak heran ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu—padahal mereka mempunyai azas agama yang menyeru kepada tauhid—bersama kaum musyrik menentang agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahwa perjanjian sudah lama membelenggu orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari sudah menjauhkan antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah yang rusak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu ialah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi saw menyadari bahwa dia kini menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memdiberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berpikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu dia keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk ancaman tidak sama dan tentu pikiran Nabi pun berubah lantaran mengikuti perbedaan ancaman itu.
Kemudian dia mengadakan pertemuan militer bersama para tentaranya. Beliau ingin mendengar banyak sekali usulan wacana bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan biar Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang mirip bendungan alami yang sanggup menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan bisa melewatinya dan kaum Muslim sanggup mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-mula usulan itu terkesan agak tidak mungkin diwujudkan namun pada hasilnya Nabi menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, dia mengetahui bahwa situasi cukup genting dan karenanya ia menuntut usaha keras untuk sanggup melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sobat akrab untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan ketika itu trend hambar di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun eksklusif untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa sanggup menuntaskan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka mencicipi kelaparan lantaran belum sempurnanya harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan hadirnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah menjelma jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghantam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian bertebaranlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukankafir mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang sudah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka sanggup menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya ia ialah peperangan urat syaraf. Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketiha mereka hadir kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketiha tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak hingga ke tenggorokan dan engkau menyangka terhadap Allah dengan majemuk persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang dahysat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin jelek di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana pikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memdiberitahu biar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang sudah melaksanakan kewajiban mereka dan sudah membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak mempunyai apa-apa selain doa dan Allah SWT-lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajibannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa dipahami. Para penyerang menyadari bahwa mereka sebenamya sudah kalah di mana mereka sudah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak mempersembahkan hasil apa pun. Mereka sudah mencurahkan banyak sekali upaya namun tanpa mempersembahkan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian hadirlah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam sepetang itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking petangnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang bisa melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya lantaran saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw hadir menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak bisa melihatnya meskipun dia berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawaban: "Aku ialah Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, engkau Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya lantaran ia khawatir jikalau ia berdiri ia akan tidak bisa lantaran saking dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku kehilangan diberita penting wacana keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam mencicipi ketakutan di mana ia tidak bisa menahan cuaca yang begitu dingin, kemudian bagaimana ia sanggup berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan mereka kemudian kembali kepada Nabi saw dengan membawa diberita wacana mereka. Hudaifah berdiri dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw mempersembahkan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan intel malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak melaksanakan tindakan apa pun selain mendapatkan diberita dan kembali. INI kiprah utamanya. Hudaifah hingga di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di akrab api itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil mengulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu ialah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim sanggup merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya biar ia tidak melaksanakan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi ketika ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian lantaran saya pun akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya kemudian mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa diberita mundumya pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar insiden penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga dia keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu sudah mengkhianati peijanjian mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh lantaran itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan biar para sobat akrab tidak melaksanakan salat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahwa perintah tersebut berarti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan abadiahan pahit kemudian mereka hadir kepada Sa'ad bin Mu'ad biar ia memutuskan kasus mereka. Sa'ad ialah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus ialah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahwa mereka sanggup memanfaatkan korelasi yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahwa tokoh mereka akan mempersembahkan keentengan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di kemahnya lantaran terkcna panah kauni Ahzab. Sebagian kaunmya membujuknya biar ia bersikap baik terhadap orang-orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang Yahudi membujuknya biar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad menyampaikan pernyataannya yang terkenal: "Telah datang waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan aturan sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan biar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh engkau sudah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahwa perantaraan, permintaan, harapan, dan menjaga banyak sekali pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah ialah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan banyak sekali kebijaksanaan kancil mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh lantaran itu, kini sudah datang saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih akung.
