Rabu, 13 Februari 2019

Kisah Nabi Adam As



Allah SWT berkehendak untuk membuat Nabi Adam. Allah SWT berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menimbulkan khalifah di bumi. " (QS. al-Baqarah: 30)
Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan makna khilafah (perihal menjadi khalifah) Nabi Adam. Ada yang mengatakan, bahwa ia sebagai khalifah dari kelompok insan yang pertama-tama hadir ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan dan menumpahkan darah di dalamnya. Ada yang mengatakan, bahwa ia ialah khalifatullah, dengan pengertian bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam melakukan perintah-perintah-Nya dan hukum-hukum-Nya, lantaran ia ialah utusan Allah yang pertama. Demikianlah yang kami yakini.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah saw ihwal Nabi Adam: "Apakah ia sebagai nabi yang diutus?" Beliau menjawaban: "Benar." Beliau ditanya: "Ia menjadi rasul bagi siapa? Sementara di bumi tidak ada seorang pun?" Beliau menjawaban: "Ia menjadi rasul bagi anak-anaknya."
Tabir penciptaan disingkap di tengah-tengah para malaikat-Nya. Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesung­guhnya Aku hendak menimbulkan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menimbulkan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menum­pahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau ?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui.'" (QS. al-Baqarah: 30)
Berkenaan dengan ayat tersebut, para mufasir mempersembahkan komentar yang beragam. Dalam tafsir al-Manar disebutkan: "Sesungguhnya ayat-ayat ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat yang tidak sanggup ditafsirkan zahirnya. Sebab, dilihat dari ketentuan obrolan (at-Takhathub) ia mengandung konsultasi dari Allah SWT. Tentu yang demikian itu tidak mungkin bagi-Nya. Di samping itu, ia juga mengan­dung pemdiberitahuan dari-Nya kepada para malaikat yang kemudian diikuti dengan penentangan dan perdebatan dari mereka. Hal ibarat ini tidak layak bagi Allah SWT dan bagi para malaikat-Nya. Saya lebih oke untuk mengalihkan makna dongeng tersebut pada sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam tafsir al-Jami' li Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah sudah memdiberitahukan kepada para malaikat-Nya, bahwa jikalau Dia menimbulkan ciptaan di muka bumi maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah." Ketika Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku hendak menimbulkan seorang khalifah di muka bumi, " (QS. al-Baqarah: 30)
Mereka bertanya: "Apakah ini ialah khalifah yang Engkau ceritakan kepada kami bahwa mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, ataukah khalifah selainnya?" Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya para malaikat melalui fitrah mereka yang suci yang tidak membayangkan kecuali kebaikan dan kesucian, mereka menduga bahwa tasbih dan mengultuskan Allah ialah puncak dari segala wujud. Puncak ini terwujud dengan adanya mereka, sedangkan pertanyaan mereka spesialuntuk menggambarkan keheranan mereka, bukan berasal dari penentangan atau apa pun juga."
Kita melihat bagaimana para mufasir diberijtihad untuk menyingkap hakikat, kemudian Allah SWT menyingkapkan kedalaman dari Al-Qur'an pada masing-masing dari mereka. Kedalaman Al-Qur'an sangat mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya dialogis, suatu gaya yang mempunyai imbas yang kuat. Tidakkah Anda melihat bahwa Allah SWT berfirman:
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih ialah asap, kemudian Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: Datanglah engkau keduanya berdasarkan perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawaban: 'Kami hadir dengan suka hati.'" (QS. Fushshilat: 11)
Apakah seseorang membayangkan bahwa Allah SWT berbicara dengan langit dan bumi, dan bumi dan langit pun menjawabannya sehingga terjadi obrolan ini di antara mereka? Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan langit dan bumi sehingga keduanya taat. Allah SWT menggambarkan apa yang terjadi dengan gaya dialogis spesialuntuk untuk meneguhkan dalam pikiran dan menegaskan maknanya serta penjelasannya. Penggunaan gaya dramatis dalam kisah Nabi Adam mengisyaratkan makna yang dalam.
Kita membayangkan bahwa Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia memdiberitahukan kepada malaikat-Nya dengan tujuan biar mereka bersujud kepadanya, bukan dengan tujuan mengambil pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka. Maha Suci Allah SWT dari hal yang demikian itu. Allah SWT memdiberitahukan mereka bahwa Dia akan menimbulkan seorang hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan mempunyai keturunan dan cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakkan di muka bumi dan menumpahkan darah di dalamnya. Lalu para malaikat yang suci mengalami kebingungan. Bukankah mereka selalu bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya, namun mengapa khalifah yang terpilih itu bukan termasuk dari mereka? Apa diam-diam hal tersebut, dan apa pesan yang tersirat Allah dalam duduk kasus ini? Kebingungan melaikat dan cita-cita mereka untuk mendapatkan kemuliaan sebagai khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka ihwal penghormatan Adam dengannya, dan masih banyak segudang pertanyaan yang tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah SWT segera menepis keraguan mereka dan kebingungan mereka, dan membawa mereka menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang engkau tidak ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut mengambarkan keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para malaikat, yang karenanya mereka sanggup berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak Allah. Kita tidak memba­yangkan terjadinya obrolan antara Allah SWT dan para malaikat sebagai bentuk pengultusan terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-Nya. Dan kita meyakini bahwa obrolan terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan dengan cita-cita mereka untuk mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah SWT memdiberitahu mereka bahwa watak mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah SWT dan menyucikan-Nya ialah hal yang sangat mulia di alam wujud, namun khilafah di muka bumi bukan spesialuntuk dilakukan dengan hal itu. Ia membutuhkan huruf yang lain, suatu huruf yang haus akan pengetahuan dan lumrah baginya kesalahan. Kebingungan atau keheranan ini, dia­log yang terjadi dalam jiwa para malaikat sehabis didiberitahu ihwal penciptaan Nabi Adam, tiruana ini layak bagi para malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab, meskipun kedekatan mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka terhadap-Nya serta penghormatan-Nya kepada mereka, tiruana itu tidak menghilangkan kedudukan mereka sebagai hamba Allah SWT di mana mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT dan hikmah-Nya yang tersembunyi, serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab perwujudannya pada sesuatu.
