Selasa, 12 Februari 2019

Kisah Nabi Ismail As



Ismail berusia belia ketika memulai perjalanannya menuju Allah SWT. Ibunya membawanya dan menidurkannya di atas tanah, yaitu tempat yang kini kita kenal dengan nama sumur zamzam dalam Ka'bah. Saat itu tempat yang dihuninya sangat tandus dan belum terdapat sumur yang memancar dari bawah kakinya. Tidak ada di sana setetes air pun. Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya yang kecil. "Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi dan membiarkan kami di lembah yang kering ini?" Kata Hajar. "Wahai Ibrahim di mana engkau akan pergi dan membiarkan kami? Wahai Ibrahim ke mana engkau akan pergi?" Si ibu mengulang-ulang apa yang dikatakannya. Sedangkan Nabi Ibrahim membisu dan tidak menjawaban. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana perasaan Nabi Ibrahim ketika meninggalkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ada di alamnya tumbuh-tumbuhan dan minuman. Namun Allah SWT sudah memerintahkannya untuk tinggal di lembah itu. melaluiataubersamaini lapang dada Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT.
Dalam kisah-kisah israiliyat (kisah-kisah tiruan yang dibentuk oleh Bani Israil) disebutkan bahwa istri pertamanya, Sarah, tampak cemburu pada Hajar, istri keduanya, sehingga karenanya Nabi Ibrahim harus menjauhkannya beserta anaknya. Kami percaya bahwa kisah ini tiruan dan penuh dengan kebohongan. Jika kita mengamati kepribadian Nabi Ibrahim, maka kita mengetahui bahwa dia tidak akan menerima perintah dari seorang pun selain Allah SWT.
Kami tidak meyakini bahwa dia terperangkap dalam perasaan kecemburuan feminisme dan kami juga tidak percaya bahwa dia sengaja membangkitkan perasaan ini. Kami tidak mengira bahwa langsung Sarah yang mulia akan terpedaya dengan perilaku egoisme. Bukankah ia sendiri yang berkeluargakan Nabi Ibrahim dengan Hajar, pemmenolongnya biar ia mendapatkan keturunan? Ia menyadari bahwa dirinya perempuan bau tanah dan mandul. Ia sendiri yang berkeluargakannya dan memmenolong pelaksanaannya. Ia sudah mempersembahkan dan mengabdikan dirinya kepada seorang lelaki yang hatinya tiada dipenuhi dengan cinta kepada siapa pun kecuali cinta kepada Penciptanya.
Allah SWT berfirman tentang Sarah dan Hajar:
"Rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas engkau, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. (QS. Hud: 73)
Jadi, masalahnya yaitu bukan masalah kecemburuan antara sesama wanita, namun ia yaitu kiprah yang diperintahkan oleh Allah SWT yang di dalamnya tersembunyi hikmah-Nya. Barangkali Sarah lebih heran daripada Hajar ketika Nabi Ibrahim memerintahkannya untuk membawa anaknya Ismail dan mengikutinya. "Ke mana engkau hai Ibrahim pergi?" Mungkin pertama-tama Hajar yang bertanya kepadanya dan mungkin juga Sarah yang bertanya. Nabi Ibrahim spesialuntuk melongo dan kesudahannya kedua perempuan itu pun juga terdiam.
