Selasa, 12 Februari 2019

Kisah Nabi Hud As



Selesailah kisah kaum Nabi Nuh dalam sejarah. Mayoritas di antara mereka yang mendustakan ajarannya sudah dihancurkan oleh topan. Sedangkan minoritas di antara mereka sanggup kembali memakmurkan bumi sebagai wujud dari sunatullah dan janji-Nya: Sedangkan akad Allah SWT kepada Nabi Nuh adalah:
"Dan kesudahan yang baik ialah bagi orang-orang yang takwa." (QS. al-Qashash: 83)
Dan akad Allah SWT juga kepada Nabi Nuh adalah:
"Difirmankan: 'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang diberiman) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada pula umat-umat yang Kami diberi kesenangan pada mereka (dalam hehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami. " (QS. Hud: 48)
Berputarlah roda kehidupan dan hadirlah akad Allah SWT. Sesudah hadirnya topan, tiada yang tersisa dari insan di muka bumi kecuali orang-orang yang diberiman. Tiada satu hati yang kafir pun berada di muka bumi dan setan mulai mengeluhkan pengangguran.
Berlalulah tahun demi tahun, kemudian matilah para orang bau tanah dan anak-anak, dan hadirlah anak dari anak-anak. Manusia lupa akan wasiat Nabi Nuh dan mereka kembali menyembah berhala. Manusia menyimpang dari penyembahan yang semata-mata untuk Allah SWT. Akhirnya, tipuan kuno berulang kembali. Para cucu kaum Nabi Nuh berkata: "Kita tidak ingin melupakan kakek kita yang Allah SWT selamatkan mereka dari topan."
Oleh alasannya itu, mereka membuat patung-patung orang-orang yang selamat itu yang sanggup mengingatkan mereka dengannya. Dan pengagungan ini semakin berkembang generasi demi generasi, namun akhimya penghormatan itu bermetamorfosis penghambaan. Patung-patung itu berubah—dengan bisikan setan—menjadi yang kuasa selain Allah SWT. Dan bumi kembali mengeluhkan kepetangan. Lalu Allah SWT rnengutus junjungan kita Nabi Hud di tengah-tengah kaumnya.
Al-Qur'an menyingkap ceritanya sehabis diutusnya Nabi Hud untuk membawa agama kepada manusia. Nabi Hud berasal dari kabilah yang berjulukan 'Ad. Kabilah ini tinggal di suatu kawasan yang berjulukan al-Ahqaf. la ialah padang pasir yang dipenuhi dengan pegunungan-pegunungan pasir dan tampak dari puncaknya lautan. Adapun kawasan tinggal mereka berupa tenda-tenda besar dan mempuyai tiang-tiang yang besar lengan berkuasa dan tinggi. Kaum 'Ad populer dengan kekuatan fisik di ketika itu, dan mereka juga mempunyai badan yang amat tinggi dan tegak sampai-sampai mereka menyampaikan ibarat yang dikutip oleh Al-Qur'an:
"Mereka berkata: 'Siapakah yang lebih besar lengan berkuasa daripada kami.'" (QS. Fushilat: 15)
Tiada seorang pun di masa itu yang sanggup menandingi kekuatan mereka. Meskipun mereka mempunyai kebemasukan tubuh, namun mereka mempunyai nalar yang petang. Mereka menyembah berhala dan membelanya bahkan mereka siap berperang atas namanya. Mereka malah menuduh nabi mereka dan mengejeknya. Selama mereka menganggap bahwa kekuatan ialah hal yang patut dibanggakan, maka seharusnya mereka melihat bahwa Allah SWT yang membuat mereka lebih besar lengan berkuasa dari mereka. Sayangnya, mereka tidak melihat selain kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada mereka:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah yang tiada yang kuasa lain bagi kalian selain-Nya. " (QS. Hud: 50)
Itu ialah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul. Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang, dan tidak pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau ingin menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang engkau inginkan?" Nabi Hud memdiberitahu mereka bahwa ia spesialuntuk mengharapkan imbalan dari Allah SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun dari mereka selain biar mereka menerangi nalar mereka dengan cahaya kebenaran. Ia mengingatkan mereka ihwal nikmat Allah SWT terhadap mereka. Bagaimana Dia mengakibatkan mereka sebagai khalifah sehabis Nabi Nuh, bagaimana Dia memdiberi mereka kekuatan fisik, bagaimana Dia menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan, bagaimana Dia mengirim hujan kemudian menghidupkan bumi dengannya.