Sesudah beberapa dikala para malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam ialah ciptaan baru, di mana beliau tidak sama dengan mereka yang spesialuntuk bertasbih dan menyucikan Allah, dan beliau pun tidak sama dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya yang spesialuntuk menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya Nabi Adam akan menjadi ciptaan gres dan keberadaannya disertai dengan pesan yang tersirat yang tinggi yang tidak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan Aku tidak membuat jin dan insan kecuali untuk menyembah kepada-Ku." (QS. adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut: "Liya'rifuun" (agar mereka mengenal Aku). Pengetahuan ialah tujuan dari penciptaan manusia. Dan barangkali pendekatan yang terbaik berkenaan dengan tafsir ayat tersebut ialah apa yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Abduh: "Dialog yang terdapat dalam ayat tersebut ialah urusan Allah SWT dengan para malaikat-Nya di mana Dia menggambarkan kepada kita dalam kisah ini dengan ucapan, pertanyaan, dan jawabanan. Kita tidak mengetahui hakikat hal tersebut. Tetapi kita mengetahui bahwa obrolan tersebut tidak terjadi sebagaimana lazimnya yang dilakukan oleh sesama kita, manusia."
Para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan membuat khalifah di muka bumi. Allah SWT memberikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia memdiberitahukan bahwa Dia akan membuat insan dari tanah. Maka ketika Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut ialah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, lantaran sujud ibadah spesialuntuk diperuntukkan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan membuat insan dari tanah.' Maka apabila sudah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; hendaklah engkau bersyukur dengan bersujud kepada­nya. ' Lalu seluruh malikat itu bersujud tiruananya, kecuali Iblis. Dia menyombongkan diri dan beliau termasuk orang-orang yang kafir. " (QS. Shad: 71-74)
Allah SWT mengumpulkan segenggam tanah dari bumi; di dalamnya terdapat yang berwarna putih, hitam, kuning, coklat dan merah. Oleh lantaran itu, insan mempunyai bermacam-macam warna kulit. Allah SWT mencampur tanah dengan air sehingga menjadi tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang didiberi bentuk. Dari tanah inilah Allah membuat Nabi Adam. Allah SWT menyempurnakannya dengan kekuasaan-Nya kemudian meniupkan roh-Nya di dalamnya, kemudian bergeraklah badan Nabi Adam dan tanda kehidupan mulai ada di dalamnya.
Selanjutnya, Nabi Adam membuka kedua matanya dan ia melihat para malaikat tiruananya bersujud kepadanya, kecuali satu makhluk yang berdiri di sana. Nabi Adam tidak tahu siapakah makhluk yang tidak mau bersujud itu. Ia tidak mengenal namanya. Iblis berdiri bersama para malaikat tetapi ia bukan berasal dari golongan mereka. Iblis berasal dari kelompok jin. Allah SWT menceritakan kisah penolakan Iblis untuk sujud kepada Nabi Adam pada beberapa surah. Allah SWT berfirman:
"Allah berfirman: 'Hai Mis, apa yang menghalangi engkau sujud kepada yang sudah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah engkau menyombongkan diri ataukah engkau merasa termasuk orang-orang yang lebih tinggi? 'Iblis berkata: 'Aku lebih baik daripadanya, lantaran Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan beliau Engkau ciptakan dari tanah.' Allah berfirman: 'Maka keluarlah engkau dari surga; sesungguhnya engkau ialah orang yang terkutuk. Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu hingga hari pembalasan.' Mis berkata: 'Ya Tuhanku, ben tangguhlah saya hingga hari mereka dibangkitkan.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang didiberi tangguh, hingga kepada hari yang sudah ditentukan waktunya (hari kiamat).' Iblis menjawaban: 'Demi kekuasaan-Mu, saya akan menyesatkan mereka tiruana, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.'" (QS. Shad: 75-83)
Nabi Adam mengikuti insiden yang terjadi di depannya. Ia mencicipi suasana cinta, rasa takut, dan kebingungan. Nabi Adam sangat cinta kepada Allah SWT yang sudah menciptakannya dan memuliakannya dengan memerintahkan para malaikat-Nya untuk sujud kepadanya. Adam juga merasa takut dikala melihat Allah SWT murka terhadap iblis dan mengusirnya dari pintu rahmat-Nya. Ia mencicipi kebingungan ketika melihat makhluk ini yang membencinya, padahal ia belum mengenalnya. Makhluk itu membayangkan bahwa ia lebih baik dari Nabi Adam, padahal tidak ada bukti yang memberikan bahwa salah satu dari mereka lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
Kemudian alangkah guahnya alasan iblis. Ia membayangkan bahwa api lebih baik dari tanah. Dari mana ia mendapatkan ilmu ini? Seharusnya ilmu ini berasal dari Allah SWT lantaran Dialah yang membuat api dan tanah dan mengetahui mana di antara keduanya yang paling utama.
