Senin, 11 Februari 2019

Kisah Nabi Musa As Dan Nabi Harun As



Yakub atau Israil tinggal di Mesir semenjak ia hadir untuk bertemu dengan anaknya, Yusuf. Ketika dia wafat mereka menguburnya di tempat di mana ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih menentukan untuk hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak, kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya ialah daya tarik tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka berkeluarga sehingga jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf sudah mengubah Islam ketika dia memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam dan setiap nabi yang diutus oleh Allah SWT pasti memperjuangkan agama Islam semenjak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad saw. Pengertian Islam di sini ialah, mengesakan Allah SWT dan spesialuntuk semata-mata menyembah-Nya, meminta dukungan kepada-Nya, dan berdoa kepada-Nya. Islam juga berarti menyerahkan niat dan amal spesialuntuk semata-mata kepada Allah SWT. Demikianlah yang kita pahami atau yang kita maksud dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini ialah kepantidakboleh dari sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi doktrin satu dan tidak tidak sama dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di Mesir bermetamorfosis agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru insan untuk memeluk Islam ketika dia ada di dalam penjara ketika dia mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang majemuk itu ataukah Allah YangMaha Esa lagi Maha PerkasaV (QS.Yusuf: 39)
Dan dia berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah saya dalam keadaan Islam dan gabungkanlah saya dengan orang-orang yang saleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan besar lengan berkuasa bahwa hal ini terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini— ketika di bawah agama tauhid—mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibedakan dengan masyarakat umum, sehingga karenanya mereka mempunyai kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahwa mereka ialah tuhan atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir ialah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka mempunyai kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahwa Fir'aun bukan tuhan namun lantaran mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari kaurnnya kecuali semoga mereka menaatinya sehingga mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa dipahami adalah, bahwa Fir'aun menguasai tiruana macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian ini ialah sangat terperinci di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir—meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun—kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk spesialuntuk menyembah Fir'aun dan melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Mayoritas masyarakat ketika itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh algojo-algojo Fir'aun dan para tentaranya.
Allah SWT menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) kemudian berseru memanggil kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia ketika itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka menaati—barangkali itu lantaran terpak-sa—perkataan Fir'aun. Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, bawah umur Yakub atau bawah umur Israil mereka sudah menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin menyebar. Mereka mengerjakan banyak sekali macam pekerjaan, dan mereka memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja mendengar pembicaraan Bani Israil wacana diberita yang samar di mana dalam diberita itu dikatakan bahwa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan Fir'aun Mesir dari singgasananya. Barangkali diberita itu berasal dari suatu mimpi dari mimipi-mimpi hidup atau mimpi kasatmata yang mengelilingi hati kelompok minoritas yang tertindas, dan mungkin itu ialah diberita gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, diberita ini sudah hingga di pendengaran Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang guah, yaitu tidakboleh hingga seorang pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada Fir'aun: Orang-orang renta dari Bani Israil akan mati sesuai dengan maut mereka, sedangkan bawah umur kecilnya disembelih maka ini akan berakhir pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan kekayaan dan aset insan yang sanggup bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya dan wanita-wanita tidak sanggup lagi dimilikinya. Maka yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai diberikut: Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka dibiarkan pada tahun diberikutnya. Fir'aun sependapat dengan pikiran ini lantaran itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana bawah umur kecil tidak dibunuh maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika hadir tahun yang diputuskan di dalamnya bahwa bawah umur kecil harus dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan bahwa tidakboleh-tidakboleh anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi-sembunyi. Kemudian hadirlah suatu malam yang penuh berkah di mana Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dam Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khawatir terhadapnya maka jatuhkalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan tidakbolehlah engkau khawatir dantidakbolehlah (pula) bersedih hati, lantaran sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah SWT itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih akung dan suci ini, ibu Musa eksklusif menaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa. Sesudah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi sungai Nil dan memmembuangnya di atas air. Hati sang ibu ialah hati yang paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan ketika ia melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyadari bahwa Allah SWT lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah SWT lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah SWT ialah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum usang peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan perintah kepada arus sungai semoga menjadi tenang dan bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi. sepertiyang Allah SWT memerintahkan kepada api semoga menjadi hirau taacuh dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, begitu juga Allah SWT memerintahkan kepada sungai Nil semoga membawa Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang pulas di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak lantaran Musa sedang pulas. Rumput itu pun menaati perintah angin dan Musa tetap pulas.
Pada hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Istri Fir'aun keluar berjalanjalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Istri Fir'aun tidak sama sekali dengan Fir'aun. Fir'aun ialah seorang kafir sementara istrinya ialah seorang yang diberiman. Fir'aun ialah seorang yang keras kepala sementara istrinya ialah seorang yang penyayang. Fir'aun ialah seorang penjahat sementara istrinya ialah seorang yang lembut dan penuh cinta. Di samping itu, istrinya merasakan kesedihan yang dalam lantaran ia belum bisa melahirkan anak. Ia merindukan untuk mendapatkan anak. Istri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bacin harum yang hadir dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada ketika yang sama, wanita-wanita yang memmenolongnya sudah memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti itu mirip tiruanla ke istri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya kemudian mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya istri Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan bahwa ia mencintainya mirip anaknya sendiri. Allah SWT menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati itu. Istri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas meja makan. Ia menantikan istrinya namun yang dinantikan belum hadir. Fir'aun mulai murka dan mencarinya. Tiba-tiba ia dikagetkan dengan kehadiran istrinya dengan membawa Musa. Istri Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari mana hadirnya anak kecil ini?" Kemudian mereka menceritakan kepadanya bahwa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata: "Ini ialah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, bawah umur yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, istri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:
"Dan berkatalah istri Fir'aun: '(Ia) ialah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah engkau membunuhnya, gampang-gampangan ia bermanfaa hepada kita atau kita ambil iajadi anak.'" (QS. al-Qashash: 9)
Fir'aun tampak keheranan sekali melihat agresi istrinya yang mendekap anak kecil yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang lantaran istrinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati istrinya menangis lantaran gembira mirip ini. Fir'aun mulai mengetahui bahwa istrinya menyayangi anak ini mirip anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahwa ia tidak bisa melahirkan anak dan menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh istrinya. Fir'aun memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada wajah istrinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan mirip ini. Fir'aun sudah menghadirkan banyak sekali macam hadiah kepadanya, juga komplemen dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahwa istrinya tidak mengerti arti sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis lantaran lapar. Istri Fir'aun mengetahui bahwa Musa sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun berkata: "Datangkanlah kepadanya para perempuan yang menyusui." Kemudian dihadirkanlah kepadanya seorang perempuan yang menyusui dari istana. Wanita itu mencoba untuk menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu dihadirkan perempuan yang kedua hingga ketiga dan hingga kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu, istri Fir'aun menangis lantaran tidak tahan melihat penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan spesialuntuk istri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu Musa ialah perempuan lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahwa ia sedang melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa oleh air sungai dan diberitanya pun tersembunyi. Dan ketika hadir waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan diberita wacana anaknya kalau bukan lantaran Allah SWT menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah SWT. Alhasil, ia berkata kepada saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan berusahalah untuk mendapatkan diberita wacana Musa dan hendaklah engkau hati-hati semoga tidakboleh hingga mereka mengetahuimu." Kemudian saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan kisah wacana Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan mendengarkan bunyi tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia mendengar bahwa Musa menolak setiap perempuan yang mencoba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata kepada para pengpertama Fir'aun: "Apakah kalian mau saya tunjukkan suatu keluarga yang sanggup menyusuinya dan sanggup mengasuhnya." Istri Fir'aun menjawaban: "Seandainya engkau sanggup membawa kepada kami perempuan yang sanggup menyusuinya dan sanggup mengasuhnya pasti kami akan memdiberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu, istri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bpertamaah dia sehingga masa penyusuannya selesai, kemudian kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan memdiberimu suatu jawaban yang besar atas penyusuan dan pendidikan yang engkau diberikan."
Demikianlah Allah SWT mengembalikan Musa kepada ibunya semoga ia merasa gembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta semoga ia mengetahui bahwa kesepakatan Allah SWT benar dan bahwa perintah-Nya dan ketentuan-Nya pasti terealisasi meskipun banyak rintangan dan tantangan. Allah SWT berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan diam-diam wacana Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada kesepakatan Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka helihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah engkau ahu tunjukkan kepadamu ahlubait yang akan memeliharanya untukmu dan mereha sanggup berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa kesepakatan Allah itu ialah benar, tetapi kebanyakan insan tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan kemudian menyerahkannya ke rumah Fir'aun. Saat itu Musa disenangi dan disukai tiruana orang. Allah SWT berfirman:
Dan Aku sudah melimpahkan kepadamu kasih akung yang hadir dari-Ku; dan supaya engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah SWT. Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat jago pendidikan dan para pengajar. Mesir ketika itu ialah negara yang besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. Karena itu, secara sederhana Fir'aun rnampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan para cendekiawan. Demikianlah nasihat Allah SWT berkehendak semoga Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah SWT.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau pulas di bawah bimbingan agama. Oleh lantaran itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik wacana ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahwa Fir'aun ialah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui lebih daripada orang lain bahwa Fir'aun spesialuntuk sekadar insan biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahwa ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau ialah salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana pengpertama-pengpertama Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika para pengpertama lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-jalan di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat itu Musa memang populer sebagai orang yang besar lengan berkuasa hingga pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini ialah perbuatan setan. Sesungguhnya ia ialah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya saya sudah menganiaya diriku maka ampunilah aku." Allah SWT pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Allah SWT berfirman:
"Dan setelah Musa sudah sampaumur dan tepat akalnya, Kami diberikan kepadanya nasihat kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memdiberi jawaban kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta dukungan darinya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya kemudian Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini ialah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu ialah musuh yang menyesatkan lagi kasatmata (permusuhannya). Musa berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya saya sudah menganiaya diriku sendiri lantaran itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang sudah Engkau anugerahkan kepadaku, saya sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam. Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di mana ia mengkhawatirkan kejahatan akan hadir padanya pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-gerik di sekitarnya. Nabi Musa ketika itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa spesialuntuk ingin mempertahankan dirinya ketika menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang positif ditetapkan bahwa pembunuhan semacam ini dianggap sebagai pembunuhan lantaran keteledoran atau lantaran kesalahan bukan lantaran faktor kesengajaan sehingga karenannya yang bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu sanksi yang berat. Biasanya orang yang melaksanakan pembunuhan tanpa sengaja akan mendapatkan keputusan yang meentengkannya lantaran ia membunuh tanpa kesengajaan. Tentu insiden semacam ini tidak sanggup dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja lantaran yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak memukul orang itu. Yang ia lakukan spesialuntuk mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi Musa spesialuntuk sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan mengetahui bahwa Nabi Musa ialah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya dari kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim ialah cermin kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa ialah cermin dari kekuatan dan keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian hari bahwa dia tidak akan lagi menjadi sobat bersahabat orang-orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya, Musa dikagetkan ketika melihat orang yang ditolongnya kemarin ketika ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi-lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa mengetahui bahwa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui bahwa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau ialah orang yang jahat."
Musa menyampaikan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahwa Musa akan mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih akung kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin. Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang yang memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang Israil yang menyampaikan demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang dilakukannya kemarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk tidak menjadi pemmenolong orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahwa Musa ialah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kemarin. Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu. Akhirnya, diam-diam Musa tersingkap kemudian seorang lelaki Mesir yang diberiman hadir dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa bahwa ada suatu planning untuk membunuhnya. Ia menasehati Musa semoga meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah SWT berfirman:
"Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta dukungan kemarin berteriak meminta dukungan kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya engkau benar-benar orang yang sesat yang kasatmata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah engkau bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana engkau kemarin sudah membunuh seorang manusia? Kamu tida bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat absolut di negeri (ini), dan tiadalah engkau hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan hadirlah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-gesa seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding wacana engkau. Sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang memdiberi nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang hadir mengingatkan Musa itu. Tetapi berdasarkan ekonomis kami, ia ialah seorang lelaki Mesir yang tentu meiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahwa Musa tidak berhak untuk mendapatkan aturan bunuh atas dosanya. Musa membunuh lantaran faktor kesalahan, bukan lantaran faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu berdasarkan undang-undang Mesir yang lampau dieksekusi dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu ter-hadap Musa maka kita akan menemukan jawabanannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala' ialah para penguasa atau para pembesar yang bertanggung jawaban pada keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa— kalau memang dianggap sebagai suatu kesalahan—adalah kejahatan biasa yang spesialuntuk dituntut dengan sanksi penjara. Lalu siapakah yang membuat planning yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melaksanakan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahwa kepala keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui bahwa Musa ialah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahwa sampainya peti di istana Fir'aun ialah suatu rekayasa yang dirancang oleh musuh-musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini berarti lantaran keteledorannya dan ketelodaran bawah umur buahnya. Berapa kali orang itu menasihati dan menganjurkan semoga Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru menampik pikiran itu. Dan ketika hadir ketika yang ditentukan untuk membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap istrinya yang sangat menyayangi Musa.