Di sana terdapat pesan yang tersirat yang tersembunyi di mana Nabi Ibrahim tidak mengetahuinya dan Allah SWT tidak menunjukan kepadanya. la tidak mengetahui hai itu sebagaimana mereka berdua juga tidak mengetahuinya. Makara kedua-duanya spesialuntuk melongo sebagai bentuk adab dari istri-istri nabi. INI Hajar yang sendirian bersama anaknya di lembah yang terasing dan tandus, di mana ia tidak mengetahui belakang layar di balik tempat itu. INI Ismail yang memulai perjalanannya menuju Allah SWT ketika masih menyusui. Ia mengalami ujian ketika masih kecil dan juga ujian bagi ayahnya, di mana ia mendapatkan seorang anak ketika sudah tua. Nabi Ibrahim menyadari bahwa insan tidak mempunyai sesuatu pun dalam dirinya. Dan seseorang yang cinta kepada Allah SWT akan mempersembahkan dirinya kepada Allah SWT dan akan mempersembahkan apa yang disukai oleh dirinya kepada Allah SWT tanpa harus diminta. Itu yaitu aturan cinta yang dalam. Kami tidak percaya bahwa Nabi Ibrahim mengetahui mengapa ia harus meninggalkan Ismail dan ibunya di tempat itu. Kami tidak mengira bahwa Allah SWT sudah memdiberitahunya. Allah SWT spesialuntuk menurunkan perintah dan Ibrahim spesialuntuk menaatinya. Di sinilah tampak kerasnya ujian dan kesusahannya. Di sinilah cinta yang paling dalam diungkapkan, dan di sinilah cinta yang murni dituangkan.
Allah SWT menguji kekasih-Nya Ibrahim dengan suatu ujian yang sangat keras, di mana umumnya para orang bau tanah berat sekali melakukannya. Bukan berarti bahwa cinta Allah SWT kepada Ibrahim dan cinta Ibrahim kepada-Nya menyebabkan Ibrahim tidak mempunyai perasaan kemanusiaan. Kekuatan cintanya pada Allah SWT justru menyebabkan sebagai lautan dari perasaan kemanusiaan, bahkan lautan yang tidak bertepi. Perasaan dia terhadap Ismail lebih besar, lebih lembut, dan lebih akung dari perasaan ayah mana pun terhadap anaknya. Meskipun demikian, dia rela meninggalkannya di tempat yang tandus alasannya yaitu Allah SWT memerintahkan hal tersebut. Terjadilah pergulatan dalam dirinya namun ia bisa melewati ujiannya dan dia menentukan cinta Allah SWT daripada cinta anaknya.
Ketika Nabi Ibrahim menampakkan kecintaan yang luar biasa dari yang seharusnya kepada anaknya, maka Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelihnya. Allah SWT biar spesialuntuk Dia yang menjadi sentra cinta para nabi-Nya. Barangsiapa yang menyayangi Allah SWT, maka ia pun harus menyayangi kebenaran dan orang yang menyayangi kebenaran yaitu orang memenuhi hatinya dengan cinta kepada Penciptanya semata. Ismail mewarisi kesabaran ayahnya. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT sebelumnya:
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh" (QS. ash-Shaffat: 100)
Allah SWT menjawaban:
"Maka Kami diberi dia kabar bangga dengan seorang anak yang amat sabar." (QS. ash-Shaffat: 101)
Kesabaran yang sama yang terdapat pada ayahnya, kebaikan yang sama, ketakwaan yang sama, dan adat kenabian yang sama pula. Ismail mendapatkan ujian yang pertama ketika dia kecil dan ujian itu berakhir ketika Allah SWT memancarkan zamzam dari kedua kakinya sehingga darinya ibunya minum dan menyusuinya. Kemudian Ismail mendapatkan ujian yang kedua dalam hidupnya ketika ia menginjak masa muda:
"Maka tatkala anak itu hingga (pada umur sanggup) berusaha gotong royong Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku bekerjsama saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawaban: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu: Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'" (QS. ash-Shaffat: 102)
Apa yang Anda kira terhadap jawabanan si anak? Ia tidak bertanya tentang sifat dari mimpi itu, dan ia tidak berdebat dengan ayahnya tentang kebenaran mimpi itu, tetapi yang dikatakannya: "Wahai ayahku laksanakanlah apa yang diperintahkan. "Janganlah engkau gelisah alasannya yaitu saya dan tidakbolehlah engkau menampakkan kesedihan dan keluh-kesah. "Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Demikianlah jawabanan seorang anak yang saleh terha­dap ayahnya yang saleh. Itulah puncak dari kesabaran dari seorang anak dan tentu orang tuanya lebih harus bersabar. Itu bagaikan perlombaan di antara keduanya untuk menguji siapa di antara mereka yang paling sabar. Perlombaan yang tujuannya yaitu meraih cinta Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya ia yaitu seorang yang benar janjinya, dan dia yaitu seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia yaitu seorang yang diridhai di sisi Tuhannya." (QS. Maryam: 54-55)
Baitullah
Ismail hidup di semenanjung Arab sesuai dengan kehendak Al­lah SWT. Ismail memelihara kuda dan terhibur dengannya serta memanfaatkannya untuk keperluannya. Sedangkan air zamzam sangat memmenolong orang-orang yang tinggal di kawasan itu. Kemudian sebagian kafilah menetap di situ dan sebagian kabilah tinggal di tempat itu. Nabi Ismail tumbuh menjadi sampaumur dan berkeluarga. Lalu ayahnya, Nabi Ibrahim, mengunjunginya dan tidak menemukannya dalam rumah namun ia spesialuntuk mendapati istrinya. Nabi Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan mereka dan keadaan mereka. Istrinya mengadukan padanya tentang kesempitan hidup dan kesusahannya. Nabi Ibrahim berkata padanya: "Jika hadir suamimu, maka perintahkan padanya untuk mengubah gerbang pintunya."