Dari obrolan tersebut, Nabi Adam mengetahui bahwa iblis ialah makhluk yang menggunakan atribut keburukan dan sifat yang tercela. Ia meminta kepada Allah SWT biar mengekalkannya hingga hari kebangkitan. Iblis tidak ingin mad. Namun Allah SWT mengetahui bahwa ia akan tetap hidup hingga hari yang diten­tukan. Ia akan hidup hingga menjemput ajalnya dan kemudian mati. Nabi Adam mengetahui bahwa Allah SWT sudah melaknat iblis dan sudah mengusirnya dari rahmat-Nya. Akhirnya, Nabi Adam mengetahui musuh awetnya. Nabi Adam galau dengan kenekatan musuhnya dan kasih akung Allah SWT.
Barangkali ada seseorang yang bertanya kepada aku: "Mengapa Anda tidak meyakini terjadi obrolan antara Allah SWT dan para malaikat-Nya dan Anda cenderung menakwilkan ayat-ayat tersebut, sedangkan Anda mendapatkan adanya obrolan antara Allah dan iblis." Saya jawaban: "Sesungguhnya nalar memberikan kita kepada kesimpulan tersebut. Terjadinya obrolan antara Allah SWT dan para malaikat-Nya ialah hal yang tidak mungkin lantaran para malaikat suci dari kesalahan dan dosa dan keinginan-keinginan manusiawi yang selalu mencari ilmu. Sesuai dengan huruf penciptaan mereka, mereka ialah pasukan yang setia dan mulia. Adapun iblis ia terikat dan tunduk terhadap ketentuan agama, dan karakternya sebagai jin mendekati huruf jenis ciptaan Nabi Adam. melaluiataubersamaini kata lain, bahwa jin sanggup diberiman dan sanggup juga menjadi kafir. Sesungguhnya kecenderungan agama mereka sanggup saja tidak berfungsi ketika mereka tertipu oleh kesombongan yang tiruan sehingga mereka mempunyai citra yang salah. Maka dari sisi inilah terjadi dialog. Dialog di sini berarti kebebasan. Tabiat insan dan jin cenderung untuk menggunakan kebebasannya, sedangkan watak para malaikat tidak sanggup menggunakan kebebasan. Nabi Adam menyaksikan secara langsung—sesudah penciptaannya— kadar kebebasan yang Allah SWT diberikan kepada makhluk-Nya yang terkena tanggung jawaban. Terjadinya pelajaran ini di depan Nabi Adam mengandung maksud yang dalam.
Allah SWT tidak pernah mencabut kebebasan yang didiberikan-Nya kepada iblis. Namun pada akhirnya, iblis tetap sebagai hamba yang kafir. Iblis benar-benar menolak untuk sujud kepada Nabi Adam. Allah SWT mengetahui bahwa ia akan menolak untuk sujud kepada Nabi Adam dan akan menentang-Nya. Bisa saja Allah SWT menghancurkannya atau mengubahnya menjadi tanah namun Allah mempersembahkan kebebasan kepada makhluk-makhluk-Nya yang dibebani tanggung jawaban. Dia mempersembahkan kepada mereka kebebasan mutlak sehingga mereka bisa saja menolak perintah-Nya. Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa keingkaran orang-orang kafir dan orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya tidak berarti meng-urangi kebemasukan kerajaan-Nya dan sebaliknya, keimanan orang-orang mukmin dan kepatuhan orang-orang yang taat tidak berarti menambah kebemasukan kekuasaan-Nya. Semua itu kembali kepada mereka.
Adam menyadari bahwa kebebasan di alam wujud ialah ialah karunia yang Allah SWT diberikan kepada makhluk-Nya. Allah SWT mempersembahkan jawaban yang setimpal atas penerapan kebebasan itu. Sesudah mempelajari pelajaran kebebasan, Nabi Adam mempelajari pelajaran kedua dari Allah SWT, yaitu ilmu. Nabi Adam mengetahui bahwa iblis ialah simbol kejahatan di alam wujud. sepertiyang ia mengetahui bahwa para malaikat ialah simbol kebaikan, sementara ia belum mengenal dirinya dikala itu. Kemudian Allah SWT memdiberitahukan kepadanya ihwal hakikatnya, hikrnah penciptaannya, dan diam-diam penghormatannya. Allah SWT berfirman:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. " (QS. al-Baqarah: 31)
Allah SWT memdiberinya diam-diam kemampuan untuk meringkas sesuatu dalam simbol-simbol dan nama-nama. Allah SWT mengajarinya untuk menamakan benda-benda: ini burung, ini bintang, ini pohon, ini awan, dan seterusnya. Nabi Adam mempelajari tiruana nama-nama tersebut. Yang dimaksud dengan nama-nama di sini ialah ilmu dan pengetahuan. Allah SWT menanamkan pengetahuan yang luas dalam jiwa Nabi Adam dan cita-cita yang terus mendorongnya untuk mengetahui sesuatu. Hasrat untuk menggali ilmu dan berguru juga diwariskan kepada anak-anaknya Nabi Adam. INI tujuan dari penciptaan Nabi Adam dan inilah diam-diam di balik penghormatan para malaikat kepadanya. Sesudah Nabi Adam mempelajari nama benda-benda; kekhususannya dan kemanfaatannya, Allah SWT memberikan benda-benda tersebut atas para malaikat-Nya dan berkata:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itujika engkau memang orang-orangyang benar. " (QS. al-Baqarah: 31)
Yang dimaksud ialah kebenaran mereka untuk menginginkan khilafah. Para malaikat memperhatikan sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka, namun mereka tidak mengenali nama-namanya. Mereka mengakui di hadapan Allah SWT ihwal kelemahan mereka untuk menamai benda-benda tersebut atau menggunakan simbol-simbol untuk mengungkapkannya. Para malaikat berkata sebagai bentuk ratifikasi terhadap ketidakmampuan mereka:
"Maha Suci Engkau." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, kami menyucikan-Mu dan mengagungkan-Mu.
"Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang sudah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menge­tahui lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, mereka mengembalikan tiruana ilmu kepada Allah SWT. Allah SWT berkata kepada Adam:
"Hai Adam, diberitahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." (QS. al-Baqarah: 33)
Kemudian Nabi Adam memdiberitahu mereka setiap benda yang Allah SWT tunjukkan kepada mereka dan mereka tidak mengenali nama-namanya:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat itu kemudian berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jikalau engkau memang orang-orang yang benar.' Mereka menjawaban: 'Maha Suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang sudah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: 'Hai Adam, diberitahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.' Maka sehabis didiberitahukannya kepada mereka nama benda-benda itu, Allah berfirman: 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui diam-diam langit dan bumi dan mengetahui apa yang engkau nyatakan dan apa yang engkau sembunyikan?'"(QS. al-Baqarah: 31-33)
Allah SWT ingin berkata kepada para malaikat, bahwa Dia mengetahui keheranan yang mereka tunjukkan, ketika Dia mem­diberitahu mereka ihwal penciptaan Nabi Adam sebagaimana Dia mengetahui kebingungan yang mereka sembunyikan dan sebagai­mana juga Dia mengetahui kemaksiatan dan pengingkaran yang disembunyikan oleh iblis.
Para malaikat menyadari bahwa Nabi Adam ialah makhluk yang mengetahui sesuatu yang tidak mereka ketahui. Ini ialah hal yang sangat mulia. Dan para malaikat mengetahui, mengapa Allah memerintahkan mereka untuk bersujud kepadanya sebagaimana mereka memahami diam-diam penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi, di mana ia akan menguasainya dan memimpin di dalamnya dengan ilmu dan pengetahuan. Yaitu, pengetahuan terhadap Sang Pencipta yang kemudian dinamakan dengan Islam atau iman. Para malaikat pun mengetahui sebab-sebab kemakmuran bumi dan pengubahannya dan penguasaanya, serta tiruana hal yang berkenaan dengan ilmu-ilmu mated di muka bumi.
Adalah hal yang maklum bahwa kesempurnaan insan tidak akan terwujud kecuali dengan pencapaian ilmu yang dengannya insan sanggup mengenal Sang Pencipta, dan ilmu-ilmu yang berkenaan dengan alam. Jika insan berhasil di satu sisi, namun gagal di sisi yang lain maka ia laksana burung yang terbang dengan akup satu di mana setiap kali ia terbang akup yang lain mencegahnya.
Nabi Adam mengetahui tiruana nama-nama dan terkadang ia berbicara bersama para malaikat, namun para malaikat disibukkan dengan ibadah kepada Allah SWT. Oleh lantaran itu, Adam merasa kesepian. Kemudian Adam pulas dan tatkala ia bangun ia mendapati seorang perempuan yang mempunyai mata yang indah, dan tampak penuh dengan kasih akung. Kemudian terjadilah obrolan di antara mereka:
Adam berkata: "Mengapa engkau berada di sini sebelum saya pulas." Perempuan itu menjawaban: "Ya." Adam berkata: "Kalau begitu, engkau hadir di tengah-tengah pulasku?" Ia menjawaban: 'Ya." Adam bertanya: "Dari mana engkau hadir?" Ia menjawaban: "Aku hadir dari dirimu. Allah SWT membuat saya darimu dikala engkau pulas." Adam bertanya: "Mengapa Allah membuat engkau?" Ia menjawaban: "Agar engkau merasa tenteram denganku." Adam ber­kata: "Segala puji bagi Allah. Aku memang mencicipi kesepian."
Para malaikat bertanya kepada Adam ihwal namanya. Nabi Adam menjawaban: "Namanya Hawa." Mereka bertanya: "Mengapa engkau menamakannya Hawa, wahai Adam?" Adam berkata: "Karena ia diciptakan dariku dikala saya dalam keadaan hidup."