Akhirnya, peluang emas ada di depannya. Para pemmenolongnya menyampaikan kepadanya bahwa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan jasadnya kemarin. Selesailah urusan ini. Kemudian hadirlah perintah dan peluang untuk membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah SWT mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa semoga berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah SWT berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah saya dari orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya: "Ya Tuhanku, selamatkanlah saya dari orang-orang yang lalim." Kaum itu memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan sanksi bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak melaksanakan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan dia tidak membawa kuliner untuk perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang sanggup mengantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau eksklusif pergi ketika mendapatkan kabar dari seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah SWT membimbingnya. Ini ialah pertama kalinya dia keluar dan mengarungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu tempat yang berjulukan Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di bersahabat sumur yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air untuk memdiberi minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak membawa kuliner selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang peijalanan Musa merasakan ketakutan; tidakboleh-tidakboleh Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya. Ketika Musa hingga di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya tampak mulai rusak. Beliau tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli sandal baru, dan dia juga tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli kuliner dan minuman.
Nabi Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahwa ia sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak sanggup memenuhi perutku dengan air selama saya tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya semoga tidakboleh hingga tergabung dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa bahwa kedua perempuan itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya, kemudian dia menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia sanggup memmenolong mereka? Lalu seorang gadis yang paling renta berkata: "Kami menunggu hingga selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak bisa untuk berdesak-desakan dengan kaum pria." Nabi Musa keheranan lantaran mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya yang mengembala kambing ialah kaum pria. Ini ialah kiprah yang berat dan sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian mengembala kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang renta kami sudah renta di mana kesehatannya tidak sanggup memmenolongnya untuk keluar dari rumah dan mengembala kambing setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, saya akan memmenolong kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahwa para pengembala meletakkan di atas bibir air suatu watu besar yang tidak bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol ketika memindahkan watu itu. Musa ialah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja putri itu, dan kemudian ia mengembalikan watu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa melekat ke punggungnnya lantaran saking laparnya. Musa mengingat Allah SWT dan memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya saya sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): 'cepatdangampang-gampangan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia hingga di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan yang sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua perempuan itu menjawaban: 'Kami tidak sanggup meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami ialah orang renta yang sudah lanjut umurnya.' Maka Musa memdiberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh kemudian berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya saya sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggakan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling renta berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi binatang kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata: "Alhamdulilah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia hadir dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang kuat."
Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memdiberimu upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di depan Musa dan memberikan surat dari ayahnya. Musa bangun dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari mereka. Beliau memmenolong mereka spesialuntuk semata-mata lantaran Allah SWT. Beliau merasakan dalam dirinya bahwa Allah SWT-lah yang mengarahkan dia untuk memmenolong mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya lantaran merasa malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun hingga di kediaman si ayah. Sebagian jago tafsir menyampaikan bahwa si ayah ini ialah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga yang menyampaikan bahwa si ayah ialah putra dari saudara Syu'aib. Ada yang menyampaikan bahwa ia ialah anak dari pamannya, dan ada juga yang menyampaikan bahwa ia ialah seorang lelaki mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia ialah seorang renta yang saleh. Orang renta itu menghidangkan kepada Nabi Musa kuliner siang dan bertanya kepadanya dari mana ia hadir dan kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya. Orang renta itu berkata kepadanya, tidakboleh khawatir dan tidakboleh takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan hingga di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangun untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan berbisik: "Wahai ayahku, diberilah dia upah." Sesungguhnya engkau akan mempersembahkan upah kepada seorang yang besar lengan berkuasa dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat?" Anak perempuannya menjawaban: "Saya lihat sendiri ia mengangkat watu yang tidak bisa diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawaban: "Ia menolak untuk berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku ketika saya berjalan, dan selama perjalanan ketika saya bercengkrama-bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan etika yang baik darinya."
Kemudian orang renta itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, saya ingin berkeluargakanmu dengan salah satu putriku. melaluiataubersamaini syarat, hendaklah engkau bekerja mengembala kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu ialah kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkannmu. Sungguh insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini ialah kesepakatan antar saya dan engkau dan Allah SWT sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik saya melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun maupun sepuluh tahun. Sesudah itu, saya bebas untuk pergi kemana saja."
Allah SWT berfirman:
"Kemudian hadirlah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil engkau semoga ia memdiberi jawaban terhadap (kebaikan) mu memdiberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa menhadiri bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya dongeng (terkena dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah engkau takut. Kamu sudah selamat dari orang-orang yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua perempuan itu berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), lantaran sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang besar lengan berkuasa lagi sanggup dipercaya. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya saya bermaksud berkeluargakan engkau dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa engkau bekerja denganku delapan tahun dan bila engkau cukupkan sepuluh tahun maka itu ialah (suatu kebaikkan) dari engkau, maka saya tidak hendak memberati engkau. Dan engkau Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah (perjanjian) antara saya dan engkau. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu saya sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah ialah saksi atas apa yang saya ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika hingga pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawabanan dari pertanyaan-pertanyaan yang mencoba menerobos kesamaran. Mereka bertanya wacana anak perempuan yang berkeluargai Musa: apakah anak perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan Musa menentukan masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka memberikan banyak sekali macam riwayat dan kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahwa Musa berkeluarga dengan salah satu anak perempuan dari orang renta itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahwa dia berkeluarga dengan gadis yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan ayahnya semoga mempersembahkan upah padanya.
Al-Qur'an al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui bahwa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara wacana ijab kabul kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih. Mungkin Musa menentukan sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling renta atau gadis yang paling kecil? Yang terperinci Al-Qur'an tidak sebut hal tersebut, meskipun ia spesialuntuk mempersembahkan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian hadirlah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Qur'an al-Karim tidak sebut waktu yang dihabiskan oleh Musa ketika ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau dia merasa cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahwa dia menentukan masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang renta itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk mengembala kambing. Kami kira bahwa sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan ialah suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah SWT. Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek dia ialah Yakub dan Yakub sendiri ialah cucu dari Ibrahim. melaluiataubersamaini demikian, Musa ialah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang hadir setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahwa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan kakek-kakeknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini ialah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia ialah masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi setelah bumi itu mati, kemudian bumi itu menjadi tempat yang indah dan rindang. Musa memperhatikan alam vang luas dan ia tampak tercengang dan kagum dengan ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah Musa sudah terdidik di istana Fir'aun. Ini berarti bahwa dia menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fisiknya; orang Mesir dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk mendapatkan wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang eksklusif hadir tanpa mediator seorang malaikat di mana Allah SWT akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh lantaran itu, sebelum hadirnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral, sedangkan persiapan fisik sudah selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh di istana yang paling besar vang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang cowok yang besar lengan berkuasa di mana spesialuntuk sekadar memisahkan seseorang yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Sesudah persiapan fisik yang sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang tepat di mana dia hidup di tengah-tengah gurun dan tempat pengembalaan yang dia belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang ajaib yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah SWT mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-Nya semoga setelah itu dia bisa memegang amanat yang besar dari Allah SWT. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke Mesir. melaluiataubersamaini silamnya waktu, sanksi yang harus dijalaninya dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi dia juga mengetahui bahwa undang-undang di Mesir bahwasanya terletak pada kekuatan penguasa; bila penguasa berkehendak maka Musa sanggup mendapatkan sanksi dan bila tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil, Musa menyadari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika dia menginjakkan kakinya di Mesir mirip keyakinannya bahwa dia selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa rindunya untuk melaksanakan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada istrinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir." Istrinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu macam ancaman tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Istri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui diam-diam wacana keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun dia pergi melarikan diri, kemudian mengapa kini ia kembali ke sana? Apakah dia rindu kepada ibunya dan saudaranya? Apakah dia berpikir untuk mengunjungi istri Fir'aun yang sudah mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri Musa ketika dia berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita ketahui bahwa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-ketetapan Ilahi sehingga dia tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya dan melaksanakan perjalanan. Bulan bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan kepetangan rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak berteman dekat. Di tengah-tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan watu kemudian dia memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan keduanya semoga mendapatkan api darinya sehingga dia sanggup berjalan. Tetapi akung, dia tidak bisa melaksanakan hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan gundah dan tubuhnya tampak menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang dia saksikan ialah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya: "Aku melihat api di sana." Lalu dia memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga dia pergi ke api itu. Barangkali di sana dia mendapatkan suatu diberita atau akan menemukan seseorang yang sanggup memdiberinya petunjuk sehingga dia tidak tersesat, atau dia sanggup membawa sebagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi bahwasanya mereka tidak melihat sesuatu pun. Mereka tetap menaatinya dan duduk sambil menunggu kehadiran Musa. Musa bergerak menuju ke tempat api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak berair kuyup lantaran hujan. Nabi Musa tetap berjalan hingga ia mencapai suatu lembah yang berjulukan Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa hirau taacuh dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada spesialuntuk keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum usang dia mendekatinya sehingga dia mendengar bunyi panggilan:
"Maka tatkala dia datang di (tempat) api itu, diserulah dia: 'Bahwa sudah diberkati orang-orang yang berada di bersahabat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan hadir dari segala tempat dan ddak berasal dari tempat tertentu. Musa melihat api dan dia kembali merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau. Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam ketika terbakar, tetapi guahnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap menggigil meskipun dia merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri ialah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua tangannya di atas kedua matanya lantaran saking dahsyatnya cahaya. Beliau melaksanakan yang demikian itu sebagai perjuangan untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api? Tiba-tiba dia tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, kemudian Allah SWT memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku ialah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah SWT berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci yang berjulukan Thua'." Musa tertunduk dan rukuk sementara tubuhnya tampak gemetar dan dia mulai melepas sandalnya Allah SWT berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya engkau berada di lembahyangsuci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah SWT kembali berkata:
"Dan Aku sudah menentukan engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini ialah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari simpulan zaman itu akan hadir. Aku merahasiakan (waktunya) semoga supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahahan. Maka sehali-kali tidakbolehlah engkau dipalingkan darinya oleh orangyang tidak diberiman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menimbulkan engkau binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gemetar ketika dia mendapatkan wahyu Ilahi dan ketika berdialog dengan Allah SWT. Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah keheranan Nabi Musa. Allah SWT ialah Zat yang mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa wacana apa yang dipegangnya, kemudian mengapa Allah SWT bertanya kepadanya bila memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahwa di sana ada nasihat yang tinggi. Musa menjawaban pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigigil:
"Ini ialah tongkatku, saya bertelekan padanya, dan saya pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa herannya semakin menjadijadi. Tiba-tiba Musa dikagetkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak bisa lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya bergetar lantaran rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya lantaran takut dan ia mulai lari. Belum usang ia lari, belum hingga dua langkah, Allah SWT memanggilnya:
"Hai Musa, tidakbolehlah engkau takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa hadirlah kepada-Ku dan tidakbolehlah engkau takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al-Qashash: 31)
Musa kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu pun tetap bergerak. Allah SWT berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan tidakbolehlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya tiruanla. " (QS. Thaha: 21)
Musa mengulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah SWT terjadi dengan cepat. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, pasti ia keluar putih tidak bercacat bukan lantaran penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa meletakkan tangannya di kantongnya kemudian ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah SWT padanya sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Musa merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya—sesudah dia melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat—untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih akung dan Allah SWT memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahwa ia sudah membunuh seseorang di antara mereka dan dia khawatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah SWT dan memohon kepada-Nya semoga mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah SWT menenangkan Musa dengan menyampaikan bahwa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-gerik dan perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun populer dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan bisa mengganggu atau menyakiti mereka. Allah SWT memdiberitahu Musa bahwa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada Allah SWT semoga melapangkan hatinya dan megampangkan urusannya serta memdiberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Apakah sudah hingga kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, kemudian berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah engkau (di sini), sesungguhnya saya melihat api, gampang-gampangan saya sanggup membawa sedikit darinya kepadamu atau saya akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia hadir ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku ialah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku sudah menentukan engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini ialah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari simpulan zaman itu akan hadir. Aku merahasiakan (waktunya) semoga supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali tidakbolehlah engkau engkau dipalingkan darinya oleh orang yang tidak diberiman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menimbulkan engkau binasa. Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musaf'Ini ialah tongkatku, saya bertelehan padanya, dan saya pukul (daun) dengannya untuk kambinghu, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seujung ular yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan tidakbolehlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya tiruanla, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, pasti ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari gejala kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia sudah melam-paui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan gampangkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahhu, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pemmenolong dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau ialah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya sudah diperkenankan permintanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami sudah memdiberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku sudah melimpahkan kepadamu kasih akung yang hadir dari-Ku; dan supaya engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudammu yang perempuan berjalan, kemudian ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, semoga senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan engkau pernah membunuh seorang manusia, kemudian Kami selamatkan engkau dari kesusahan dan Kami sudah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka engkau tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian engkau hadir berdasarkan waktu yang diputuskan hai Musa, dan Aku sudah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)
Kita tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentari berkaitan dengan firman Allah SWT kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku sudah memilihmu untuk diri-Ku." Allah SWT sudah menentukan Musa. Itu ialah salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang bisa mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah SWT memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta kaluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah SWT yang mengetahui pikiran-pikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa ketika dia mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan akhirnya hadirlah hari-hari yang susah. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahwa Fir'aun ialah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih akung. Allah SWT mewahyukan kepada Musa bahwa Fir'aun tidak akan diberiman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang disiksa oleh Fir'aun.