Demikianlah kaum Yahudi dimembersihkankan dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergulatannya. Puncak dari usaha politiknya ialah perjanjian yang dia lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka hingga di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mau melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sobat akrab berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jikalau hari ini orang Quraisy membuat suatu planning dan mereka meminta biar saya menyambung tali silaturahmi pasti saya akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sobat akrab biar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim diberistirahat di sana dengan keinginan mereka sanggup memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah sudah memutuskan biar tak seorang pun dari kaum Muslim sanggup memasukinya. Semua kaum Quraisy sudah keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw kemudian dia memdiberitahu mereka bahwa dia tidak hadir untuk berperang namun dia ingin melaksanakan urnrah sebagai bentuk kebanggaan dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah memutuskan untuk melaksanakan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan biar tidakboleh hingga kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy kemudian Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia memberikan syarat-syarat perjanjian yang pada dasarnya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui tiruana syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahwa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum Muslim ialah bahwa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan sobat dekatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya dia bersikap demikian. Para sobat akrab menyaksikan dia pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan dia tidak kembali kecuali membawa diberita persetujuan dengan perjanjian yang di prakarsai orang-orang musyrik, dan dia pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sobat akrab bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw spesialuntuk mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus mendapatkan penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita ketika ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa kita mendapatkan syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar banyak sekali protes yang disampaikan para sobat dekatnya, Rasul saw justru memberikan jawabanan yang unik bagi mereka di mana dia berkata: "Aku ialah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan saya tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia-nyiakan aku." Makna dari kalimat dia adalah, "taatilah apa yang sudah saya lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari memutuskan bahwa perjanjian yang mengakibatkan pro dan kontra di tengah-tengah sobat akrab itu justru membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy sudah memseriuskan tiruana kelihaian-nya biar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun pesan tersirat Nabi saw justru bisa mencapai pengelihatan yang tidak sanggup dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika ketika ini perjanjian tersebut tampak membawa abadiahan bagi kaum Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru menhadirkan kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr ialah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib ialah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata, saya tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "melaluiataubersamaini nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu tidak berarti sama sekali lantaran tidak ada perbedaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini ialah negosiasi antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata: "Seandainya saya bersaksi bahwa engkau ialah utusan Allah pasti saya tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "INI kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu ialah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap ketika itu. Alhasil, tiruananya terjadi dengan ide dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahwa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing mereka mempersembahkan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jikalau terdapat di antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam kemudian ia hadir kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jikalau ada orang yang murtad dari sobat akrab Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahwa orang-orang Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jikalau pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka dia sanggup memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu dia harus meninggalkannya. Persyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu insiden yang menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy meminta proteksi kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera berdiri menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim biar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung penderitaan lantaran Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang tampaknya suatu jalan keluar dan kelapangan. Nabi memahamkannya bahwa dia sudah mengadakan suatu peijanjian dengan kaum Quraisy dan bahwa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam keadaan tersiksa. Kemudian Selesailah penanhadiranan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak kaum musyrik. Sesudah penanhadiranan perjanjian itu, Rasulullah saw memerintahkan para sobat dekatnya biar mereka memotong binatang kurban dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun berdiri menyambut perintah tersebut, kemudian dia mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak diam lantaran ketegangan dan kesedihan, dia menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan dia tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para sobat akrab mengetahui bahwa Nabi saw tampak murka dan sudah menlampaui mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka berdiri untuk menyembelih kurban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menawarkan bahwa negosiasi tersebut tidak mirip yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan abadiahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh semenjak mereka menanhadirani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar diberita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berAllah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat acara kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan acara di mana mereka berhasil menarikdanunik orang-orang yang masih mempunyai kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penanhadiranan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahwa ketika Rasul saw keluar ke Hudaibiyah dia dikawani dengan seribu empat ratus Muslim namun ketika dia keluar pada tahun penaklukan kota Mekah dia disertai dengan sepuluh ribu Muslim. Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari negosiasi tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini ialah dikarenakan pesan tersirat sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam pergulatan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum Muslim kini sudah menjelma syarat-syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya lantaran Allah SWT sudah memampukan Islam darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia sanggup lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia sanggup hidup laksana duri di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada dia biar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang sudah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi savv.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergulatan yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan dia yang pribadi sekali pun tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw berkeluargai sembilan orang istri. Perkawinan dia dengan sembilan istri tersebut ialah keistimewaan pribadi yang spesialuntuk dia miliki lantaran bekerjasama dengan sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk berkeluargai empat orang istri dengan syarat jikalau yang bersangkutan bisa membuat keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk spesialuntuk puas dengan satu istri jikalau seorang Muslim khawatir tidak sanggup berbuat adil.