Kaum Hud membuat kerusakan dan mengira bahwa mereka orang-orang yang terkuat di muka bumi, sehingga mereka menampakkan kesombongan dan semakin menentang kebenaran. Mereka berkata kepada Nabi Hud: "Bagaimana engkau menuduh tuhan-tuhan kami yang kami mendapati ayah-ayah kami menyembahnya?" Nabi Hud menjawaban: "Sungguh orang bau tanah kalian sudah berbuat kesalahan." Kaum Nabi Hud berkata: "Apakah engkau akan menyampaikan wahai Hud bahwa sehabis kami mad dan menjadi tanah yang beterbangan di udara, kita akan kembali hidup?" Nabi Hud menjawaban: "Kalian akan kembali pada hari simpulan zaman dan Allah SWT akan bertanya kepada masing-masing dari kalian ihwal apa yang kalian lakukan."
Sesudah mendengar jawabanan itu, meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah guahnya ratifikasi Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik di antara mereka. Manusia akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak dan ketika jasadnya rusak ia akan menjadi tanah kemudian akan dibawa oleh udara dan tanah itu akan beter­bangan, kemudian bagaimana tiruana ini akan kembali ke asalnya. "Kemu­dian apa pengertian adanya hari kiamat? Mengapa orang-orang yang mati akan bangun dari kematiannya?" Hud mendapatkan pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang mulia. Kemudian ia mulai menandakan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia menandakan kepada mereka bahwa kepercayaan insan kepada hari simpulan ialah satu hal yang penting yang berafiliasi dengan keadilan Allah SWT, sebagaimana ia juga sesuatu yang penting yang juga berafiliasi dengan kehidupan manusia.
Nabi Hud menandakan kepada mereka sebagaimana apa yang diterangkan oleh tiruana nabi berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya pesan yang tersirat sang Pencipta tidak menjadi tepat dengan sekadar memulai penciptaan kemudian berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi ini, kemudian sehabis itu tidak ada hal yang lain. Ini ialah masa tenggang yang pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan spesialuntuk menyerahkan lembar jawabanan. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar jawabanan itu, memdiberi nilai, dan menandakan siapa yang berhasil dan siapa yang gagal.
Manusia selama hidup di dunia tidak spesialuntuk mempunyai satu tindakan; ada yang berbuat kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang melampaui batas. Seringkali kita melihat orang-orang lalim pergi dengan bebas tanpa menjalani hukuman. Cukup banyak orang-orang yang jahat namun mereka mendapatkan kemudahan yang glamor dan mendapatkan penghormatan serta kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya akan mengadu dan kepada siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?
Logika keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak selalu menang dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan kejahatan berhasil membunuh dan memperdaya para pejuang kebenaran. Lalu, apakah kejahatan ini silam begitu saja tanpa mendapatkan balasan? Sungguh suatu kelaliman besar terhampar seandainya kita menganggap bahwa hari simpulan zaman tidak pernah terjadi. Allah SWT sudah mengharamkan kelaliman atas diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di antara hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan, hari pembalasan ialah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT. Sebab hari simpulan zaman ialah hari di mana tiruana kasus akan disingkap kembali di depan sang Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT akan memutuskan hukum-Nya di dalam-nya. INI kepentingan pertama ihwal hari simpulan zaman yang berafiliasi eksklusif dengan keadilan Allah SWT.