Ketika Nabi Ismail hadir, dan istrinya menceritakan padanya tentang kehadiran seorang lelaki, Ismail berkata: "Itu yaitu ayahku dan ia memerintahkan saya untuk meninggalkanmu, maka kembalilah engkau pada keluargamu." Kemudian Nabi Ismail berkeluargai perempuan yang kedua. Nabi Ibrahim mengunjungi istri keduanya dan bertanya kepadanya tentang keadaannya. Lalu ia menceritakan pada­nya bahwa mereka dalam keadaan baik-baik dan dikaruniai nikmat. Nabi Ibrahim puas terhadap istri ini dan memang ia cocok dengan anaknya. Barangkali Nabi Ibrahim memakai kemampuan spiritualnya dan cahaya yang bisa menyingkap kegaiban yang dimilikinya. Nabi Ibrahim menyiapkan Ismail untuk mengemban kiprah yang besar. Yaitu kiprah yang membutuhkan kerja keras kemanusiaan seluruhnya dan waktunya seluruhnya serta kenyamanannya seluruhnya.
Ismail menjadi besar dan mencapai kekuatannya. Nabi Ibrahim menhadirinya. Tibalah ketika yang sempurna untuk menunjukan pesan yang tersirat Allah SWT yang sudah terjadi dari perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail: "Wahai Ismail, bekerjsama Allah SWT memerintahkan padaku suatu perintah" ketika hadir perintah pada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya, dia menunjukan kepadanya dilema itu dengan gamblang. Dan kini ia hendak mengemukakan perintah lain yang sama biar ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan memmenolongnya. Kita di hadapan perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah yang tidak berkenaan dengan langsung nabi tetapi berkenaan dengan makhluk.
Ismail berkata: "Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu." Nabi Ibrahim berkata: "Apakah engkau akan memmenolongku?" Ismail menjawaban: "Ya, saya akan memmenolongmu." Nabi Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan saya untuk membangun rumah di sini." Nabi Ibrahim mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi di sana.
Selesailah pekerjaan itu. Perintah itu sudah dilaksanakan dengan berdirinya Baitullah yang suci. Itu yaitu rumah yang pertama kali dibangun untuk menusia di bumi. Ia yaitu rumah pertama yang di dalamnya insan menyembah Tuhannya. Dan alasannya yaitu Nabi Adam yaitu insan yang pertama turun ke bumi, maka keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama berkata: "Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melaksanakan thawaf di sekelilingnya ibarat para malaikat yang tawaf di sekitar arsy Allah SWT.