Allah SWT berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka hadirlah engkau berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kdmi berdua ialah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan tidakbolehlah engkau menyiksa mereka." (QS. Thaha: 47)
INI kiprah yang ditentukan, yaitu kiprah yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan. Fir'aun menyiksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahwa rezim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih akung sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT padanya:
"Pergilah engkau berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia sudah melampaui batas; maka berbicaralah engkau berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, gampang-gampangan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa menceritakan kepada Fir'aun wacana siapa bahwasanya Allah SWT, wacana rahmat-Nya, wacana surga-Nya, dan wacana kewajiban mengesakan-Nya dan menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahwa seseorang yang di hadapannya ialah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa menjawaban: "Aku ingin semoga engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa saya harus membebaskan mereka bersamamu sementara mereka ialah budak-budakku?" Musa menjawaban: "Mereka ialah hamba-hamba Allah SWT, Tuhan Pengatur alam semesta." melaluiataubersamaini nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankkah engkau menyampaikan bahwa namamu Musa?" Musa menjawaban: "Benar." Fir'aun berkata: "Bukankkah engkau yang kami temukan di sungai Nil ketika engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankkah engkau Musa yang saya didik di istana ini, kemudian engkau memakan kuliner kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati kebaikan-kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang kemudian setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat tiruana itu? Bukankah mereka menyampaikan bahwa pembunuhan ialah suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Makara engkau ialah Musa yang lari dari aturan Mesir. Engkau ialah seseorang yang lari dan menghindari keadilan. Lalu kini engkau hadir kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara wacana apa hai Musa. Sungguh saya sudah lupa."
Musa mengerti bahwa Fir'aun mengingatkan padanya wacana masa lalunya dan Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya bahwa ia sudah mendidiknya dan berlaku baik padanya. Musa juga memahami bahwa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa memdiberitahu Fir'aun, bahwa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi ketika itu dia melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memdiberitahu Fir'aun bahwa ia lari dari Mesir lantaran khawatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh seseorang. Musa sudah memdiberitahu Fir'aun bahwa Allah SWT sudah memdiberinya nasihat dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah SWT menceritakan sebagian obrolan antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya saya takut bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan saya berdosa terhadap mereka, maka saya takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak akan sanggup membunuhmu), maka pergilah engkau berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan). Maka hadirlah engkau berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami ialah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawaban: 'Bukankah kami sudah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu engkau masih kanak-kanak dan engkau tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan engkau sudah berbuat suatu perbuatan yang sudah engkau lakukan itu dan engkau termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku sudah melakukannya, sedang saya di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu saya lari meninggalkan engkau ketika saya takut kepadamu, hemudian Tuhanku mempersembahkan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahwa ia sudah berbuat baik kepada Musa. Musa bangun dan berbicara kepadanya:
"Budi yang engkau limpahkan kepadaku itu ialah (disebabkan) engkau sudah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahwa nikmat yang engkau diberikan kepadaku kemudian engkau merasa sudah berbuat baik padaku, di mana saya ialah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian maka kebijaksanaan menyampaikan bahwa kita seimbang: tiada yang berutang dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang mempersembahkan potongan yang lebih besar?
Alhasil masalahnya ialah dakwah di jalan Allah SWT, yaitu satu urusan yang saya tidak membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi saya ialah seorang utusan dari Allah SWT. Aku ialah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih fokus: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawaban:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), bila engkau sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah engkau tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak mempedulikan olok-olokan Fir'aun itu:
"Tuhan engkau dan Tuhan nenek-nenek moyang engkau yang lampau. " (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun berkata kepada mereka yang hadir bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada engkau sekalian benar-benar orang gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) bila engkau mempergunakan akal. " (QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah SWT menceritakan sebagian obrolan yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawaban: 'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), bila engkau sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah engkau tidak mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan engkau dan Tuhan nenek-nenek moyang engkau yang lampau.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada engkau sekalian benar-benar oranggila.' Musa berkata: 'Tukanyang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) bila engkau mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah SWT mengingatkan dalam surah Thaha sebagian dari insiden pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa. Allah SWT berfirman:
"Maka hadirlah engkau kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua ialah utnsan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan tidakbolehlah engkau menyiksa mereka. Sesungguhnya kami sudah hadir kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya sudah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang sudah mempersembahkan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk hejadiannya, kemudian memdiberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah headaan-keadaan umat-umat yang lampau? Musa menjawaban: 'Pengetahuan wacana itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS. Thaha: 47-52)
Kita perhatikan bahwa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa wacana Tuhan Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun semata-mata spesialuntuk untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabannya dengan jawabanan yang tepat dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami ialah Dia yang memdiberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia membuat menyebarkan macam makhluk dan Dia juga yang membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehinga makhluk-makhluk tersebut sanggup menjalani kehidupan dengan baik. Allah SWT-lah yang megerahkan segala sesuatu; Allah SWT-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah SWT-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah SWT-lah yang menyaksikan segala sesuatu." Al-Qur'an al-Karim mengungkapkan tiruana itu dalam ungkapan yang sederhana namun padat artinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang sudah mempersembahkan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memdiberinya petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawaban: "Bahwa masa-masa yang lampau di mana mereka tidak menyembah Allah SWT ialah persoalan yang tiruana itu berada di sisi Allah SWT. Atau dalam kata lain, tiruana itu diketahui oleh Allah SWT. Keadaan di masa-masa yang lampau tercatat dalam kitab Allah SWT. Allah SWT menghitung apa yang mereka keijakan di dalam kitab. Allah SWT tidak pernah lupa." Jawaban Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan Fir'aun wacana orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Makara Allah SWT mengetahui segala sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan insan dan Allah SWT tidak menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan dan menuntaskan pembicaraannya wacana sifat Tuhannya:
"Yang sudah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang sudah menjadihan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang dernikian itu, terdapat gejala kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan engkau dan darinya Kami akan mengembalikan engkau dan darinya Kami akan mengeluarkan engkau pada kaliyang lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi Musa menarikdanunik perhatian Fir'aun wacana gejala kebemasukan Allah SWT di alam semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana imbas tiruana itu pada bumi. Musa memdiberitahu kepada Fir'aun bahwa Allah SWT membuat insan dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan kematian kemudian mengeluarkan insan darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana terjadi hari kebangkitan dan pada hari simpulan zaman insan akan menghadap kepada Allah SWT. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba Allah SWT akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk Fir'aun.
Musa hadir kepada Fir'aun sebagai pembawa diberita gembira dan sebagai pemdiberi peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan mendapatkan pelajaran namun justru obrolan antara dirinya dan Musa semakin menajam. Bisa dikatakan bahwa obrolan di antara mereka menjadi perperihalan. Ketajaman obrolan mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa obrolan itu. Musa berusaha memberikan argumentasi yang sangat besar lengan berkuasa kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup obrolan yang berdasarkan kebijaksanaan yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan obrolan dalam bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak bisa lagi melawannya. Ia mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun menujukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun hirau tak hirau terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang pribadi Musa. Ia mulai mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang cara Musa berbicara. Sesudah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja menggunakan metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia berani menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahwa Fir'aun ialah tuhan? Bagaimana Musa tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Sesudah Fir'aun memberikan wacana ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani menyembah tuhan selain dirinya. Ini berarti bahwa Musa ingin dijebloskan ke dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain Fir'aun kecuali penjara ialah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh bila engkau menyembah Tuhan selain aku, benar-benar saya akan menjadikan engkau salah seorang yang dipenjarakan.'" (QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa mengetahui bahwa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaa. Dialog yang tenang dan sehat bermetamorfosis olok-olokan dan hinaan serta pada akhirnya menjadi ancaman sanksi penjara. Musa mengetahui bahwa sudah datang waktunya untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya. Sesudah diancam akan dijebloskan ke dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah (engkau akan melaksanakan ini) kendatipun saya tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy-Syu'ara': 30)
Musa menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun mendapatkan tantangannya. Fir'aun ingin tahu sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang kasatmata itu, bila engkau ialah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy-Syu'ara': 30-31)
Musa melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap bahwa tongkat yang dibawanya jatuh lantaran Musa gemetar menghadapinya. Sesudah Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang menyentuh tanah itu bermetamorfosis ular yang besar yang bergerak dengan cepat dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat lantaran takut. Ia tampak gemetar di kursinya kemudian ia berteriak semoga mereka menjauhkan ular itu darinya. Nabi Musa mengulurkan tangannya ke ular itu kemudian ular itu kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana tiruanla. Sesudah insiden itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya kemudian mengeluarkannya. Tiba-tiba tangan itu menjadi putih mirip bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, tiruana orang yang hadir di situ merasakan kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau lantaran saking takutnya.
Allah SWT berfirman:
"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarikdanunik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang rnelihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ. Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi Musa mengembalikan tangannya ke sakunya kemudian tangannya kembali mirip tiruanla.
Fir'aun berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun tampak terpukul atas insiden itu. Pikirannya mulai berputar-putar. Ia membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya seandainya diberita wacana dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia, kemudian insan mulai membicarakan wacana Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan perintahnya semoga orang-orang yang melihat insiden itu tidak membuka hal itu kepada masyarakat umum, tetapi para pemmenolong istana dan sebagian dari Bani Israil menyaksikan dua insiden itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat ramai wacana dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar melamun ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gemetar, kini menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para pemmenolongnya. Tiba-tiba ia bersikap berangasan kepada mereka tanpa alasannya ialah yang diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun berusaha untuk menghadapi persoalan itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga. Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan tiruana para menteri di istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak mau mendapatkan dengan simpel adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari memerintah dengan semaunya. Tiba-tiba, ia dikagetkan dengan kehadiran Musa yang ingin menghancurkan apa saja yang sudah dibangunnya. Musa menyampaikan pada dirinya bahwa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di alam semesta. Ini berarti bahwa Fir'aun ialah seorang pembohong. Pemikiran ini menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para menterinya yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah saya seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia menyampaikan bahwa ada tuhan lain di langit." melaluiataubersamaini mantap Haman menjawaban: "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui bahwa ia berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya saya hingga ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya saya sanggup melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya saya memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kokoh dan tinggi di mana ketinggiannya bisa mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan metode pembangunan. Meskipun demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi wahai tuanku dan izinkanlah saya untuk pertama kalinva saya menentang perintahmu. Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu dengan sangat puas, seperti ia mendengarkan suatu hakikat yang diputuskan. Kemudian dalam perkumpulan yang populer itu, Fir'aun melontarkan kata-katanya yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, saya tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka terdapat dua orang atau tiga orang yang masih mempunyai kebijaksanaan sehat. Ketiga orang itu mengetahui bahwa bahwasanya Fir'aun ialah seorang pembohong. Meskipun demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan menentukan apa yang disetujui oleh Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentara Mesir, para pembesar istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan wacana Musa?" Haman berkata: "Ia ialah seorang yang pembohong."
Salah seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia ialah seorang yang gila." Sementara itu salah seorang dukun berkata: "—Tampaknya ia khawatir mereka akan mencurigainya bila ia tidak menyampaikan sesuatu pun kepada mereka—aku kira ia terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan: "Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum menjawaban pertanyaanku. Apa bahwasanya maunya Musa? Apa bahwasanya persekongkolan yang disembunyikannya." Para penasihat melamun lantaran rasa takut dan sebagai bentuk kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka spesialuntuk menunggu Fir'aun mengucapkan kalimat-kalimat tertentu kemudian mereka menirukannya dengan mulut-mulut mereka layaknya burung beo. Sesudah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahwa Musa ialah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya. Lalu persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah hal yang maklum di rezim kekuasaan mutlak bahwa perkumpulan yang dihadiri oleh para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pandapat sesama mereka berarti spesialuntuk sekedar untuk mengulang-ulang dan mendapatkan keputusan mutlak dari penguasa. Para penasihat berkata—sesudah Fir'aun memdiberi mereka peluang untuk mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa ialah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya sudah selesai. Kita akan mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir sudah hadir dan berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan sanggup menandakan bahwa Musa memang tukang sihir dan mereka akan bisa mengalahkannya. melaluiataubersamaini cara demikian, kita sanggup memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan bawah umur Bani Israil." Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu. Sepuluh orang dari pemmenolong Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan menunggangi kendaraan mereka dan mereka segera berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di pasar-pasar Mesir bahwa seluruh jago-jago sihir hendaklah menuju ke istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang penting.
Fir'aun memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut-nakutinya tetapi Nabi Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau seorang tukang sihir, dan saya memutuskan untuk menyingkap kedokmu di hadapan tiruana orang. Tidak usang lagi para tukang sihir akan hadir." Nabi Musa bertanya: "Kapan saya akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun berkata: "Di sana terdapat suatu pertemuan atau program yang sebentar lagi akan dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri menyambut kehadiran demam isu semi. Sungguh itu suatu pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan. Sekarang saya diberi peluang engkau untuk mencabut dakwahmu. Aku mempersembahkan peluang yang terakhir bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana insan akan berkumpul di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan hadir?" Musa berkata: "Insya Allah saya akan hadir di waktu fajar di permulaan siang."