Nabi Adam ialah makhluk yang suka kepada pengetahuan. Ia membagi pengetahuannya kepada Hawa, di mana ia menceritakan apa yang diketahuinya kepada pasangannya itu, sehingga Hawa mencintainya. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami berfirman: 'Hai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di nirwana ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang engkau sukai, dan tidakbolehlah engkau dekati pohon ini, yang mengakibatkan engkau termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Kita tidak mengetahui daerah nirwana ini. Al-Qur'an tidak membicarakan tempatnya, dan para mufasir tidak sama pendapat ihwal hal itu. Sebagian mereka berkata: "Itu ialah nirwana yang bakal dihuni oleh insan (jannah al-Ma'wa) dan tempatnya di langit." Namun sebagian lagi menolak pendapat tersebut. Sebab jikalau ia ialah jannah al-Ma'wa maka iblis tidak sanggup memasukinya dan tidak akan terjadi kemaksiatan di dalamnya. Sebagian lagi mengatakan: "Ia ialah nirwana yang lain, yang Allah ciptakan untuk Nabi Adam dan Hawa." Bahkan ada juga yang beropini bahwa ia ialah nirwana (taman) dari taman-taman bumi yang terletak di tem­pat yang tinggi. Dan sekelompok mufasir yang lain menganjurkan biar kita mendapatkan ayat tersebut apa adanya dan menghentikan perjuangan untuk mencari hakikatnya. Kami sendiri sependapat dengan hal ini. Sesungguhnya pelajaran yang sanggup kita ambil berkenaan dengan penentuan tempatnya tidak sedikit pun menyamai pelajaran yang sanggup kita ambil dari apa yang terjadi di dalamnya.
Nabi Adam dam Hawa memasuki nirwana dan di sana mereka berdua mencicipi kenikmatan manusiawi tiruananya. Di sana mereka juga mengalami pengalaman-pengalaman yang berharga. Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di nirwana dipenuhi dengan kebebasan yang tak terbatas. Dan Nabi Adam mengetahui makna kebahagiaan yang ia rasakan pada dikala ia berada di nirwana bersama Hawa. Ia tidak lagi mengalami kesepian. Ia banyak menjalin komunikasi dengan Hawa. Mereka menikmati nyanyian makhluk, tasbih sungai-sungai, dan musik alam sebelum ia mengenal bahwa alam akan disertai dengan penderitaan dan kesedihan. Allah SWT sudah mengizinkan bagi mereka untuk mendekati segala sesuatu dan menik­mati segala sesuatu selain satu pohon, yang barangkali ia ialah pohon penderitaan atau pohon pengetahuan. Allah SWT berkata kepada mereka sebelum memasuki surga:
"Dan tidakbolehlah engkau dekati pohon ini, yang mengakibatkan engkau termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Nabi Adam dan Hawa mengerti bahwa mereka tidak boleh untuk memakan sesuatu dari pohon ini, namun Nabi Adam ialah insan biasa, dan sebagai insan ia lupa dan hatinya berbolak-balik serta tekadnya melemah. Maka iblis memanfaatkan kemanusiaan Nabi Adam dan mengumpulkan segala kedengkiannya yang disembunyikan dalam dadanya. Iblis terus berusaha membangkitkan waswas dalam diri Nabi Adam. Apakah saya akan memberikan kepadamu pohon keawetan dan kekuasaan yang tidak akan sirna? Nabi Adam bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang akan terjadi seandainya ia memakan buah tersebut, barangkali itu benar-benar pohon keawetan. Nabi Adam memang memimpikan untuk infinit dalam kenikmatan dan kebebasan yang dirasakannya dalam surga.
Berlalulah waktu di mana Nabi Adam dan Hawa sibuk memikirkan pohon itu. Kemudian pada suatu hari mereka menetapkan untuk memakan pohon itu. Mereka lupa bahwa Alllah SWT sudah mengingatkan mereka biar tidak mendekatinya. Mereka lupa bahwa iblis ialah musuh mereka semenjak lampau. Nabi Adam mengulurkan tangannya ke pohon itu dan memetik salah satu buahnya dan kemudian mempersembahkannya kepada Hawa. Akhirnya mereka berdua memakan buah terlarang itu.
Allah SWT berfirman:
"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia." (QS. Thaha: 121)
Tidak benar apa yang disebutkan oleh kitab-kitab kaum Yahudi bahwa Hawa menarik hati Nabi Adam yang karenanya ia bertanggung jawaban terhadap pemakanan buah itu. Nas Al-Qur'an tidak menyebut Hawa, namun ia menyebut Nabi Adam sebagai orang yang bertanggung jawaban atas apa yang terjadi. Demikianlah setan disalahkan dan Nabi Adam juga disalahkan lantaran kesombongan. Salah seorang dari mereka menghina manusia, dan yang lain ingin menjadi tandingan bagi Allah SWT dalam hal keabadian.
Belum selesai Nabi Adam memakan buah tersebut sehingga ia mencicipi penderitaan, kesedihan, dan rasa malu. Berubahlah keadaan di sekitamya dan berhentilah musik indah yang memancar dari dalam dirinya. Ia mengetahui bahwa ia tak berbusana, demikian juga istrinya. Akhirnya, ia mengetahui bahwa ia seorang lelaki dan bahwa istrinya seorang wanita. Ia dan istrinya mulai memetik daun-daun pohon untuk menutup badan mereka yang terbuka. Kemudian Allah SWT mengeluarkan perintah biar mereka turun dari surga.