Nabi Adam membangun suatu kemah yang di dalamnya ia menyembah Allah SWT. Adalah hal yang biasa bagi Nabi Adam— sebagai seorang Nabi—untuk membangun sebuah rumah untuk menyembah Allah SWT. Tempat itu dipenuhi dengan rahmat. Kemudian Nabi Adam meninggal dan silamlah era demi era sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya. Maka Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT untuk membangun kedua kalinya biar rumah itu tetap berdiri hingga hari tamat zaman dengan izin Allah SWT. Nabi Ibrahim mulai membangun Ka'bah. Ka'bah yaitu sekumpulan kerikil yang tidak membahayakan dan tidak mempersembahkan manfaat. Ia tidak lebih dari sekadar batu. Meskipun demikian, ia ialah simbol tauhid Islam dan tempat penyucian kepada Allah SWT. Nabi Adam mempunyai tauhid yang tinggi dan Islam yang mutlak. Nabi Ibrahim pun termasuk seorang Muslim yang tulus dan ia bukan termasuk seorang musyrik.
Batu-batu rumah itu sudah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta ketulusannya. Oleh alasannya yaitu itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda akan mencicipi suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam. Terkadang pada kali yang pertama engkau melihat dirimu dan tidak melihat rumah dan pemeliharanya. Dan barangkali engkau melihat rumah pada kali yang kedua namun engkau tidak melihat dirimu dan Tuhanmu. Ketika engkau pergi ke haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat spesialuntuk pemelihara rumah itu. Ini yaitu haji yang hakiki. INI pesan yang tersirat yang pertama dari pembangunan Ka'bah.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): 'Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), bekerjsama Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk dan patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau­lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS. al-Baqarah: 127-129)
Ka'bah terdiri dari batu-batuan yang ada di bumi di mana ia dijadikan pondasi oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Sejarah menceritakan bahwa ia pernah dihancurkan lebih dari sekali sehingga ia pun beberapa kali dibangun kembali. Ia tetap berdiri semenjak masa Nabi Ibrahim hingga hari ini. Dan ketika Rasulullah saw diutus —sebagai bukti pengkabulan doa Nabi Ibrahim—beliau mendapad Ka'bah dibangun terakhir kalinya, dan tenaga yang dicurahkan oleh orang-orang yang membangunnya sangat terbatas di mana mereka tidak menggali dasarnya sebagaimana Nabi Ibrahim menggalinya. Dari sini kita memahami bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mencurahkan tenaga keras yang tidak sanggup ditandingi oleh ribuan laki-laki. Rasullah saw sudah menegaskan bahwa kalau bukan alasannya yaitu kedekatan kaum dengan masa jahiliyah dan kekhawatiran orang-orang akan menuduhnya dengan aneka macam tuduhan kalau dia menghancurkannya dan membangunkannya kembali, pasti dia ingin merobohkannya dan mengembalikannya ke pondasi Nabi Ibrahim.
Sungguh kedua nabi yang mulia itu sudah mencurahkan tenaga keras dalam membangunnya. Mereka berdua menggali pondasi alasannya yaitu dalamnya tanah yang di bumi. Mereka memecahkan batu-batuan dari pegunungan yang cukup jauh dan dekat, kemudian sehabis itu memindahkannya dan meratakannya serta membangunnya. Tentu hal itu memerlukan tenaga keras dari beberapa laki-laki tetapi mereka berdua membangunnya bersama-sama. Kita tidak mengetahui berapa banyak waktu yang dipakai untuk membangun Ka'bah sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang dipakai untuk membuat bahtera Nabi Nuh. Yang penting adalah, bahwa bahtera Nabi Nuh dan Ka'bah sama-sama sebagai tempat sumbangan insan dan tempat yang membawa keamanan dan kedamaian. Ka'bah yaitu bahtera Nabi Nuh yang tetap di atas bumi selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan keselamatan dari kedahsyatan angin angin puting-beliung yang selalu mengancam setiap saat.