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami sudah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) gejala kekuasaan Kami tiruananya, maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah engkau hadir kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami pun pasti akan menhadirkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan engkau, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) engkau di suatu tempat yang pertengahan (letak dan posisinya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) engkau itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan insan pada waktu matahari sepenggalahan naik.'" (QS. Thaha: 56-59)
Nabi Musa pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir hadir ke istana Fir'aun. Ketika tiruana berkumpul, Fir'aun memerintahkan semoga mereka tiruana menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya. Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan pakaian mereka. Fir'aun tampak melamun memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan berkata: "Wahai para tukang sihir, kami kini menghadapi problem yang kecil dan kami sudah memerintahkan semoga kalian dihadirkan untuk memecahkan problem itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki hadir kepada kami dan ia mengaku utusan Allah SWT; seorang lelaki yang berjulukan Musa dan bersama saudaranya, Harun. Musa ini ialah tukang sihir yang ahli, lebih tangkas dan lebih hebat dari Harun. Oleh lantaran itu, kalian harus mengalahkannya dengan abadiahan yang telak sehingga ia tidak bisa lagi mengangkat kepalanya lantaran rasa malu." Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. Fir'aun berkata: "Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku wacana sihirnya Musa." Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan yang agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus pembicaraanmu wahai tuan."
melaluiataubersamaini nada marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar kemudian ia mencabut tangannya dan tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan orang-orang yang melihatnya." Tampak senyum manis menghiasi wajah-wajah para tukang sihir dan salah seorang mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini ialah permainan kuno; permaianan tongkat yang bermetamorfosis ular. Sesungguhnya itu spesialuntuk sekadar imajinasi yang menipu orang-orang yang melihatnya, yang seperti ia bergerak padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar persoalan pembuatan sihir. Yang saya inginkan semoga kalian mengalahkan Musa. Kami sudah sepakat untuk bertemu pada hari ketika demam isu semi akan tiba. Masyarakat Mesir tiruananya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian ketika kalian mengalahkannya. Oleh lantaran itu, kalian harus sanggup mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi mereka masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun tidak berbicara kepada kita wacana urusan yang lebih penting seandainya kita sanggup mengalahkan Musa?" melaluiataubersamaini keheranan Fir'aun bertanya: "Apa sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir berkata: "Tentu kami minta upah bila kami menang." melaluiataubersamaini tertawa, Fir'aun berkata: "Jangan khawatir, saya akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan gres di istana bagi para tukang sihir. Kalian tidakboleh khawatir. Tenanglah lantaran kalian akan mendapatkan upah yang layak."
Fir'aun tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia memerintahkan semoga mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke meja makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap paha kambing yang besar: "Semenjak Musa hadir selera makanku terganggu. Namun sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah SWT berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya saya ini ialah seorang utusan dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya saya hadir kepadamu dengan membawa bukti yang kasatmata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawaban: 'Jika benar engkau membawa sesuatu bukti, maka hadirkanlah bukti itu bila (betul) engkau termasuk orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini ialah jago sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan engkau dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang hamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawaban: 'Beritahulah ia dan saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu tiruana jago sihir yang pandai.' Dan heberapa jago sihir sudah hadir kepada Fir'aun mengatakan: '(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, bila kamilah yang menangV Fir'aun menjawaban: 'Ya dan sesungguhnya engkau benar-benar akan termasuk orang-orang yang bersahabat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian hadirlah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong-bondong keluar dari rumah. Mereka membicarakan wacana pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun. Mereka menuju ke tempat perayaan semenjak pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang tidak mengetahui wacana insiden itu. Orang-orang begitu gembira ketika para tukang sihir itu hadir sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun hadir, namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun hadir. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang spesialuntuk ditutupi oleh payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di tengah-tengah tentaranya. Ia menggunakan emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah SWT.
Keadaan ketika itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa. Mereka berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah yang pertama kali melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan menang." Musa berkata: "Celakah kalian, tidakbolehlah kalian membuat dusta kepada Allah SWT pasti Dia akan menhadirkan siksa bagi kalian." Sebagian jago hakikat berkata: "Nabi Musa menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah engkau bersikap sopan kepada wali-wali Allah SWT." Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para tukang sihir itu hadir dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun." Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah SWT. Mereka ketika ini hingga salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar mereka akan berada di surga."
Para tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka. Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang-orang yang melihat sihir itu merasa takut lantaran mereka menhadirkan sihir yang besar. Orang-orang merasa gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya: Sungguh hari ini ialah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat yang ada di tangannya yang sanggup bermetamorfosis ular, kini Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di tangan mereka pun bermetamorfosis ular. Senyuman Fir'aun pun semakin melebar.
Nabi Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk nirwana dan mereka akan menjadi wali-wali Allah SWT? Nabi Musa merasakan tiruana itu, namun tiada seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi Musa ketika ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama saudaranya di hadapan kumpulan insan yang banyak dari para pengpertama dan tentara Fir'aun. Ketika Musa merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan Allah SWT berkata kepadanya:
"Kami berkata: 'Janganlah engkau takut, sesungguhnya engkaulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, pasti ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu ialah tipu daya tuhang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia hadir." (QS.Thaha: 68-69)
Musa merasa senang ketika mendengar Allah SWT menenangkannya. Nabi Musa sanggup mengendalikan dirinya, kemudian dia mengangkat tongkatnya dan melemparkannya. Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu mukjizat. Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang sihir sanggup menipu pandangan insan dan memperdaya mereka seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya. Tetapi apa yang terjadi ketika itu ialah sesuatu yang benar-benar tidak sama. Belum hingga tongkat Nabi Musa menyentuh tanah sehingga ia bermetamorfosis ular yang besar dan sangat gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka yang bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu. Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka dengan cepat. Belum berselang beberapa menit sehingga arena itu kosong dari tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular yang besar menuju Nabi Musa kemudian dia mengulurkan tangannya dan tiba-tiba ular itu bermetamorfosis tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahwa mereka bukan di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya ialah tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan ketika ini bukan termasuk sihir. Itu ialah mukjizat dari Allah SWT.
Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas tanah. Mereka berkata: "Kami diberiman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan Harun." Orang-orang Mesir dan bawah umur Bani Israil menyaksikan mukjizat yang mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang sihir Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahwa bola itu kini berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangun dari duduknya dan berteriak di depan tukang sihir: "Bagaimana kalian diberiman kepadanya sebelum saya memdiberi izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk diberiman tidak perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini ialah persekongkolan yang jelas. Sesungguhnya Musa ialah guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib di pohon kurma. Sungguh ini ialah persekongkolan yang jelas."
Para tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini. Sesungguhnya kami diberiman kepada Tuhan kami semoga Dia mengampuni kami dan menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau diberikan terhadap kami ialah sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah SWT lebih baik dan lebih awet. Seandainya engkau menyiksa kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka engkau spesialuntuk sanggup menyiksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia tidak sanggup dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami spesialuntuk ingin mendapatkan pengampunan dari Allah SWT dan memasuki surga." Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintahnya untuk menyalib tiruana tukang sihir. Ketika menyaksikan insiden tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi Harun meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah SWT menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai Musa, engkaukah yang akan melemparkan lebih lampau, ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawaban: 'Lemparkanlah (lebih lampau)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadihan orang banyak itu takut, serta mereka menhadirkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan gagallah yang selalu mereka kerjahan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami diberiman kepada Tuhan semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun berkata: 'Apakah engkau diberiman kepadanya sebelum saya memdiberi izin kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan) ini ialah suatu kebijaksanaan kancil yang sudah engkau rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelah engkau akan mengetahui (akibat perbnatanmu ini); sesungguhnya saya akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh ahu akan menyalib engkau tiruananya. Ahli-ahli sihir itu menjawaban: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan engkau tidak membalas dendam dengan menyiksa kami, melaikan lantaran kami sudah diberiman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu hadir kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)
Para tukang sihir Mesir bermetamorfosis Muslim dan mempercayai pemikiran yang dibawa oleh Nabi Musa. Mereka diberiman kepada Allah SWT. Akhirnya, mereka dinaikkan di batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah SWT semoga mereka dimatikan sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka semenjak ketika ini hingga salat Ashar di sisimu dan sesudahnya mereka berada di surga. Ketika memasuki waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh para tentara Fir'aun. Fir'aun menghadapi persoalan baru. Fir'aun mengadakan serangkaian pertemuan-pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil penanggung jawaban tentara dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa ketika ini dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri dan para penjabat serta tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil tiruana yang mempunyai kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang-orang?" Ia berkata: "Anak buahku sudah kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat informasi bahwa Musa sanggup memenangkan perlombaan itu lantaran ia berhasil membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantungnya di tempat umum dan di pasar-pasar untuk menakuti insan dan kami sebarkan diberita bahwa Fir'aun akan membunuh setiap orang yang mempunyai persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawaban: "Mereka menginginkan semoga mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum hadir giliran pasukan maka akan hadir gilirannya."
Fir'aun kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat keruskaan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh engkau sanggup membaca pikiranku wahai Haman. Kita akan membunuh bawah umur mereka dan akan mempermalukan perempuan-perempuan mereka. Aku mempunyai kekuasaan di atas mereka."
Pasukan Fir'aun pergi untuk membunuh bawah umur laki dari Bani Israil dan menodai kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang. Musa berdiri menyaksikaan apa yang terjadi tanpa bisa turut campur dan tanpa bisa mencegahnya. Yang dia lakukan spesialuntuk memerintahkan kaumnya untuk bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk meminta dukungan kepada Allah SWT dan bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir Mesir itu bisa menahan derita di jalan Allah SWT tanpa berkeluh kesah. Nabi Musa memdiberitahu mereka bahwa tentara-tentara Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seperti bumi ialah milik khusus mereka. Sebenarnya Allah SWT akan mewariskan bumi kepada orang-orang yang bertakwa.
Kemudian intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mensugesti jiwa Bani Israil sehingga mereka merasakan abadiahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai Musa kami sangat menderita sebelum kehadiranmu dan setelah kehadiranmu, bawah umur dibunuh sebelum kehadiranmu dan setelah kehadiranmu." Seakan-akan mereka berkata kepada Musa bahwa keberadaanmu tidak mempersembahkan manfaat sedikit pun. Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia memdiberitahu mereka bahwa Allah SWT akan menghancurkan musuh-musuh mereka, kemudian Allah SWT akan menjadikan bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi lagi-lagi mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahwa mereka tidak besar lengan berkuasa lagi menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa menghadapi keadaan yang susah. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan konspirasinya. Pada ketika yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun ialah seorang putra Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa. Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih bersahabat kepada rezim Fir'aun. Allah SWT menceritakan kepada kita wacana kekayaan Qarun. Allah SWT berkata kepada kita bahwa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya sangat susah dipikul oleh sekelompok laki-laki yang besar lengan berkuasa sekalipun. Seandainya kita ingin mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita sanggup membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun mempunyai banyak sekali macam kekayaan dan dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang menyayangi dunia. Kekayaan yang dimiliki Qarun menciptakannya bersikap arogan sehingga tidak simpel baginya untuk mendapatkan nasihat. Tampak bahwa kekayaannya dan kesombongannya menciptakannya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi tertawa yang paling populer di kalangan Bani Israil, dan ketenarannya menyaingi ketenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun spesialuntuk mengusai sebagian dari Mesir.
Orang-orang yang berakal dari kaumnya menasihatinya semoga ia berpikir sejenak wacana akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara keseluruhan dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu semoga engkau tidak melupakan bagianmu dari dunia. sepertiyang mereka menasihatimu semoga tidakboleh hingga engkau melupakan bagianmu dari akhirat."
Qarun spesialuntuk merasa puas dengan bagiannya dari dunia. Imajinasi akalnya menyampaikan bahwa kekayaan ini hadir lantaran perjuangan kerasnya sebagaimana ia mengira kekayaannya ialah tanda bahwa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira bahwa ia lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa ialah seorang yang fakir sedangkan Qarun ialah seorang yang kaya, maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak menggunakan satu pun gelang dari emas sanggup memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah dibandingkan dengan seorang yang kaya yang bisa membuat pelana kudanya dari emas. Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.
Allah SWT berfirman:
"Bukankah saya lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak sanggup menerangkan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun menjadi sobat bersahabat Fir'aun dan mendukung rezim kekuasaannya. Bukan spesialuntuk Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan imajinasi ini, bahkan kaum Fir'aun pun mempunyai pendapat yang sama. Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa spesialuntuk sekadar seorang tukang sihir yang mengalahkan jagojago sihir lainnya. Namun ini tidak berarti bahwa masyarakat Mesir tidak mempunyai keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah masyarakat Mesir masih terdapat orang yang diberiman kepada Nabi Musa namun ia menyembunyikan keimanannya lantaran khawatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana juga ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah SWT memang menyayangi Musa kemudian mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi fitnah atau cobaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka keluarlah Qarun kepada haumnya dengan kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai mirip apa yang sudah didiberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yangbesar." (QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan orang-orang yang berakal sehat—biarpun jumlah mereka sedikit—mereka memandang bahwa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak berarti sedikit pun di sisi Allah SWT. Allah SWT tidak memandang kekayaan yang banyak bila jiwa insan menjadi petang karenanya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian susah, Nabi Musa menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan perilaku yang baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya dengan tuduhan yang berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa dikagetkan dengan suatu tuduhan di mana ada seorang perempuan yang menuduhnya berbuat tidak senonoh kepadanya dan menyampaikan bahwa Musa pernah pulas bersamanya kemarin. Kami kira Nabi Musa sangat kaget dengan tuduhan ini dan dia tidak mengetahui apa yang dikatakannya atau bagaimana dia membela dirinya menghadapi tuduhan mirip itu. Kemungkinan besar dia salat dan menghadap Allah SWT. Kemudian dia menemui perempuan itu dan bertanya, mengapa ia menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba perempuan itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia memdiberitahu Musa bahwa Qarun memdiberinya uang sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan jelek buat Qarun. Kemudian Allah SWT berkehendak untuk menhadirkan mukjizat di ketika yang tepat yang menerangkan kepada insan bahwa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha Perkasa, dan bahwa harta spesialuntuk sebagian ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu keutamaan yang dengannya insan sanggup dinilai.