Nabi Adam dan Hawa turun ke bumi. Mereka keluar dari surga. Nabi Adam dalam keadaan sedih sementara Hawa tidak henti-hentinya menangis. Karena ketulusan taubat mereka, alhasil Allah SWT mendapatkan taubat mereka dan Allah SWT memdiberitahukan kepada mereka bahwa bumi ialah daerah mereka yang asli, di mana mereka akan hidup di dalamnya, mati di atasnya, dan akan dibangkitkan darinya pada hari kebangkitan. Allah SWT berfirman:
"Di bumi itu engkau hidup dan di bumi itu engkau mati, dan dari bumi itu (pula) engkau akan dibangkitkan. " (QS. al-A'raf: 25)
Kemudian Allah SWT menceritakan kisah ihwal pelajaran ketiga yang diperoleh Nabi Adam selama keberadaannya di nirwana dan sehabis keluarnya ia darinya dan turunnya ia ke bumi.
Allah SWT berfirman:
"Dan Sesungguhnya sudah Kami perintahkan kepada Adam lampau, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat: 'Sujudlah engkau kepada Adam,' maka mereka sujud kecuali Mis. la membangkang. Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) ialah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali tidakbolehlah hingga ia mengeluarkan engkau berdua dari surga, yang mengakibatkan engkau menjadi celaka. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa gerah matahari di dalamnya.' Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: 'Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada engkau pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa ?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, kemudian tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia mendapatkan taubatnya dan memdiberinya petunjuk. Allah berfirman: 'Turunlah engkau berdua dari nirwana bersama-sama, sebagian engkau menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jikalau hadir kepadamu petunjuk dari-Ku, kemudian barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.'" (QS. Thaha: 115-123)
Sebagian orang menganggap bahwa Nabi Adam keluar dari nirwana lantaran kesalahannya dan kemaksiatannya. Ini ialah anggapan yang tidak benar lantaran Allah SWT berkehendak membuat Nabi Adam di mana Dia berkata kepada malaikat: "Sesungguh­nya saya akan menimbulkan seorang khalifah di muka bumi." Dan Dia tidak menyampaikan kepada mereka: "Sesungguhnya saya akan menjadi­kan khalifah di surga."
Tidaklah turunnya Nabi Adam ke bumi sebagai penurunan penghinaan tetapi ia ialah penurunan kemuliaan sebagaimana dikatakan oleh kaum sufi. Allah SWT mengetahui bahwa Nabi Adam dan Hawa akan memakan buah itu, dan selanjutnya mereka akan turun ke bumi. Allah SWT juga mengetahui bahwa setan akan merampas kebebasan mereka. Pengalaman ialah dasar penting dari proses menjadi khalifah di muka bumi biar Nabi Adam dan Hawa mengetahui—begitu juga keturunan mereka— bahwa setan sudah mengusir kedua orang renta mereka dari surga, dan bahwa jalan menuju nirwana sanggup dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT dan permusuhan pada setan.
Apakah dikatakan kepada kita bahwa insan ialah makhluk yang terpaksa, dan bahwa Nabi Adam terpaksa atau dipaksa untuk berbuat kesalahan sehingga ia keluar dari nirwana dan kemudian turun ke bumi? Sebenarnya anggapan ini tidak kalah bodohnya dari anggapan pertama. Sebab, Nabi Adam mencicipi kebebasan sepenuhnya, yang karenanya ia mengemban tanggung jawaban dari perbuatannya. Ia durhaka dan memakan buah tersebut sehingga Allah SWT mengeluarkannya dari surga. Maksiat yang dilakukannya tidak berlawanan dengan kebebasannya, bahkan keberadaannya yang orisinil bersandar kepada kebebasannya. Alhasil, Allah SWT mengetahui apa yang bakal terjadi. Dia mengetahui sesuatu sebelum terjadinya sesuatu itu. Pengetahuan-Nya itu berarti cahaya yang menyingkap, bukan kekuatan yang memaksa. melaluiataubersamaini kata lain, Allah SWT mengetahui apa yang akan terjadi, tetapi Dia tidak men-cegahnya atau mendorongnya biar terjadi. Allah SWT mempersembahkan kebebasan kepada hamba-hamba-Nya dan tiruana makhluk-Nya. Yang demikian itu berkenaan dengan hikmah-Nya yang tinggi dalam memakmurkan bumi dan mengangkat khalifah di dalamnya.
Nabi Adam memahami pelajaran ketiga. Ia memahami bahwa iblis ialah musuhnya. Secara pasti ia mengerti bahwa iblis ialah penyebab ia kehilangan nikmat dan penyebab kehancurannya. Ia mengerti bahwa Allah SWT akan menyiksa seseorang jikalau ia berbuat maksiat, dan bahwa jalan menuju ke nirwana sanggup dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT. Ia memahami bahwa Allah SWT mendapatkan taubat, memaafkan, menyayangi, dan memilih. Allah SWT mengajari mereka biar diberistigfar dan mengucapkan:
"Ya Tuhan kami, kami sudah menganiaya diri kami sendiri, dan jikalau Engkau tidak mengampuni kami dan memdiberi rahmat kepada kami, niscayalah pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. al-A'raf: 23)
Allah SWT mendapatkan taubatnya dan memaafkannya serta mengirimnya ke bumi. Nabi Adam ialah Rasul pertama bagi manusia. Mulailah kehidupan Nabi Adam di bumi. Ia keluar dari nirwana dan berhijrah ke bumi, dan kemudian ia menganjurkan hal tersebut (hijrah) kepada anak-anaknya dan cucu-cucunya dari kalangan nabi. Sehingga setiap nabi memulai dakwahnya dan menyuruh kaumnya dengan cara keluar dari negerinya atau berhijrah. Di sana Nabi Adam keluar dari nirwana sebelum kenabiannya, sedangkan di sini (di bumi) para nabi biasanya keluar (hijrah) sehabis pengangkatan kenabian mereka.