Kaum orentalis dan musuh-musuh Islam mencoba untuk menghina Nabi dan memojokkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan ialah perkawinan dia dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahwa pernikahan-pernikahan dia terealisasi dengan sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang bekerjasama dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari sejarah Nabi saw ialah bahwa dia berkeluarga dengan Sayidah Khadijah ketika dia berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah dia tidak berkeluargai istri yang lain hingga Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau berkeluargai Khadijah sebelum dia diutus untuk membuatkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah hingga ia meninggal dan dia diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih akungnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT tiruana itu memaksanya untuk berkeluarga lebih dari satu orang istri hingga mencapai sembilan orang istri. Perkawinan dia dengan Aisyah yang ketika itu masih belia ialah usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkawinan dia dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang bagus ialah usaha dia untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga berkeluarga dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan perempuan itu mencicipi penderitaan bersama dia ketika hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi banyak sekali duduk kasus kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkavvinan dia dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman perempuan itu dan kemuliannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. Sementara itu, komitmen nikah dia dengan Zainab bin Jahasy ialah ujian berat bagi dia di mana perintah komitmen nikah itu hadir dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Makara ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa gembira dengan nasab yang dimilikinya yang karenanya ia menolak ketika ditawari untuk berkeluarga dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang sudah dia bebaskan, bahkan nasabnya sudah dia nisbatkan kepada dirinya dan dia sudah mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab hasilnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia berkeluarga dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya sudah menetaphan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain wacana urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhahai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia sudah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak tiruanla tampak terang bahwa komitmen nikah tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan tipe lelaki yang bisa menahan kehidupan bersama seorang perempuan yang hatinya jauh darinya. Zaid hadir kepada Nabi saw guna mengadu kepada dia dan meminta izin untuk menceraikan istrinya. Allah SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya biar membiarkan Zaid menceraikan istrinya, kemudian hendaklah dia berkeluargainya. Nabi saw mencicipi kesusahan yang luar biasa dan dia berbicara kepada Zaid biar ia terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan insan kepadanya bahwa ia berkeluargai istri dari anaknya tetapi apa yang dikhawatirkan oleh Nabi saw justru ialah sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh lantaran itu, Zaid sanggup mencerai istrinya kemudian Nabi sanggup berkeluargai Zainab untuk memutuskan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw bisa bersabar dan menahan diri ketika mendengar banyak sekali ocehan yang akan dikatakan oleh insan kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang dia persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika engkau berkata kepada orang yang Allah sudah melimpahkan nikmat kepadanya dan engkau (juga) sudah memdiberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan engkau takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berrhak engkau takuti. Maka tatkala Zaid sudah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia supaya tidak ada heberatan bagi orang-orang mukmin untuk (berkeluargai) istri-istri belum dewasa angkat mereka, apabila belum dewasa angkat itu sudah menuntaskan keperluannya dari istrinya. Dan ialah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS. al-Ahzab: 37)
Pemikahan dia dipenuhi dengan unsur politik dan usaha untuk membuatkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan keterasingan dan kekhawatiran dalam membela agama Allah SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan fatwa Islam dan spesialuntuk menentang ayahnya ialah nilai lebih yang mengakibatkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya ketika ia sudah menjadi istri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat pulas Nabi kemudian Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempt pulas itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai membenciku?" melaluiataubersamaini penuh keberaniaan ia menjawaban: "Ini ialah tempat pulas Rasulullah saw dan engkau ialah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay ialah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan abadiahan ketika berhadapan dengan kaum muslim kemudian kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pemikahan Nabi dengan kedua perempuan itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai permintaan biar kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan dia mengisyaratkan kepada kaum Muslim biar mereka menawarkan persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam ialah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw berkeluargai wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud biar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka sanggup masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian dia berkeluarga dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis sudah mempersembahkannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu ialah simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masehi dan sebagai bentuk aturan bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya komitmen nikah dengan wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam mempersembahkan anak kepada Nabi saw yang berjulukan Ibrahim, nama dari kakeknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal ketika masih menyusu. Kematiannya ialah ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahwa pewaris-pewaris Rasul dari kaum laki-laki ialah para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan belum dewasa dari sulbinya.
Salah jikalau ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun dia lebih menentukan untuk mencicipi penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jikalau ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di zamannya.