Mukjizat yang Allah SWT turunkan ialah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi. Kami tidak mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu ialah gempa yang Allah SWT perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui ialah bahwa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan tiruana kekayaannya serta orang dekatnya.
Sebagian dongeng menyampaikan bahwa itu terjadi di Fuyum, dan danau Qarun ialah yang dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia ialah tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan hartanya. Alhasil, Al-Qur'an al-Karim tidak menentukan tempat hadirnya azab ini dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Qur'an spesialuntuk menceritakan apa yang terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang penting ialah pelajaran yang terjadi itu.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun ialah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami sudah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah engkau terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada apa yang sudah dianugerahkan Allah kepadamu (kabahagiaan) negeri akhirat, dan tidakbolehlah engkau melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat sepakat (kepada orang lain) sebagaimana Allah sudah berbuat baik kepadamu, dan tidakbolehlah engkau berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata: 'Sesungguhnya saya spesialuntuk didiberi harta itu, lantaran ilmu yang ada padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh sudah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih besar lengan berkuasa daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, wacana dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai mirip apa yang sudah didiberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah ialah lebih baik bagi orang-orang yang diberiman dan bersedekah saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali orang-orang yang sabar.' Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia sudah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).' Negeri darul abadi itu. Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu ialah bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang lampau banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahwa ia didiberi ilmu itu. Sebagian mereka menyampaikan bahwa itu ialah ilmu kimia yang dengannya Qarun bisa mengubah tembaga menjadi emas. Sebagain lagi mereka menyampaikan bahwa Qarun mengetahui ismullah al-A'zham (nama Allah yang agung) kemudian ia menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan orang-orang lampau membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham. Qarun ialah seorang munafik. Mereka juga tidak percaya bahwa Qarun sanggup membuat racikan kimia.
Kami kira, ini tiruana ialah dongengan semata yang tidak layak untuk menerangkan sebab-sebab kekayaannya. Menurut ekonomis kami, Qarun ialah seorang yang lalim di mana ia melaksanakan pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan perteman dekatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas dari Fir'aun. Dan lantaran perteman dekatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melaksanakan kejahatan di sana-sini dan karenanya ia menyampaikan bahwa harta yang diperolehnya ialah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun sudah membuat kebohongan dan kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak sehat.
Penyimpangan dari keimanan kepada Allah SWT meskipun seujung rambut pada akhirnya menyeret insan kepada perilaku kesombongan. Manusia itu akan menentang kebenaran dan ia tidak bisa lagi mengikuti kebenaran sehingga pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu yang realis-tis dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum usang Qarun menda-patkan siksa sehingga orang-orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan bawah umur Israil menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, perperihalan antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahwa Musa sangat mengancam kekuasaannya. Musa—sebagaimana nabi-nabi yang lain—membawa ajarannya dengan penuh kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak kejahatan dan sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan-segan untuk menghancurkannya. Nabi Musa menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira bahwa membunuh Musa ialah cara satu-satunya untuk menuntaskan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah saya membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, lantaran sesungguhnya saya khawatir dia akan menukar agamamu atau mengakibatkan kerusakan di muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita perhatikan bahwa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan kiprah para nabi; ia berusaha menyesatkan insan dengan menyampaikan bahwa justru Musa yang ingin menyesatkan mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia spesialuntuk sekadar melontarkan pikiran untuk membunuhnya di depan mereka dan yang melaksanakan hal tersebut ialah para pejabat istana. Kami kira Haman sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. Ia ialah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Qur'an tidak sebut namanya lantaran namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia tidak sebut sifatnya lantaran sifatnya tidak begitu penting. Al-Qur'an spesialuntuk menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk membunuh Musa. Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia berkata bahwa Musa spesialuntuk menyampaikan bahwa Allah SWT ialah Tuhannya, kemudian untuk mendukung pernyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti yang terperinci yang menunjukkan bahwa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahwa Musa ialah seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang pembohong maka kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melaksanakan sesuatu yang karenanya ia harus dibunuh. Namun bila ia benar kemudian kita membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia mempunyai kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah SWT ketika hadir? Siapakah yang sanggup menolong kita dari siksaan-Nya bila menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita dan perjuangan kita untuk membohongkan kebenaran sudah membuat kita rugi."
Perkataan lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu ialah seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitasnya kepada Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan motifasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada sesuatu yang sanggup menjatuhkan kekuasaan Fir'aun mirip kebohongan dan tindakan yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.
Dari sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup mensugesti Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun Fir'aun menyampaikan kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi pola dari perilaku orangorang yang lalim:
"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang saya pandang baik; dan saya tiada menunjukkan kepadamu selainjalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah pernyataan para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang saya pertimbangkan. Ini ialah pendapat kami yang khusus. Ia ialah pendapat yang membimbing kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh lantaran itu, kita harus tetap melawannya dan membinasakannya. Allah SWT menceritakan perilaku demikian ini dalam surah Ghafir:
"Dan seorang laki-laki yang diberiman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah engkau akan membunuh seorang laki-laki lantaran dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia sudah hadir kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan bila ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan bila ia seorang yang benar pasti sebagian (bencana) yang diancamhannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah bila azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa saja yang saya pandang baik; dan saya tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan orang yang diberiman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya saya khawatir engkau akan ditimpa (bencana) mirip kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) mirip keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang hadir setelah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya saya khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) engkau (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, pasti tidak ada baginya seorang pun yang akan merndiberi petunjuk. Dan sesungguhnya sudah hadir Yusuf kepadamu dengan membawa heterangan-keterangan, tetapi engkau senantiasa dalam keraguan ten-tang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, engkau berkata: 'Allah tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesathan orang-orang yang melampaui batas dan galau. (Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang hingga kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang diberiman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbedaan dengan pembicaraan sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya wacana bukti-bukti sejarah. Ia memberikan kepada Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka semoga tidakboleh hingga mengganggu Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah SWT, kemudian Allah SWT menghancurkan mereka. Mereka ialah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf hadir dengan membawa bukti yang terperinci kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya kemudian mereka diberiman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari mereka. Lalu apa keguahan di balik pengutusan para rasul dari Allah SWT? Sejarah masa kemudian harus menjadi materi renungan. Bukankah kelompok minoritas orang-orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar diberiman atas kelompok secara umum dikuasai yang kafir? Bukankah Allah SWT sudah menghancurkan orang- orang kafir? Allah SWT menenggelamkan mereka dengan angin ribut dan Allah SWT menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah SWT menenggelamkan mereka dalam bumi. Apa yang kita tunggu kini dan dari mana kita tahu bahwa perjuangan kita membela Fir'aun mati-matian akan membawa laba bagi kita tiruana?
Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin bahwa ide membunuh Musa ialah ide yang tidak aman. Atau dengan kata lain, itu ialah ide yang yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh lantaran itu, ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Sesudah itu, lelaki mukmin itu berusaha untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang tiruanla menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang dan gamblang. Ia sudah berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang diberiman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, saya akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini spesialuntuklah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya darul abadi itulah negeri yang abadi. Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan diberiman, maka mereka akan masuk surga, mereka didiberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya. Pada simpulan pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai kaumku, bagaimanakah engkau, saya menyeru engkau kepada keselamatan, tetapi engkau menyeru saya ke neraka? (Mengapa) engkau menyeruku kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak saya ketahui padahal saya menyeru engkau (diberiman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahwa apa yang engkau seru supaya saya (diberiman) kepadanya tidak sanggup memperkenankan seruan apa pun baik di dunia maupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak engkau akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada engkau. Dan saya menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira, Allah SWT sudah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun semoga Fir'aun melupakan Musa. Konteks Al-Qur'an menyingkap bahwa lelaki ini ialah salah seorang intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan bisa menganalis serta mempunyai kemampuan untuk menghubungkan satu insiden dengan insiden yang lain sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan simpulan dari suatu peristiwa.
Orang yang diberiman itu bisa menggiring kebijaksanaan mereka menuju kebenaran. Fir'aun tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa ketika ia lupa untuk memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia ialah kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya. Keimananannya terhadap kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan kubu anti Musa. Ini berarti kemenangan yang besar bagi Musa. Karena itu, membunuh lelaki mukmin itu akan mengganggu atau menggoyangkan keberadaan cendikiawan Mesir di mana ia ialah salah seorang dari mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi problem yang rasa-rasanya susah atau tidak mungkin untuk terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan mempersembahkan dampak yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak rnemdiberikan dampak yang baik. Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah SWT diturunkan:
"Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min: 45)
Untuk beberapa saat, Fir'aun disibukkan dengan problem gres ini, tetapi Fir'aun ialah Fir'aun. Ia tetap menggunakan busana kesombongannya; ia tetap menyiksa Bani Israil, menghina mereka dan menodai kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak. Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah SWT untuk bersikap keras kepada keluarga Fir'aun. Allah SWT menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan azab sehingga mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan laki-laki mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah SWT menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di mana bumi tampak kering kerontang dan sungai Nil pun mengering hingga buah-buahan jarang sekali ditemukan dan harga semakin mencekik leher. Akibatnya, kelaparan melanda di sana-sini. Dalam keadaan demikian, orang-orang Mesir menganggap bahwa kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang maklum bahwa siksa yang mirip ini akan selalu menimpa insan ketika mereka berpaling dari keimanan dan takwa.
Allah SWT berfirman:
"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri diberiman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum yang usang diberlakukan atas penduduk Mesir lantaran dua sebab: pertama, perilaku hirau taacuh mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang sihir, kedua, perilaku hirau taacuh mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan petaka kelaparan ini pada suatu alasannya ialah yang sangat mengherankan. Mereka menyampaikan bahwa apa yang menimpa mereka lantaran kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang melanda mereka, kefakiran, dan belum sempurnanya buah-buahan yang mereka rasakan ketika ini ialah disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran. Mereka meyakini bahwa sihir Musa ialah yang bertanggung jawaban terhadap apa yang menimpa mereka pada demam isu paceklik ini. Mereka mengira dengan kebo dohan mereka bahwa kekeenteng yang melanda negeri mereka ialah sebagai alat atau kekuatan yang digunakan oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahwa pemikiran demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat ketika itu, tetapi pemikiran ini hadir dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa. Akhirnya, Allah SWT menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami sudah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (menhadirkan) demam isu kemarau yang panjang dan belum sempurnanya buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila hadir kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini ialah lantaran (usaha) kami.' Dan bila mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan alasannya ialah kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu ialah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan nereka tidak mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun engkau menhadirkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu maka, kami sekali-kali tidak akan diberiman kepadamu.' Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka ialah kaum yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah SWT mengirimkan banyak sekali macam azab dengan harapan semoga mereka kembali kepada Allah SWT dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama Musa. Allah SWT mengirim angin ribut kepada mereka. Sesudah masa paceklik, hadirlah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun karam dengan air sehingga mereka tidak sanggup bercocok tanam. Sesudah mereka disiksa dengan sedikitnya air maka kali ini mereka mendapatkan limpahan air yang luar biasa. Mereka segera hadir kepada Nabi Musa sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang sudah diterangkan itu) mereka pun berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya bila engkau sanggup menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan diberiman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.'" (QS. al-A'raf: 134)
Kemudian Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang cukup sehingga layak untuk dibentuk bercocok tanam. Nabi Musa meminta kepada mereka untuk mewujudkan kesepakatan mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi mereka tidak memenuhinya. Kemudian hadirlah tanda kebemasukan yang lain yaitu dalam bentuk turunnya belalang. Allah SWT mengirim sekawanan belalang yang memenuhi tumbuhan dan buah-buahan. Ketika belalang-belalang itu terbang maka tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan lantaran saking banyaknya belalang-belalang itu. Belalang itu memakan kuliner orang-orang Mesir.
Melihat keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya semoga berdoa kepada Tuhannya semoga menyingkirkan siksaan ini dari mereka dan mereka berjanji untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada Tuhannya sehingga Allah SWT menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka sanggup menanami kembali bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani Israil namun mereka menunda-nundannya sehingga Nabi Musa mengetahui bahwa bahwasanya mereka tidak fokus untuk memenuhi kesepakatan mereka.
Kemudian hadirlah siksaan Allah SWT yang lain, yaitu dikirim-Nya banyak sekali macam hama. Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi-lagi mereka hadir kepada Nabi Musa dan mengulangi kesepakatan mereka dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah SWT. Kali ini mereka pun tetap mengingkari kesepakatan mereka. Lalu hadirlah siksaan Allah SWT yang lain dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi dengan katak. Katak itu melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi kuliner orang-orang Mesir serta berada di rumah mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali mengulangi kesepakatan mereka dan meminta padanya semoga ia berdoa kepada Tuhannya semoga Allah SWT menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap mengingkari kesepakatan mereka.