Nabi Adam mengetahui bahwa ia meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di bumi ia harus menghadapi penderitaan dan pergulatan, di mana ia harus menanggung kesusahan biar sanggup makan, dan ia harus melindungi dirinya dengan pakaian dan senjata, serta melindungi istrinya dan anak-anaknya dari serangan binatang buas yang hidup di bumi. Sebelum tiruana itu dan sesudahnya, ia harus meneruskan pertempurannya dengan pertama kejahatan yang menyebabkannya keluar dari surga, yaitu setan. Di bumi, setan membuat waswas kepadanya dan kepada anak-anaknya sehingga mereka masuk dalam neraka Jahim. Pertempuran antara pasukan kebaikan dan pasukan kejahatan di bumi tidak akan pernah berhenti. Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk Allah SWT, ia tidak akan mencicipi ketakutan dan kesedihan, dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah SWT dan mengikuti makhluk api, iblis, maka ia akan bersamanya di neraka.
Nabi Adam mengerti tiruana ini. Ia menyadari bahwa penderitaan akan menyertai kehidupannya di atas bumi. Satu-satunya yang sanggup meentengkan kesedihannya adalah, bahwa ia menjadi penguasa di bumi, yang karenanya ia harus menundukkannya, memakmurkannya, dan membangunnya serta melahirkan keturunan yang baik di dalamnya, sehingga mereka sanggup mengubah kehidupan dan menciptakannya lebih baik. Hawa melahirkan dalam satu perut seorang lelaki dan seorang perempuan, dan pada perut diberikutnya seorang lelaki dan seorang perempuan, maka dihalalkan perkawinan antara anak lelaki dari perut pertama dengan anak perempuan dari perut kedua. Akhirnya, bawah umur Nabi Adam menjadi besar dan berkeluarga serta memenuhi bumi dengan keturunannya.
Nabi Adam mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Nabi Adam menyaksikan kecenderungan pertama dari anaknya terhadap pertama kejahatan, yaitu iblis sehingga terjadilah kejahatan pembunuhan yang pertama kali di muka bumi. Salah seorang anak Nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu membunuh saudaranya yang baik. Allah berfirman:
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) berdasarkan yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (QS. al-Maidah: 27)
Dikatakan bahwa pembunuh ingin merebut istri saudara kandungannya untuk dirinya sendiri. Nabi Adam memerintahkan mereka berdua untuk menghadirkan kurban kemudian setiap dari mereka menghadirkan kurban yang dimaksud. Allah SWT mendapatkan kurban dari salah satu dari mereka dan menolak kurban yang lain:
"Ia (Qabil) berkata: 'Aku pasti membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah spesialuntuk mendapatkan (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau engkau menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, saya sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya saya takut kepada Allah, Tuhan sekalian alam. (QS. al-Maidah: 27-28)
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT memberikan kepada kita kalimat-kalimat yang diucapkan oleh anak Nabi Adam yang terbunuh sebagai syahid, dan ia menyembunyikan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si pembunuh. Si pembunuh mengangkat tangannya sambil mengancam, namun calon korban pembunuhan itu berkata dengan tenang:
Sesungguhnya saya ingin biar engkau kembali dengan membawa dosa membunuhku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang lalim. " (QS. al-Maidah: 29)
Selesailah percakapan antara mereka berdua dan anak yang jahat itu membiarkan anak yang baik beberapa saat. Sesudah beberapa hari, saudara yang baik itu pulas di tengah-tengah hutan yang penuh dengan pohon. Di hutan itu, keledai renta mati dan dagingnya dimakan oleh burung Nasar dan darahnya ditelan oleh bumi. Yang tersisa spesialuntuk tulang belulang awut-awutan di tanah. Kemudian saudaranya yang jahat membawanya menuju saudara kandungnya yang sedang pulas, kemudian ia mengangkat tangannya dan menjatuhkan dengan keras dan cepat. Anak pria baik itu tampak pucat wajahnya ketika melihat darah mengucur darinya, kemudian ia bangun. Ia bermimpi dikala pulas. Lalu si pembunuh menghantam saudaranya sehingga tidak tampak lagi gerakan dari tubuhnya. Si pembunuh puas bahwa saudara kandungnya benar-benar mati. Pembunuh itu berdiri di depan korban dengan tenang dan tampak pucat wajahnya.