Ada kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang berafiliasi dengan sikap insan sendiri. Bahwa keyakinan dengan adanya hari akhir, mempercayai hari kebangkitan, perhitungan amal, penerimaan pahala dan siksa, dan kemudian masuk nirwana atau neraka ialah perkara-perkara yang eksklusif berkenaan dengan sikap manusia, di mana serius insan dan had mereka akan tertuju dengan alam lain sehabis alam ini. Oleh alasannya itu, mereka tidak akan terbelenggu oleh kenikmatan dunia, kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk menguasinya. Mereka tidak perlu gelisah ketika mereka tidak berhasil melihat jawaban perjuangan mereka dalam umur mereka yang pendek dan terbatas. melaluiataubersamaini demikian, insan semakin meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya ke roh yang ditiupkan oleh Tuhannya.
Barangkali persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi dunia, nilai-nilainya, dan pertimbangan-pertimbangannya dan ketergantungan dengan nilai-nilai Allah SWT yang tinggi sanggup terwujud dengan adanya keimanan terhadap hari kiamat. Nabi Hud sudah membicarakan tiruana ini dan mereka sudah mendengarkannya namun mereka mendustakannya. Allah SWT menceritakan sikap kaum itu terhadap hari kiamat:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan pertemuan dengan hari simpulan zaman (kelak) dan yang sudah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia: 'Orang ini tidak lain spesialuntuklah insan ibarat engkau, dia, makan dari apa yang engkau, makan, dan meminum dari apa yang engkau minum. Dan sebetulnya kalau engkau sekalian menaati insan yang ibarat engkau, pasti bila demikian itu, engkau benar-benar menjadi orang-orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada engkau sekalian, bahwa bila engkau sudah mati dan sudah menjadi tanah dan tulang belulang, engkau sebetulnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?, jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan tidak lain spesialuntuklah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. " (QS. al-Mu`minun: 33-37)
Demikianlah kaum Nabi Hud mendustakan nabinya. Mereka berkata kepadanya: "Tidak mungkin, tidak mungkin." Mereka keheranan ketika mendengar bahwa Allah SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan. Mereka galau ketika dibe-ritahu bahwa Allah SWT akan mengembalikan penciptaan insan sehabis ia bermetamorfosis tanah, meskipun Dia sudah menciptakannya sebelumnya juga dari tanah. Seharusnya para pendusta hari kebangkitan itu merasa bahwa mengembalikan penciptaan insan dari tanah dan tulang lebih praktis dari penciptaannya pertama kali. Bukankah Allah SWT sudah membuat tiruana makhluk, maka kesusahan apa yang dijumpai-Nya dalam mengembalikannya. Kesusah­an itu diubahsuaikan dengan tolok ukur insan yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur insan tersebut tidak sanggup diterapkan kepada Allah SWT. Karena Dia tidak mengenal kesusahan atau kegampangan. Ketika Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia spesialuntuk sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia spesialuntuk menyampaikan kepa­danya: "Jadilah."Lalu jadilah ia." (QS. al-Baqarah: 117)
Kita juga memperhatikan firman-Nya:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya." (QS. al-Mu^minun: 33)
Al-Mala' ialah para pembesar (ar-Ruasa'). Mereka dinamakan al-Mala' alasannya mereka suka berbicara dan mereka mempunyai kepentingan dalam kesinambungan situasi yang tidak sehat. Kita akan menyaksikan mereka dalam setiap kisah para nabi. Kita akan melihat para pembesar kaum, orang-orang kaya di antara mereka, dan orang-orang elit di antara mereka yang menentang para nabi. Allah SWT menggambarkan mereka dalam firman-Nya:
"Dan yang sudah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. " (QS. al-Mukminun: 33)
Karena imbas kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah impian untuk meneruskan kepentingan-kepentingan khusus, dan dari imbas kekayaan dan kekuasaan, muncullah sikap sombong. Para pembesar itu menoleh kepada kaumnya sambil bertanya-tanya: "Tidakkah nabi ini insan biasa ibarat kita, ia memakan dari apa yang kita, makan, dan meminum dari apa yang kita minum? Bahkan barangkali alasannya kemiskinannya, ia sedikit, makan dari apa yang kita, makan dan ia minum, memakai gelas-gelas yang kotor sementara kita minum dari gelas-gelas yang terbuat dari emas dan perak., maka bagaimana ia mengaku berada dalam kebenaran dan kita dalam kebatilan? Ini ialah insan biasa, maka bagaimana kita menaati insan biasa ibarat kita? Kemudian, mengapa Allah SWT menentukan insan di antara kita untuk mendapatkan wahyu-Nya?"