Selanjutnya, Allah SWT menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana sungai Nil bermetamorfosis darah sehingga tidak seorang pun sanggup meminumnya. Kita ketahui bahwa mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang biasa terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut atau serangan belalang atau hama dan katak, tiruana ini ialah bukan hal gres bagi orang-orang Mesir. Yang gres ialah insiden ini terjadi dengan sangat tiba-tiba dan sangat mencekam. Sedangkan mukjizat atau azab yang lain ialah azab yang tidak biasa terjadi di tempat Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana air sungai Nil bermetamorfosis darah.
Perubahan sungai itu menjadi darah spesialuntuk terjadi di kalangan orang-orang Mesir sedangkan Musa dan kaumnya sanggup meminum airnya mirip biasanya. Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air maka ia akan mendapati bahwa gelasnya penuh dengan darah. Melihat insiden tersebut, orang-orang Mesir terguncang sebagaimana istana Fir'aun juga terguncang melihat siksa yang mengerikan dan gres ini. Lagi-lagi mereka menuju ke Nabi Musa dan meminta kepadanya semoga berdoa kepada Tuhannya dan mereka berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil. Nabi Musa pun berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari orang-orang Mesir. Meski demikian. istana Fir'aun tidak mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka. Lalu bagaimana perilaku Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangannya dan kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahwa dia tuhan. Bukankah—kata Fir'aun—dia mempunyai kerajaan Mesir dan sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun memdiberitahu bahwa Musa ialah tukang sihir yang bohong dan ia spesialuntuk seorang fakir yang tidak bisa menggunakan satu kalung emas dan satu gelang emas.
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami sudah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: 'Sesungguhnya saya ialah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka tatkala dia hadir kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya. Dan tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai jago sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya hami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan nienjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azdb itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah herajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah engkau tidak melihat(nya)?' Bukankah saya lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak sanggup dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat hadir bantu-membantu dia untuk mengiringkannya.' Maka Fir'aun mensugesti kaumnya dengan (perkataannya itu) kemudian mereka patuh kepadanya. Sesungguhnya mereka ialah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf: 46-54)
Perhatikanlah ungkapkan Al-Qur'an: Maka Fir'aun mensugesti kaumnya dengan (perkataannya itu) kemudian mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara kebijaksanaan mereka, membelenggu kebebasan mereka, dan menutup masa depan mereka yang cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan mereka sehingga mereka menaatinya. Bukankah ketaatan ini guah? Namun keguahan ini hilang ketika kita mengetahui bahwa mereka ialah orang-orang yang fasik. Kefasikan menja-dikan seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya, ia akan mendapati kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum Fir'aun.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereha kemudian Kami tenggelamkan mereka tiruananya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan pola bagi orang-orang yang kemudian." (QS. az-Zukhruf: 55-56)
Tampak terperinci bahwa Fir'aun tidak diberiman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan perjuangan untuk menyiksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa jelek untuk Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau sudah memdiberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan komplemen dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, jadinya mereka menyesatkan (manusia) darijalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak diberiman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya sudah diperkenankan ajakan engkau berdua, alasannya ialah itu tetaplah engkau berdua padajalan yang lurus dan tidakbolehlah sekali-kali mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus: 88-89)
Kemudian hadirlah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat guah. Tidak tiruana kaumnya diberiman kepadanya. Allah SWT berfirman:
"Maka tidak ada yang diberiman kepada Musa, melaikan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu absolut di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orangyang melampaui batas." (QS. Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah SWT sudah memutuskan untuk membuat suatu keputusan aturan terhadap Fir'aun. Allah SWT memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa. Mereka membawa perhiasan-perhiasan mereka kemudian hadirlah malam kepada mereka. Nabi Musa berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah diberita kepada Fir'aun bahwa Musa sudah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan perintahnya di segenap penjuru kota semoga pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun memberikan alasan yang guah di balik pengumpulan tentara itu sebagaimana disampaikan oleh Al-Qur'an:
"Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang mengakibatkan amarah kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun sudah naik pitam melihat agresi Musa. "Secara pribadi saya sudah murka padanya. Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak. Kalau demikian, ini ialah peperangan." Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya. Misalnya, secara diplomatis ia sanggup menyampaikan bahwa keamanan kerajaan terancam atau sistem ekonomi akan hancur bila para pekerja ini yang dipenghasilan dengan sangat murah ini akan keluar. Fir'aun tidak menyampaikan tiruana itu tetapi ia spesialuntuk menyatakan bahwa ia sedang emosi. Nabi Musa menciptakannya naik pitam dan ini sudah cukup untuk mengeluarkan perintah semoga para tentara dikumpulkan. Manusia membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya. Tiada seorang pun yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan alasannya ialah sepele di balik pengumpulan tentara itu.
Akhirnya, bergeraklah tentara Fir'aun dengan membawa persenjataan yang lengkap dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk di atas kendaraan perangnya dan mengawasi tentara di sekitamya sambil tersenyum. Barangkali ia membayangkan, bila semenjak tiruanla ia melaksanakan itu maka gerak-gerik Musa akan sanggup dipatahkannya dan ia sanggup membunuhnya. Alhasil, ia kini berada di jalan untuk menangkap Musa dan membunuhnya dan menuntaskan persoalan seluruhnya.
Nabi Musa berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahwa debu yang ditebarkan oleh tentara Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak panji-panji tentara. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka menghadapi situasi sangat susah dan berbahaya: di depan mereka ada maritim sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak mempunyai peluang sedikit pun untuk berperang dengan pasukan Fir'aun lantaran mereka spesialuntuk terdiri dari wanita-wanita, bawah umur kecil, dan orang-orang lelaki yang tidak bersenjata. Fir'aun akan menyembelih mereka tiruananya.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita dan menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan mereka sambil berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa ketika itu atau apa yang dipikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan mirip ini kecuali setelah Allah SWT mewahyukan kepadanya semoga ia memukulkan tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah bahwa kehendak Allah SWT pasti terealisasi meskipun harus berperihalan dengan kebijaksanaan manusia. Allah SWT ingin menunjukkan mukjizat, kemudian Allah SWT mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan spesialuntuk sekadar alasannya ialah yang kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan. Belum hingga Nabi Musa mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi kemudian Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba maritim itu terbelah menjadi dua bagian: satu potongan menjadi kering kerontang di mana di sebelah kanannya terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga terdapat ombak. Nabi Musa bersama kaumnya berjalan sehingga mereka sanggup melewati lautan. Ini ialah mukjizat yang sangat besar. Ombak bergelombang: meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan tersembunyi yang mencegahnya semoga tidakboleh hingga menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu, Fir'aun hingga ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan terdapat jalan keringyang terbelah menjadi dua. Fir'aun ketika itu merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangannya tetap menyalakan api peperangan sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan dengan tongkatnya sehingga kembali sebagaimana mestinya, tetapi Allah SWT mewahyukan kepadanya semoga ia membiarkan lautan mirip tiruanla. Seandainya ia memukulkan tong-katnya kepada lautan dan maritim itu kembali mirip tiruanla pasti Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah SWT sudah berkehendak untuk menenggelamkan Fir'aun. Oleh lantaran itu, Musa diperintahkan untuk membiarkan lautan mirip tiruanla. Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dan biarlah maritim itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka ialah tentara yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun bersama tentaranya hingga di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia akan hingga ke tepi yang lain. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya beserta tentaranya. Fir'aun dan tentaranva tenggelam. Pembangkangan sudah karam sedangkan keimanan kepada Allah SWT sudah selamat.
Ketika tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sadar dan tabir sudah terkuak di depannya. Fir'aun sudah menjemput sakaratul maut. Ia sudah menyadari bahwa Musa ialah seorang yang benar dan ia sudah menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir karam berkatalah dia: 'Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS. Yunus: 90)
Taubat Fir'aun tidak berkhasiat dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:
"Apakah kini (baru engkau percaya), padahal sesungguhnya engkau sudah durhaka semenjak lampau, dan hamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Yunus: 91)
Yakni, tidak ada taubat bagimu. Sungguh sudah selesai waktu taubat bagimu dan engkau sudah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang selamat spesialuntuklah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga tubuhmu sebagai bukti kebemasukan Allah SWT bagi orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya engkau sanggup menjadi peringatan bagi orang-orang yang hadir sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari insan lengah dari gejala kekuasaan Kami." (QS. Yunus: 92)
Apa yang terjadi pada Fir'aun ialah sunatullah yang awet yang terjadi sebagai pelajaran bagi hamba-hamba Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami diberiman hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang sudah kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al-Mu'min: 84)
Allah SWT menceritakan perilaku Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), lantaran sesungguhnya engkau sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang mengakibatkan amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami anugerahkan tiruananya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala tentaranya sanggup menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: 'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawaban: 'Sekali-kali kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memdiberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya tiruananya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ialah suatu tanda yang besar (mukji-zat) dan tetapi ialah kebanyakan mereka tidak diberiman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani menentangnya. Diduga besar lengan berkuasa bahwa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat kemudian orang-orang Mesir melihatnya dan mengetahui bahwa tuhan mereka yang mereka sembah, yang mereka taati ialah sekadar seseorang yang tidak bisa menjauhkan kematian dari lehernya.
Sesudah itu, orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Qur'an al-Karim tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rezim Fir'aun dan setelah tentaranya tenggelam; Al-Qur'an tidak menceritakan kepada kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah SWT menghancurkan apa yang diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Qur'an tidak menyinggung tiruana itu; Al-Qur'an justru memseriuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana insiden yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun Mesir sudah mati. Ia karam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani Israil. Meskipun ia sudah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat susah untuk menghilangkan imbas kehinaan yang sekian usang atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun sudah menanamkan pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan kita ketahui dari ayat-ayat Al-Qur'an. Fir'aun sudah membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun sudah menghancurkan jiwa mereka dari dalam. Fir'aun sudah merusak suasana rohani mereka yang membersihkan. Fir'aun sudah merusak fitrah mereka sehingga mereka menyiksa Musa dan menyakiti Musa dengan perilaku penentangan dan kebodohan.
Mukjizat pembelahan lautan masih segar di pikiran mereka. Pasir-pasir maritim yang berair masih membekas dan masih terdapat dalam sandal-sandal Bani Israil ketika mereka lewat di depan kaum yang menyembah berhala. Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah SWT lantaran mereka mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya semoga menjadikan tuhan lain bagi mereka yang sanggup mereka sembah mirip orang-orang itu. Mereka merasa cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari syirik yang kemudian yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah SWT berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka hingga pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawaban: 'Sesungguhnya engkau ini ialah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan dihancurhan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawaban: 'Patutkah saya mencari Tuhan untuk engkau yang selain daripada Allah, padahal Dialah yang sudah melebihkan engkau atas segala umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan engkau dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab engkau dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka merribunuh bawah umur lelakimu dan mem-biarhan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat pohon yang sanggup melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat kuliner dan air. Kemudian rahmat Allah SWT turun kepada mereka di mana mereka mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna ialah kuliner yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebagian pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun pohon. Allah SWT juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung yang berjulukan as-Saman.
Ketika mereka merasakan kehausan yang sangat ketika di Saina' tidak ada setetes air pun maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada watu sehingga watu itu memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka Allah SWT mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang sakit tidak sanggup menyadarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan menyampaikan bahwa mereka bosan dengan kuliner ini dan mereka ingin mempunyai bawang merah dan bawang putih serta kacang-kacangan. Semua kuliner ini ialah kuliner tradisional Mesir. Bani Israil meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah SWT dan mengeluarkan dari bumi makanan-makanan ini. Nabi Musa melihat bahwa mereka menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa menyadari betapa mereka merindukan kehinaan mereka ketika mereka bersama Fir'aun. Mereka berani menolak makanan-makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah SWT berfirman:
"Dan ingatlah ketika engkau berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam kuliner saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami kepada Tuhanmu, semoga Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah engkau mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah engkau ke suatu kota, pasti engkau memperoleh apa yang engkau minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) lantaran mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikianlah itu (tetjadi) lantaran mereka selalu berbuat durhaka dan rrwlampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta berusaha menguasai tempat itu. Demikianlah sudah hadir ujian terakhir kepada mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah SWT serta hal-hal yang luar biasa. Telah hadir ketika ujian kepada mereka untuk berperang—karena mereka sebagai orang-orang mukmin— melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyadarkan mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah SWT yang turun kepada mereka; bagaimana Allah SWT menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana mereka didiberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak sanggup didapatkan oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahwa di dalamnya terdapat kaum yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang besar lengan berkuasa itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno menyampaikan bahwa mereka keluar dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa tidak sanggup mendapatkan seseorang pun di antara mereka yang siap melaksanakan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini berusaha untuk menyadarkan kaum semoga mereka memasuki tanah suci itu dan berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh spesialuntuk sekadar kalian memasuki pintu darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gemetar.