Allah SWT tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka'bah. Allah SWT spesialuntuk menceritakan masalah yang lebih penting dan lebih bermanfaa. Dia menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang membangunnya dan doa mereka ketika membangunnya:
"Tuhan kami, terimalah dari hand (amalan kami), bekerjsama Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-Baqarah: 127)
Itulah puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan orang-orang yang taat, ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan orang-orang yang mencintai:
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau." (QS. al-Baqarah: 128)
Sesungguhnya kaum Muslim yang paling agung di muka bumi ketika itu, mereka berdoa kepada Allah SWT biar menyebabkan mereka termasuk orang-orang yang berserah diri pada-Nya. Mereka mengetahui bahwa hati insan terletak sangat erat dengan ar-Rahman (Allah SWT). Mereka tidak akan bisa menghindari muslihat Allah SWT. Olah alasannya yaitu itu, mereka menampakkan kemurnian ibadah spesialuntuk kepada Allah SWT, dan mereka membangun rumah Allah SWT serta meminta pada-Nya biar mendapatkan pekerjaan mereka.
Selanjutnya, mereka meminta Islam (penyerahan diri) pada-Nya dan rahmat yang turun pada mereka di mana mereka memohon kepada Allah SWT biar memdiberi mereka keturunan dari umat Islam. Mereka ingin biar jumlah orang-orang yang diberibadah dan orang-orang yang sujud dan rukuk semakin banyak. Sesungguhnya doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi had seorang mukmin. Mereka membangun rumah Allah SWT dan pada ketika yang sama mereka disibukkan dengan urusan dogma (keyakinan). Itu mengisyaratkan bahwa rumah itu sebagai simbol dari akidah.
"Dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 128)
Perlihatkanlah kepada kami cara ibadah yang Engkau sukai. Perlihatkanlah kepada kami bagaimana kami menyembah-Mu di bumi. Dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Sesudah itu, kepedulian mereka melampaui masa yang mereka hidup di dalamnya. Mereka berdoa kepada Allah SWT:
"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS. al-Baqarah: 129)
Akhirnya, doa tersebut terkabul ketika Allah SWT mengutus Muhammad bin Abdillah saw. Doa tersebut terwujud sehabis melalui masa demi masa. Selesailah pembangunan Ka'bah dan Nabi Ibrahim menginginkan kerikil yang istimewa yang akan menjadi tanda khusus di mana tawaf di sekitar Ka'bah akan dimulai darinya. Ismail sudah mencurahkan tenaga di atas kemampuan insan biasa. Beliau bekerja dengan sangat antusias sebagai wujud ketaatan terhadap perintah ayahnya. Ketika dia kembali, Nabi Ibrahim sudah meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. "Siapakah yang menhadirkannya (batu) padamu wahai ayahku?" Nabi Ibrahim berkata: "Jibril as yang menhadirkannya." Selesailah pembangunan Ka'bah dan orang- orang yang mengesakan Allah SWT serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di sekitarnya. Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya sama dengan doa yang dibacanya sebelumnya, yaitu biar Allah SWT menyebabkan had insan cenderung pada tempat itu:
"Maka jadikanlah hati sebagian insan cenderung kepada mereka. "(QS. Ibrahim: 37)
Karena efek doa tersebut, kaum Muslim mencicipi kecintaan yang dalam untuk mengunjungi Baitul Haram. Setiap orang yang mengunjungi Masjidil Haram dan kembali ke negerinya ia akan mencicipi kerinduan pada tempat itu. Semakin jauh ia, semakin meningkat kerinduannya padanya. Kemudian, hadirlah ekspresi dominan haji pada setiap tahun, maka hati yang penuh dengan cinta pada Baitullah akan segera melihatnya dan rasa hausnya terhadap sumur zamzam akan segera terpuaskan. Dan yang lebih penting dari tiruana itu yaitu cinta yang dalam terhadap Tuhan, Baitullah dan sumur zamzam yaitu, Tuhan alam semesta. Allah SWT berfirman berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail:
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia yaitu seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. " (QS. Ali 'Imran: 67)
Allah SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan dia yang pertama kali menamakan kita sebagai orang-orang Muslim. Allah SWT berfirman:
"Dan Dia sekali-kali tidak menyebabkan untuk engkau dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia sudah menamai engkau sekalian orang-orang Muslim dan lampau. " (QS. al-Hajj: 78).

<< Kisah Nabi & Rosul

0 komentar

Posting Komentar