Para pembesar kaum Nabi Hud berkata: "Bukankah hal yang guah ketika Allah SWT menentukan insan biasa di antara kita untuk mendapatkan wahyu dari-Nya?" Nabi Hud balik bertanya: "Apa keguahan dalam hal itu? Sesungguhnya Allah SWT menyayangi kalian dan oleh karenanya Dia mengutus saya kepada kalian untuk mengingatkan kalian. Sesungguhnya bahtera Nuh dan kisah Nuh tidak jauh dari ingatan kalian. Janganlah kalian melupakan apa yang sudah terjadi. Orang-orang yang menentang Allah SWT sudah dihancurkan dan begitu juga orang-orang yang akan mengingkari-Nya pun akan dihancurkan, sekuat apa pun mereka." Para pembesar kaum berkata: "Siapakah yang sanggup menghancurkan kami wahai Hud?" Nabi Hud menjawaban: "Allah SWT."
Orang-orang kafir dari kaum Nabi Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami akan menyelamatkan kami." Nabi Hud memdiberitahu mereka, bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada hakikatnya justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia menandakan kepada mere­ka bahwa spesialuntuk Allah SWT yang sanggup menyelamatkan manusia, sedangkan kekuatan lain di bumi tidak sanggup menhadirkan mudarat dan manfaat.
Pertarungan antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap kali pertarungan berlanjut dan hari silam, kaum Nabi Hud meningkatkan kesombongan, pembangkangan, dan pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai seorang idiot dan gila. Pada suatu hari mereka berkata kepadanya: "Sekarang kami memahami diam-diam kegilaanmu. Sesungguhnya engkau menghina yang kuasa kami dan yang kuasa kami sudah murka kepadamu, dan alasannya kemarahannya engkau menjadi gila." Allah SWT menceritakan apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:
"Kaum 'Ad berkata: 'Hai Hud, engkau tidak menhadirkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami alasannya perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai engkau. Kami tidak menyampaikan melainkan bahwa sebagian sembahan kami sudah menimpakan penyakit gila atas dirimu. " (QS. Hud: 53-54)
Sampai pada batas inilah penyimpangan itu sudah terjadi pada diri mereka, hingga pada batas bahwa mereka menganggap, bahwa Nabi Hud sudah mengigau alasannya salah satu yang kuasa mereka sudah murka kepadanya sehingga ia terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak membiarkan anggapan mereka bahwa ia gila dan mengigau, naniun ia tidak bersikap emosi tetapi ia memberikan sikap tegas ketika mereka mengatakan: "Dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami alasannya perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai engkau. "
Sesudah tantangan ini tiada lain bagi Nabi Hud kecuali mempersembahkan tantangan yang sama. Nabi Hud spesialuntuk pasrah kepada Allah SWT. Nabi Hud spesialuntuk mempersembahkan peringatan dan bahaya terhadap orang-orang yang mendustakan dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya saya jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu bahwa Sesungguhnya saya berlepas diri dari apa yang engkau persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu tiruananya terhadapku dan tidakbolehlah karnu memdiberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya saya bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu hewan melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Jika engkau berpaling, maka sebetulnya saya sudah memberikan kepadamu apa (amanat) yang saya diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (engkau) dengan kaum yang lain (dari) engkau; dan engkau tidak sanggup membuat mudarat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku ialah Maha Pemelihara segala sesuatu. " (QS. Hud: 54-57)
Manusia akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang lelaki menghadapi kaum yang bernafsu dan keras kepala serta bodoh. Mereka menganggap bahwa berhala-berhala dari kerikil sanggup mempersembahkan gangguan. Manusia sendiri rnampu menentang para tiran dan melumpuhkan keyakinan mereka, serta berlepas diri dari mereka dan dari yang kuasa mereka. Bahkan ia siap menentang mereka dan menghadapi segala bentuk, makar mereka. Ia pun siap berperang dengan mereka dan bertawakal kepada Allah SWT. Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar. Dia-lah yang menguasai setiap makhluk di muka bumi, baik berupa binatang, manusia, maupun makhluk lain. Tidak ada sesuatu pun yang sanggup melemahkan Allah SWT.