Pada kali yang lain—sesuai dengan watak mereka—mereka merindukan menyembah berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka sudah rusak dan mereka sudah kalah dari dalam diri mereka; mereka sudah biasa mendapatkan kehinaan sehingga mereka tidak bisa berperang. Yang tersisa spesialuntuklah, mereka bisa untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami spesialuntuk duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan terperinci serta tanpa rasa malu. Nabi Musa mengetahui bahwa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun sudah mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk mengobatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan memdiberitahu-Nya bahwa ia tidak mempunyai sesuatu pun kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa berdoa jelek kepada kaumnya semoga Allah SWT memisahkan antara dirinya dan mereka. Allah SWT menurunkan keputusan-Nya kepada generasi ini yang sudah rusak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rusak jiwanya dan mereka akan sanggup berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allak atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya engkau orang-orang merdeka, dan didiberikannya kepadamu apa yang belum pernah didiberikan-Nya kepada seseorang pun di antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang sudah ditentukan Allah bagimu, dan tidakbolehlah engkau lari ke belakang (karena takut kepada musuh) maka engkau menjadi orang-orang yang rnerugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orangyang takut (kepada Allah) yangAllah sudah memdiberi nikmat atas keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila engkau memasukinya pasti engkau akan menang. Dan spesialuntuk kepada Allah hendaklah engkau bertawakal, bila engkau benar-benar orang yang diberiman.' Mereka berkata: 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, lantaran itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami spesialuntuk duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, saya tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka tidakbolehlah engkau bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki daratan di tempat Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang dia bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat-kalimat Allah SWT. Bani Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki pegunungan sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggung jawaban untuk mengurus kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Dan sudah Kami jadikan kepada Musa (mempersembahkan Taurat) setelah silam waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang sudah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah saya dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan tidakbolehlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.'" (QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang lampau menyampaikan bahwa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari sepanjang malam dan siang tanpa merasakan kuliner sedikit pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan mirip lisan orang yang berpuasa. Lalu dia memakan sedikit dari tumbuhan bumi dan dia mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawaban: "Ya Tuhanku, saya tidak ingin berbicara denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah SWT menjawaban: "Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahwa lisan orang yang berpuasa di sisi-Ku lebih baik daripada bacin misik. Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh hari kemudian hadirlah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.
Kami tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahwa Allah SWT menambah sepuluh hari yang lain. Sesudah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk spesialuntuk menyembah kepada AJlah SWT dan tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah SWT.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. melaluiataubersamaini pengertian, memseriuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5. Menyadari bahwa Allah SWT yang sanggup memdiberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah mempersembahkan kesaksian yang tiruan.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah kawanmu atau istrinya atau budaknya atau sapinya atau keledainya.
Para ulama salaf menyampaikan bahwa kandungan sepuluh wasiat ini sudah terdapat dalam dua ayat dalam Al-Qur'an, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas engkau oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah engkau mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat sepakat terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan tidakbolehlah engkau membunuh bawah umur engkau lantaran takut kemiskinan. Kami akan memdiberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan tidakbolehlah engkau mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan tidakbolehlah engkau membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya engkau memahaminya. Dan tidakbolehlah engkau mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaa, hingga hingga ia dewasa. Dan sempurnakan dosis dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila engkau berkata, maka hendaklah engkau berlaku adil kendatipun dia ialah kerabat(mu), dan penuhilah kesepakatan Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu semoga engkau ingat. " (QS. al-An'am: 151-152)
Allah SWT menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk menemui kesepakatan dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah SWT berdialog dengannya, maka Musa merasakan cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya. Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta kepada Tuhannya semoga sanggup melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam insan mendorong dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan Anda terhadap cinta yang bekerjasama dengan cinta kepada Allah SWT. Ia ialah hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan kecintaannya kepada sang Pencipta, tiruana ini mendorongnya untuk meminta kepada Allah SWT semoga sanggup melihatnya.
Aliah SWT berfirman:
"Dan tatkala Musa hadir untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang sudah Kami tentukan dan Tuhan sudah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: 'Ya Tuhanhu, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku semoga saya sanggup melihat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Demikianlah dorongan cinta dari para pecinta sejati. Musa bertanya dan meminta kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah SWT menjawabannya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)
Seandainya Allah SWT spesialuntuk menyampaikan demikian maka ini pun sebagai bentuk keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini ialah keadaan cinta Ilahi dari Musa. Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta. Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat dari Tuhannya. Allah SWT memdiberitahunya bahwa ia tidak akan bisa melihat-Nya lantaran tak satu pun dari makhluk yang tidak sanggup "menangkap cahaya" dari Allah SWT. Allah SWT memerintahkannya semoga melihat pegunungan, dan bila pegunungan itu masih menetap di tempatnya maka ia akan sanggup melihat Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Tetapi lihatlah ke hukit itu, makajika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakaia) pasti engkau sanggup melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada pegunungan itu, dijadikannya pegunungan itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada seorang pun yang sanggup "menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi Musa mengetahui hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq ialah al-Maut (kematian) atau al-Ighma' (keadaan tidak sadarkan diri atau pingsan). Kami tidak mengetahui bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan kehidupannya atau kesadarannya.
"Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, saya bertaubat kepada Engkau dan saya orang yang pertama-tama diberiman.'" (QS. al-A'raf: 143)
Para mufasir klasik cukup fokus mereview dan memperbincangkan ayat-ayat ini. Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah SWT semoga sanggup melihat-Nya, padahal ia tahu bahwa itu ialah hal yang tidak mungkin atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling laga argumentasi. Mu'tazilah mempunyai pendapat yang lain dan Ahlusunah pun mempunyai pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan tiruananya berkisar pada: bagaimana seorang nabi tidak mengetahui—padahal ia ialah makhluk Allah SWT yang paling bersahabat dengan-Nya— bahwa melihat Allah SWT ialah hal yang sangat mustahil?
Kami kira bahwa perilaku Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman dari hatinya, yang ini ialah citra yang tinggi dari sejarah yang dilalui oleh Nabi Musa. Kita kini berada di hadapan puncak cinta kepada Allah SWT. Dan seorang pecinta tidak menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya. Menurut kebijaksanaan akal bahwa melihat Allah SWT ialah hal yang mustahil, tetapi kapan cinta pernah peduli dengan kebijaksanaan itu. Nabi Musa terdorong untuk mendapatkan pengalaman gres yaitu suatu pengalaman yang kayaknya ia sengaja melakukannya untuk mewakili kita tiruana. Nabi Musa nekat dan mendorong kita untuk meminta. Ia lebih lampau meraskan keadaan tidak sadarkan diri dan ia sudah menandakan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci bahwa tak seorang pun sanggup "menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi Musa dalam keadaan tak sadarkan diri kemudian ketika bangun ia memuja-muja Allah SWT dan bertaubat serta meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci Engkau, saya bertaubat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Mengapa Nabi Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyadari itu ialah mustahil. Ini ialah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebemasukan) Allah SWT dan bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari banyak sekali macam nikmat. Allah SWT berkata kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya Aku menentukan (melebihkan) engkau dari insan yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara eksklusif dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku diberikan kepadamu dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan sudah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan klarifikasi bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): 'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'" (QS. al-A'raf: 144-145)
Ahli tafsir memperhatikan firman Allah SWT kepada Musa: "Sesungguhnya Aku menentukan (melebihkan) engkau dari insan yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara eksklusif dengan-Ku."
Kemudian dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan bahwa pemilihan ini dikhususkan spesialuntuk kepadanya dan di zamannya saja, dan tidak berlaku di zaman sebelumnya lantaran ada Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada zaman sesudahnya lantaran ada Nabi Muhammad bin Abdilah saw dan ia lebih baik dari mereka berdua.
Kami ingin menghindari perdebatan ini, bukan lantaran kami percaya bahwa tiruana nabi sama. Memang Allah SWT memdiberitahu kita bahwa Dia mengutamakan sebagian nabi atau sebagian yang lain dan mengangkat derajat sebagian mereka atau sebagian yang lain, tetapi penekanan ini ialah hal yang dihentikan kita sentuh. Hendaklah kita diberiman kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan penghormatan kita kepada mereka tiruana. Adalah bukan hal yang sopan bila kita mencoba membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah kita meyakini dan mengimani mereka tiruana. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan murka dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang insan yang mempunyai kelembutan dan kerelaan hati yang begitu besar mirip Nabi Musa, tetapi ia didiberitahu oleh Tuhannya bahwa kaumnya sudah menyingpang dari jalannya. Oleh lantaran itu, ia kembali dalam keadaan murka dan jengkel kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Mengapa engkau hadir lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli saya dan saya bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, semoga supaya Engkau ridha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka sesungguhnya, Kami sudah menguji kaummu setelah engkau tinggalkan, dan mereka sudah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan murka dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)
Musa turun dari pegunungan dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan jengkel. Kita sanggup membayangkan bagaimana emosi yang memperabukan Nabi Musa ketika ia mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum usang Nabi Musa meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui Samiri. Fitnah ini adalah, bahwa Bani Israil— ketika keluar dari Mesir—membawa banyak dari harta komplemen orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. Mereka mengambilnya untuk mereka manfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian mereka selamat lantaran mukjizat pembelahaan lautan di mana lautan menenggelamkan Fir'aun dan tentaranya sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh Bani Israil.
Harun mengetahui bahwa emas tersebut bukan milik mereka kemudian Harun memintanya dari mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya lantaran ketika ini mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak bermanfaa bagi mereka emas-emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah dan meletakkan emas-emas itu kemudian menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa yang dilakukan oleh Harun. Sesudah itu, dia mengeluarkannya dan membuat sebuah patung sapi yang mirip sapi Ibis sesembahan orang-orang Mesir. Samiri ialah seorang pemahat yang ahli. Dia bisa membuat anak sapi yang menarikdanunik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk darinya udara dari celah potongan belakangnya kemudian keluar dari hidungnya. Samiri membuat bunyi yang mirip bunyi sapi yang sebenamya.
Konon, diam-diam kehebatan sapi ini ialah lantaran Samiri sudah mengambil segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam insiden mukjizat pembelahan laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas kemudian membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu sanggup bersuara mirip anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah kisah Samiri. Kita mengetahui kini bahwa bila tanah dimenambahkan ke emas dan melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas (lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga besar lengan berkuasa bahwa Samiri menggunakan tanah itu mirip tanah yang lain dalam perjuangan untuk mengeringkan potongan dalam dari anak sapi di mana patung itu bermetamorfosis patung yang mempunyai suara.