Kehidupan dia di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa sehingga sebagian istrinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya mirip keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan sebagian istrinya bersatu untuk meminta kepada dia biar dia menambah nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan istri-istrinya, kemudian tersebarlah isu yang menyatakan bahwa dia sudah menceraikan tiruana istrinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat yang mempersembahkan pilihan kepada istri-istri Nabi untuk tetap menjadi istri dia atau diceraikannya). Turunlah Al-Qur'an al-Karim mempersembahkan pilihan pada istri-istri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau mendapatkan perceraian. Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: 'Jika engkau sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kudiberikan kepadamu mut'ah dan saya ceraikan engkau dengan cara yang baik. Dan jikalau engkau sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah pergulatan di rumah Rasul saw. Akhirnya, istri-istri dia menentukan kehidupan zuhud dan bersabar serta darul abadi daripada kehidupan dunia. Permintaan istri-istri nabi tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw ialah teladan bagi seluruh umat, lantaran itu dia harus menjadi teladan bagi umat sehingga dia sanggup menjadi cermin tertinggi yang layak diemban oleh seorang yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT sudah membalas pengorbanan istri-istri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya ialah ibu-ibu mereka." (QS. al-Ahzab: 6)
Dan, sebagai penegasan terhadap keibuan spiritual ini, Islam mewajibkan hijab yang teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diberlakukan mirip itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para penguasa di mana dia ingin menawarkan universalitas fatwa Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, kemudian dia mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan dia mengutus utusan ke Amir Basrah pecahan dari wilayah Romawi dan mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan dia juga mengirim surat ke penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan dia juga menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu banyak sekali reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara mereka ada yang berusaha memberikan kepada pembawa surat bahwa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawabanan yang baik, dan di antara mereka ada yang mendapatkan kebenaran. Demikianlah hari silam dalam pergulatan yang tidak pernah padam, suatu pergulatan yang dipimpin oleh Nabi sehingga dia menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, insan masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bodong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada dia wahyu di Arafah sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini sudah Ku-sempurnakan untuk engkau agamamu, dan sudah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan sudah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa bahwa sudah datang waktunya untuk mengakhiri misi Rasul-Nya. Aisyah berkata kepada belum dewasa yang berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian lantaran Rasulullah saw sedang sakit." Anak-anak itu pun bengong dan mereka mencicipi ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa dia lakukan.
Mereka memperhatikan bahwa kepucatan yang guah menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah dia dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja dia tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau mencicipi keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah menidurkan dia di atas ranjangnya yang garang dan Aisyah meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala dia tampak gerah lantaran saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau mencicipi sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah kemudian dia terpulas. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw banyak sekali gambar hidup: Jibril turun kepada dia dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau sudah melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang kini tampak mirip mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang menlampauinya tampak mirip gambar yang spesialuntuk dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw sudah berhasil melalui banyak sekali penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan dia tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan iman kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian dia bangun lantaran melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil dia sendiri berusaha melawan rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan dia kembali memejamkan matanya dan tidak sadarkan diri. Apa gerangan yang mengakibatkan Aisyah menangis? Tidakkah Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan penyucian Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan konkret melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah yang ketika itu bersekutu dengan kaum Muslim dan hasilnya mereka membunuh tiruana sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian dia berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana tiruana pasukan sudah siap, dan tentara Muslim turun dari pegunungan Mekah laksana air bah yang tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; sudah lewatiah masa di mana Rasulullah saw memimpim pasukan yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan dia menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram kemudian dia berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan banyak sekali patung yang berbaris di sekitarnya, kemudian dia memukulnya dengan kampaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan hancur. Sesudah dia memmembersihkankan masjid dari banyak sekali patung dan mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah tauhid yang mutlak, dia menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu salat, kemudian Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan. Penduduk Mekah mende-ngarkan panggilan gres ini di mana gemanya berputar-putar di antara pegunungan:
"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan salat. Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliannya. Kemudian lagi-lagi arus banyak sekali gambar terlintas dalam memorinya: itulah peperangan Hunain dengan abadiahannya, kemenangannya, dan ganimahnya; Itulah Nabi saw yang mempersembahkan ganimah terhadap orang-orang yang bergabung dengan Islam spesialuntuk dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah untuk memdiberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang sudah mempersembahkan segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw sudah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan memdiberitahunya bahwa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad menjawaban: "Mereka protes ketika engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk kasus yang penting ini dan jikalau kalian sudah berkumpul, maka diberitahulah aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum Anshar kemudian ia memdiberitahu Rasul saw bahwa ia sudah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah saya hadir kepada kalian ketika kalian dalam keadaan sesat kemudian Allah SWT mempersembahkan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir kemudian Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan kemudian Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawaban: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak menjawaban wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabannya. Sungguh segala karunia spesialuntuk milik Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mau pasti kalian akan menyampaikan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau hadir kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau hadir dalam keadaan miskin kemudian kami menghiburmu dan engkau hadir dalam keadaaan ketakutan kemudian kami mengamankanmu dan engkau hadir dalam keadaan teraniaya kemudian kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan karunia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah kalian akan murka terhadap harta yang sudah saya diberikan kepada suatu kaum dengan keinginan biar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru melupakan karunia yang sudah Allah SWT diberikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika insan pergi untuk melaksanakan perjalanan di trend hambar sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya insan melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain pasti saya akan melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan belum dewasa kaum Anshar dan cucu kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut menanggis sehingga jenggot mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pertolongan Rasulullah saw." Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahwa Muslim yang hakiki di dunia ialah seorang yang hadir di dunia untuk memdiberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw terbangun dan dia mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh dia meningkat lantaran demam, kemudian dia memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang sanggup digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada Rasulullah saw hingga demam dia berangsur-angsur sedikit menurun. Tampak bahwa waktu silam cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin meningkat.