Rasulullah saw bersabda: "Setiap orang yang membunuh jiwa yang tak berdosa maka anak Adam yang pertama akan juga menanggung dosanya lantaran ia yang pertama kali mengajarkan pembunuhan." Si pembunuh terduduk di depan saudaranya dalam keadaan berlumuran darah. Apa yang akan dikatakannya terhadap Nabi Adam, ayahnya, jikalau ia bertanya kepadanya ihwal hal itu. Nabi Adam mengetahui bahwa mereka berdua keluar gotong royong kemudian mengapa ia kembali sendinan. Seandainya ia mengingkari pembunuhan terhadap saudaranya itu di depan ayahnya, maka di manakah ia sanggup menyembunyikan jasadnya, dan di mana ia sanggup memmembuangnya? Saudaranya yang terbunuh itu ialah insan yang pertama kali mad di muka bumi sehingga tidak diketahui bagaimana cara menguburkan orang yang mati. Pembunuh itu membawa jasad saudara kandungnya dan memikulnya. Tiba-tiba keheningan itu dipecah dengan bunyi burung yang berteriak sehingga ia merasa ketakutan. Pembunuh itu menoleh dan menemukan seujung burung gagak yang berteriak di atas bangkai burung gagak yang mati. Burung gagak yang hidup meletakkan bangkai burung gagak yang mad di atas tanah kemudian ia mulai menggali tanah dengan paruhnya dan kedua kakinya. Kemudian ia mengangkatnya dengan paruhnya dan meletakkannya dengan lembut dalam kuburan. Lalu ia menimbunkannya di atas tanah. Sesudah itu, ia terbang di udara dan kembali berteriak. Si pembunuh berdiri dan ia mundur untuk meraih jasad saudara kandungnya dan kemudian berteriak:
"Berkata Qabil: 'Aduhai, celaka aku, mengapa saya tidak bisa berbuat ibarat burung gagak ini, kemudian saya sanggup menguburkan saudaraku ini?" (QS. al-Maidah: 31)
Ia mulai mencicipi kesedihan yang sangat dalam atas apa yang sudah dilakukannya terhadap saudaranya. Ia segera menyadari bahwa ia ialah orang yang paling jelek dan paling lemah. Ia sudah membunuh orang yang paling utama dan paling kuat. Anak Nabi Adam berkurang satu dan iblis berhasil "mencuri" seorang anak Nabi Adam. Bergetarlah badan si pembunuh dan ia mulai menangis dengan keras, kemudian ia menggali kuburan saudara kandungnya. Ketika mendengar kisah tersebut Nabi Adam berkata:
"Ini ialah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu ialah musuh yang menyesatkan lagi nyata." (QS. al-Qashash: 15)
Nabi Adam mencicipi kesedihan mendalam atas hilangnya salah satu anaknya. Salah seorang dari mereka mad dan yang lain dikuasai oleh setan. Nabi Adam salat untuk anaknya yang mati, dan kemudian ia kembali menjalani kehidupannya di muka bumi. Beliau ialah insan yang bekerja dan mengalami penderitaan. Seorang Nabi yang menasihati anak-anaknya dan cucu-cucunya, serta mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Beliau menceritakan kejahatan iblis kepada mereka, dan meminta kepada mereka biar berhati-hati darinya. Beliau menceritakan pengalaman pribadinya bersama iblis kepada mereka, dan menceritakan kehidupan­nya bersama anaknya yang tega membunuh saudara kandungnya sendiri.
Nabi Adam sudah menjadi dewasa, kemudian tahun demi tahun hadir silih berganti sehingga anak-anaknya tersebar di bumi, kemudian hadirlah waktu malam di atas bumi. Angin bertiup sangat kencang. Dan bergoncanglah daun-daun pohon renta yang ditanam oleh Nabi Adam, di mana dahan-dahannya mendekati danau sehingga buahnya menyentuh air danau. Dan ketika pohon itu menjadi tegak sehabis silamnya angin, air mulai berjatuhan di antara cabang-cabangnya dan tampak dari jauh bahwa pohon itu sedang menarikdanunik dirinya (memisahkan diri) dari air dan menangis. Pohon itu sedih dan dahan-dahannya berguncang. Sementara itu, di langit tampak bahwa bintang-bintang juga berguncang. Cahaya bulan menerobos kamar Nabi Adam sehingga cahaya itu menerpa wajah Nabi Adam. Wajah Nabi Adam tampak lebih pucat dan lebih muram dari wajah bulan. Bulan mengetahui bahwa Nabi Adam akan mati.
Kamar yang sederhana, kamarnya Nabi Adam. Nabi Adam terpulas dengan jenggotnya yang putih dan wajahnya yang bersinar di atas daerah ddur dari dahan-dahan pohon dan bunga-bunga. Anak-anaknya tiruana berdiri di sekelilingnya dan menunggu wasiatnya. Nabi Adam berbicara dan memahamkan anak-anaknya bahwa spesialuntuk ada satu bahtera keselamatan bagi manusia, dan spesialuntuk ada satu senjata baginya yang sanggup menenangkannya. Perahu itu ialah petunjuk Allah SWT dan senjata itu ialah kalimat-kalimat Allah SWT.
Nabi Adam menenangkan anak-anaknya, bahwa Allah SWT tidak akan membiarkan insan sendirian di muka bumi. Sesungguhnya Dia akan mengutus para nabi untuk membimbing mereka dan menyelamatkan mereka. Para nabi itu mempunyai nama-nama, sifat-sifat, dan mukjizat-mukjizat yang tidak sama-beda. Tetapi mereka dipertemukan dengan satu hal, yaitu mengajak untuk menyembah Allah SWT semata.
Demikianlah wasiat Nabi Adam kepada anak-anaknya. Akhirnya, Nabi Adam menutup kedua matanya, dan para malaikat memasuki kamarnya dan mengelilinginya. Had Nabi Adam tersenyum ketika mendapatkan kata salam yang dalam, dan rohnya mencium amis bunga surga.

<< Kisah Nabi & Rosul

0 komentar

Posting Komentar