melaluiataubersamaini keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada janji-Nya serta merasa hening dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr dari kaumnya. Nabi Hud melaksanakan yang demikian itu meskipun ia sendirian dan mencicipi kelemahan alasannya ia mendapatkan keamanan yang hakiki dari Allah SWT. Dalam pembicaraannya, Nabi Hud menandakan kepada kaumnya bahwa ia melaksanakan amanat dan memberikan agama. Jika mereka mengingkari dakwahnya, pasti Allah SWT akan mengganti mereka dengan kaum selain mereka. Yang demi­kian ini berarti bahwa mereka sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud menandakan kepada mereka, bahwa ia berlepas diri dari mereka dan dari yang kuasa mereka. la bertawakal kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia mengetahui bahwa siksa akan turun di antara para pengikutnya yang menentang. Beginilah aturan kehidupan di mana Allah SWT menyiksa orang-orang kafir meskipun mereka sangat besar lengan berkuasa atau sangat kaya. Nabi Hud dan kaumnya menunggu akad Allah SWT. Kemudian terjadilah masa kering di muka bumi di mana langit tidak lagi menurunkan hujan. Matahari menyengat sangat besar lengan berkuasa hingga laksana percikan-percikan api yang menimpa kepala manusia.
Kaum Nabi Hud segera menuju kepadanya dan bertanya: "Mengapa terjadi kekeenteng ini wahai Hud?" Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya Allah SWT murka kepada kalian. Jika kalian diberiman, maka Allah SWT akan rela terhadap kalian dan menurunkan hujan serta menambah kekuatan kalian." Namun kaum Nabi Hud justru mengejeknya dan malah semakin menentangnya., maka masa kekeenteng semakin meningkat dan menguningkan pohon-pohon yang hijau dan matilah tanaman-tanaman.
Lalu hadirlah suatu hari di mana terdapat awan besar yang menyelimuti langit. Kaum Nabi Hud begitu gembira dan mereka keluar dari rumah mereka sambil berkata: "Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-tiba udara berubah yang tadinya sangat kering dan gerah sekarang menjadi sangat dingin. Angin mulai bertiup dengan kencang. Semua benda menjadi bergoyang. Angin terus-menerus bertiup malam demi malam, dan hari demi hari. Setiap ketika rasa cuek bertambah.
Kaum Nabi Hud mulai berlari. Mereka segera menuju ke tenda dan bersembunyi di dalamnya. Angin semakin bertiup dengan kencang dan menghancurkan tenda. Angin menghancurkan pakaian dan menghancurkan kulit. Setiap kali angin bertiup, ia menghan­curkan dan membunuh apa saja yang di depannya. Angin bertiup selama tujuh malam dan delapan hari dengan mengancam kehidupan dunia. Kemudian angin berhenti dengan izin Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: 'INI awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab yang engkau minta supaya hadir dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya." (QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus;, maka engkau lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seolah-olah mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang sudah kosong (lapuk). " (QS. al-Haqqah: 7)
Tiada yang tersisa dari kaum Nabi Hud kecuali pohon-pohon kurma yang lapuk. Nabi Hud dan orang-orang yang diberiman kepadanya selamat sedangkan orang-orang yang menentangnya binasa.

<< Kisah Nabi & Rosul

0 komentar

Posting Komentar