Beliau mulai merasa bahwa tidak bisa lagi untuk salat bersama para sobat dekat, kemudian dia memerintahkan Abu Bakar untuk salat bersama mereka. Pada ketika Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan pulas, dia selalu berpikir apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau sudah memberikan segala sesuatu dan sudah mengajari mereka segala sesuatu serta sudah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk dan banyak sekali nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang didiberikan kepada kaum musyrik dan mereka sudah dihentikan untuk memasuki Masjidil Haram dan kini Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid ketika mereka menuju Baitul Haram dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka menghidupkan memori kakek mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai mencicipi bahwa kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahwa kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai-nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Sesudah berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, dia bertanya kepada mereka: "Apakah saya sudah memberikan amanat Tuhan?" Lalu insan yang hadir ketika itu menyatakan bahwa dia benar-benar sudah memberikan dakwah. Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada insan di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka.
Kemudian dia berwasiat kepadaa Mu'ad ketika ia menunggangi kendaraannya sedangkan Rasulullah saw beijalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku ialah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw ialah rahmat bagi tiruana insan dan sebagal cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam namun dia menolak segala bentuk penampilan yang biasa menempel pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada para sobat dekatnya: "Aku spesialuntuk seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui sekelompok sobat dekatnya kemudian sebagai bentuk penghormatan kepada dia mereka berdiri. Kemudian dia memerintahkan kepada mereka biar tidak berdiri. Ketika dia keluar untuk menemui sobat dekat-teman dekatnya dan anakdidik-anakdidiknya, maka dia duduk bersama mereka di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat berteman akrab dan ramah dengan para sobat dekatnya, bahkan dia bercanda dengan belum dewasa mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang cukup umur maupun anak-anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau mendapatkan alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau menlampaui orang yang dijumpainya dengan salam bahkan dia menlampaui berjabat tangan dengan para sobat dekatnya.
Ketika seseorang hadir untuk menemuinya ketika dia salat, maka dia mempersingkat salatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Sesudah menuntaskan keperluan manusia, dia kembali menuntaskan shalatnya. Beliau selalu menebar senyum kepada mitra dan lawan dan mempunyai kepribadian yang paling baik. Ketika dia berada di rumahnya, dia melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki sandalnya dan memdiberi minum unta. Beliau makan bersama pemmenolong. Beliau memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang miskin. Bahkan kebaikan dia dan kasih akungnya hingga pada tingkat di mana dia membiarkan cucunya menaiki punggungnya ketika dia sedang shalat.
Kasih akung dia tidak spesialuntuk terbatas kepada insan bahkan juga tertuju pada binatang dan pohon. Beliau memdiberi makan binatang dengan tangannya sendiri bahkan dia pernah merawat anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan Islam ketika berperang demi menegakkan keadilan Islam biar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum perempuan dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan spesialuntuk suatu undang-undang yang mengatur korelasi antara insan dan insan yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan spesialuntuk meliputi suatu sistem untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kemajuannya, ini tiruana ialah hal relatif namun dia hadir dengan membawa peradaban yang awet yang mengatur korelasi antara insan dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga tiruana berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, dia masih sibuk mengurusi masa depan dakwah dan dia sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat peduli dengan problema kaum Muslim. Beliau khawatir suatu ketika Islam spesialuntuk tinggal namanya namun hakikatnya sudah lenyap. Namun sebelum dia meninggal, Allah SWT sudah menunjukkan kepada dia sesuatu yang membuat hati dia menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, dia kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai.
Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sobat akrab yang setia bersamamu.

<< Kisah Nabi & Rosul

0 komentar

Posting Komentar