Sesudah itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawaban: "Ini ialah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri menjawaban: "Musa sudah lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal bahwasanya tuhannya ada di sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali pembaca akan merasa heran terhadap fitnah ini. Bagaimana kebijaksanaan kaum itu sanggup tunduk hingga pada keadaan mirip ini? Bukankah mereka sudah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan simpel menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka sudah terdidik di Mesir pada ketika mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah SWT tetapi mukjizat itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak bisa memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka ialah para penyembah berhala mirip tokoh-tokoh Mesir yang lampau. Oleh lantaran itu, mereka menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum yang menyembah berhala, kemudian mereka minta kepada Nabi Musa semoga menjadikan tuhan bagi mereka mirip kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi, masalahnya ialah persoalan klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah berhala berarti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri menentukan semoga anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas lantaran ia mengetahui bahwa umumnya Bani Israil lemah (gampang terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua kelompok: minoritas dari mereka diberiman dan mengetahui bahwa ini ialah tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan secara umum dikuasai mereka mengingkari Harun dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di tengah-tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini ialah fitnah (godaan). Samiri sudah memanfaatkan kebodohan kalian dengan membuat anak sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)
Para penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang-orang yang ndeso itu tidak mau lagi mendapatkan nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah SWT sanggup menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah SWT memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup pendengaran dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah terperinci bahwa Harun lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khawatir bila ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara. Akhirnya, Harun menentukan untuk menunda hal itu hingga kehadiran Musa. Harun mengetahui bahwa Musa seorang yang besar lengan berkuasa yang bisa mengatasi fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di sekitar anak sapi. Samiri—gampang-gampangan Allah SWT melaknatnya—adalah penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling berhala.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas sebut fitnah yang timbulkan oleh Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih wacana kelompok laki-laki yang memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw. Sebagian mereka menari-nari sehingga pingsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa, gampang-gampangan engkau didiberi pahala." Qurthubi menjawaban pertanyaan ini dengan menukil klarifikasi gurunya: "Mazhab sufi (yang dia maksudkan ialah orang-orang yang menari-nari yang dipraktekkan oleh sebagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam spesialuntuk berdasarkan Kitab Allah SWT dan sunah Rasul-Nya. Praktek tari-tarian mirip itu ialah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu ialah agama kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw duduk bersama sobat dekatnya dan seperti di atas kepala mereka terdapat burung, lantaran saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang itu untuk hadir di mesjid dan selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang pun yang diberiman kepada Allah SWT dan hari kemudian untuk hadir bersama orang-orang itu atau memmenolong kebatilan mereka. Ini ialah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para imam kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan persoalan tersebut. Anda sanggup membayangkan sejauhmana kecermelangan pikirannya dan sejauhmana ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari pegunungan untuk kembali rnenemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan kaum ketika mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:
"Dan tatkala Musa sudah kembali kepada kaumnya dengan murka dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang engkau kerjakan setelah kepergianhu!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa berjalan menuju ke Harun, kemudian ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di atas tanah. Tampaknya api kemarahan sudah membakamya. Musa memegang Harun dari rambut kepalanya hingga rambut jenggotnya sambil berkata:
"Hai Harun, apa yang menghalangi engkau ketika engkau melihat mereka sudah sesat, (sehingga) engkau tidak mengikuti aku? Maka apakah engkau sudah (sengaja) mendurhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa bertanya, "Apakah Harun tidak menaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu kesalahan itu bertanda bahwa ia merestuinya atau potongan dari kesalahan itu?" Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa semakin membara. Harun dibericara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan jenggotnya lantaran mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah semoga hal itu lebih sanggup membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawaban: 'Hai putra ibuku, tidakbolehlah engkau pegang jenggotku dantidakboleh (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun memdiberi pengertian kepada Musa bahwa ia sama sekali tidak bermaskud menentang perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan perilaku merestui penyembahan anak sapi, tetapi ia khawatir bila ia meninggalkan mereka dan pergi kemudian Musa bertanya kepadanya, mengapa ia tidak tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorangyang bertanggungjawaban kepada merekajustru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khawatir bila ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara mereka. Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa:
"Sesungguhnya saya khawatir bahwa engkau akan berkata (kepadaku). 'Kamu sudah memecah antara Bani Israil dan engkau tidak memelihara amanatku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun berusaha memahamkan saudaranya, Musa, dengan penuh kelembutan bahwa kaumnya merendahkannya dan mereka nyaris membunuhnya ketika ia melawan mereka. Ia memohon kepada Musa semoga melepaskan tangannya dari kepalanya dan jenggotnya. Harun memdiberitahu Musa bahwa ia bukan termasuk orang jahat sepeti mereka ketika ia bersikap diam terhadap kelaliman mereka:
"Harun berkata: 'Hai anak ibuku, sesungguhnya haum ini sudah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, alasannya ialah itu tidakbolehlah engkau menjadihan musuh-musuh gembira melihatku, dan tidakbolehlah engkau masukan saya ke dalam golongan orang-orang yang lalim.'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa menyadari bahwa ia melalimi Harun dengan kemarahannya di mana kemarahan itu berkobar lantaran kecemburuannya terhadap agama Allah SWT dan semata-mata lantaran kecintaannya kepada kebenaran. pun mengetahui bahwa Harun sudah menjalankan kiprah dengan sebaik-baiknya dalam keadaan mirip ini. Kemudian Musa menarikdanunik tangannya dari kepala dan jenggot saudaranya dan ia meminta ampun kepada Allah SWT bagi dirinya dan bagi saudaranya. Musa menoleh kepada kaumnya dan bertanya dengan bunyi yang penuh gelora dan menunjukkan perilaku marah:
"Hai kaumku, bukankah Tuhanmu sudah menjanjikan kepadamu suatu kesepakatan yang baik? Maka apakah terasa usang masa yang silam itu bagimu atau engkau menghendaki semoga kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, kemudian engkau melanggar perjanjianmu dengan aku?" (QS. Thaha: 86)
Musa tampak murka dan mengejek mereka dan menunjukkan betapa bodohnya apa yang mereka lakukan. melaluiataubersamaini kemarahan yang luar biasa, Musa kembali berkata:
"Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya) kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami mempersembahkan jawaban kepada orang-orang yang menciptakan-buat kebohongan." (QS. al-A'raf: 152)
Hampir saja pegunungan berguncang mendengar bunyi kemarahan Musa, dan Bani Israil menyadari kesalahan mereka. Kebohongan mereka dan penyimpangan mereka atas kebenaran yang dibawa oleh Musa tampak jelas. Mereka justru menjauhkan segala karunia yang Allah SWT diberikan kepada mereka dan menentukan untuk menyembah berhala ketika Musa meninggalkan mereka selama empat puluh hari. Mereka kembali menyembah anak sapi yang terbuat dari emas. Bukankah Allah SWT sudah berjanji kepada mereka semoga mereka memegang agama tauhid di bumi?
Musa menoleh kepada Samiri setelah ia berbicara secara singkat kepada Harun. Harun sudah menandakan bahwa—sebagai penanggung jawaban kaumnya ketika Musa meninggalkan mereka—ia sudah menjalankan kiprah dengan baik. Bani Israil tampak tertunduk lesu di depan Musa. Maka orang yang paling bertanggung jawaban ialah orang yang menyebarkan fitnah, yaitu Samiri. Musa berkata kepada Samiri dalam keadaan api kemarahannya belum juga padam:
"Berkata Musa: 'Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?" (QS. Thaha: 95)
Musa bertanya kepadanya wacana kisahnya dan ia ingin mengetahui eksklusif darinya apa yang mendorongnya untuk melaksanakan hal tersebut. Samiri menjawaban:
"Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya." (QS. Thaha: 96)
Aku melihat Jibril ketika ia menunggangi kudanya, dan setiap kali ia meletakkan kakinya di atas sesuatu maka terjadilah kehidupan padanya:
"Maka saya mengambil segenggam dari jejak rasul." (QS. Thaha: 96)
Aku mengambil segenggam tanah yang dilewati oleh Jibril kemudian saya meletakkannya di atas emas:
"Lalu saya melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku." (QS. Thaha: 96)
Demikianlah apa yang saya lakukan. Musa tidak mempersoalkannya; Musa tidak mempersoalkan akreditasi Samiri tetapi ia justru mempersoalkan mengapa Samiri menentang kebenaran. Adalah hal yang tidak penting bagi Samiri untuk melihat Jibril kemudian ia mengambil bekas tanahnya; ialah hal yang tidak penting bahwa anak sapi itu tercipta dari tanah yang dilalui dari kuda Jibril. Yang penting adalah, bahwa Samiri sudah melaksanakan kejahatan dan menyebarkan fitnah di tengah-tengah kaum Nabi Musa. melaluiataubersamaini ciptaannya itu, ia mendorong kaum Nabi Musa untuk merasa kagum dengan para tokoh-tokoh Mesir dan ia menggandakan para tokoh itu dalam menyembah berhala. Ini ialah kejahatan yang dengannya Musa ingin menghukum Samiri:
"Berkata Musa: 'Pergilah engkau, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan dunia ini (spesialuntuk dapat) mengatakan: 'Janganlah menyentuh (aku). Dan sesungguhnya bagimu sanksi (di akhirat) yang engkau sekali-kali tidah sanggup menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang engkau tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam maritim (berupa bubuk yang berserakan).'" (QS. Thaha: 97)
Nabi Musa menjatuhkan sanksi kepada Samiri dalam bentuk mengasingkannya di dunia. Sebagian jago tafsir menyampaikan bahwa Musa berdoa semoga Samiri tidak disentuh oleh seorang pun. Melaiui fitnah yang ditimbulkannya, Samiri ingin menyesatkan Bani Israil dan mendorong mereka untuk menyembah apa yang diciptakannya. Dan, kini ia mendapatkan siksaan yang sesuai dengan kejahatannya. Samiri merasakan kesendirian dan dimembuang dari kaumnya. Apakah Samiri sakit dengan suatu penyakit kulit yang mengerikan sehingga insan menjauhinya dan tidak mau menyentuhnya, bahkan untuk mendekatinya pun mereka tidak mau? Kita tidak mengetahui apa yang terjadi padanya sehingga ia terasing dari kaumnya. Yang kita ketahui adalah, bahwa Musa sudah menjatuhkan sanksi yang berat baginya. Barangkali pembunuhan lebih simpel baginya daripada menanggung beban berat siksaannya itu. Samiri hidup dalam keadaan terasing dan terhina. Tidak ada satu makhluk pun yang mendekatinya. Ini ialah siksaan di dunia dan siksaan di hari simpulan zaman ialah siksaan yang kedua yang lebih dahsyat.
Sesudah mengurus dan mengadili Samiri, Musa bangun menuju anak sapi yang terbuat dari emas. Beliau mengambilnya dan melemparkannya ke api. Musa tidak spesialuntuk menghancurkannya di hadapan kaum yang membisu, bahkan dia memmembuangnya ke laut. Tuhan yang mereka sembah kini menjadi bubuk yang bertebaran. Kemudian Musa mengangkat suaranya yang menggelegar:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya mencakup segala sesuatu." (QS.Thaha: 98)
Allah-lah Tuhan kalian, bukan patung itu yang tidak sanggup menhadirkan manfaat dan mudarat bagi dirinya. Sesudah Nabi Musa menghancurkan patung itu, dia menoleh kepada kaumnya. Nabi Musa sudah memdiberitahu kaumnya bahwa mereka sudah menganiaya diri mereka sendiri. Nabi Musa menyarankan kepada para penyembah berhala untuk bertaubat. Nabi Musa memdiberitahukan bahwa siapa pun yang mengikuti anak sapi tersebut maka ia harus dibunuh.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, sesungguhnya engkau sudah menganiaya dirimu sendiri lantaran engkau sudah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan engkau dan bunuhlah dirimu. Hal itu ialah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan engkau; maka Allah akan mendapatkan taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.'" (QS. al-Baqarah: 54)
Hukuman yang diputuskan oleh Musa atas para penyembah anak sapi sangat mengerikan, namun itu setimpal dengan kejahatan mereka. Menyembah berhala ialah perjuangan untuk mematikan akal. melaluiataubersamaini akal, insan mempunyai keistimewaan yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lainnya. Karena kejahatan itu sangat luar biasa, yaitu kejahatan yang berupa perjuangan mematikan fungsi kebijaksanaan maka hukumannya pun harus berat. Kemudian hadirlah rahmat Allah SWT dan Dia mendapatkan taubat mereka. Sesungguhnya Allah SWT Maha mendapatkan taubat dan Maha Pengasih.
Akhirnya, kemarahan Musa mulai mereda. Coba Anda renungkan ungkapan Al-Qur'an al-Karim yang menggambafkan kemarahan Musa dalam bentuk yang realistis: bagaimana Musa meletakkan papan Taurat, dan bagaimana dia memegang jenggot saudaranya dan kepalanya dan diakhiri dengan pemmembuangan atau penghancuran anak sapi di lautan serta keputusannya untuk membunuh orang-orang yang menjadikannya sebagai tuhan. Alhasil, kemarahan Musa mulai mereda; kemarahan Musa ialah kemarahan lantaran Allah SWT. Itu ialah kemarahan yang paling tinggi dan layak untuk mendapatkan kehormatan. Ketika kemarahannya hilang, Musa ingat kiprah utamanya, yaitu bahwa ia meletakkan papan-papan Taurat. Musa kembali mengambil papan-papan itu dan terus berdakwah di jalan Allah SWT:
Allah SWT berfirman:
"Sesudah amarah Musa menjadi reda, kemudian diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rah-mat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya. " (QS. al-A'raf: 154)
Sebagian mereka berdalil dengan firmannya: Dan dalam tulisannya, bahwa papan-papan itu pecah (rusak). Kami tidak mengetahui, apakah papan-papan itu terbuat dari benda tertentu yang sanggup pecah atau tidak. Ibnu Katsir menepis dalil atau argumen tersebut dan ia beropini bahwa papan-papan itu tetap mirip tiruanla. Alhasil, Musa kembali merasakan ketenangan dan ia berusaha memperbarui jihadnya di jalan Allah SWT. Beliau membacakan papan-papan Taurat kepada kaumnya. Mula-mula dia memerintahkan mereka semoga mengambil hukum-hukumnya dengan penuh kekuatan dan tekad.
Ironis sekali, bahwa kaum Nabi Musa mencoba menawar-nawar kebenaran. Mereka mengatakan: "Sebarkanlah kepada kami isi papan-papan itu, bila perintahnya dan larangannya simpel maka kami akan menerimanya." Musa berkata: "Kalian harus mendapatkan apa saja yang ada di dalamnya." Kemudian mereka terus melaksanakan tawar-menawar. Akhirnya, Allah SWT memerintahkan para malaikatnya untuk mengangkat pegunungan di atas kepala mereka hingga pegunungan itu seperti menjadi awan yang menyelimuti mereka. Dikatakan kepada mereka: bila kalian tidak mendapatkan apa saja yang di dalamnya maka pegunungan itu akan ambruk menimpa kalian. Mendengar ancaman itu, mereka pun menerimanya. Lalu mereka diperintahkan untuk sujud dan mereka pun sujud. Mereka meletakkan pipi mereka di atas tanah. Mereka mulai melihat pegunungan dengan penuh ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seperti bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka (dan Kami katakan kepada mereka): 'Peganglah dengan teguh apa yang sudah Kami diberikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya engkau menjadi orang-orang yang bertakwa.'" (QS. al-A'raf: 171)
Demikianlah bahwa kaum Nabi Musa tidak serta merta berserah diri kecuali pada saat-saat kritis di mana mukjizat luar biasa bisa seram mereka dan menggetarkan hati mereka sehingga mereka sujud secara terpaksa. Manusia pada ketika itu terpaksa diberiman lantaran berhadapan dengan "tongkat Ilahi". Hal yang demikian ini biasanya berlaku kepada anak-akan kecil dan pada ketika insan kehilangan kesadaran dan kematangan yang cukup sehingga akalnya tidak berfungsi secara sehat.
Barangkali di sini kami ingin untuk kesekian kalinya mengemukakan keadaan kaum Nabi Musa. Mereka tidak begitu saja puas dengan mukjizat yang luar biasa. Kaum Nabi Musa sudah terdidik di bawah kehinaan dan penindasan sehingga mereka kehilangan nilai-nilai kemanusiaan mereka dan fitrah mereka sudah tercemar. Kehinaaan yang sudah tertanam dalam jiwa mereka dan mereka sudah terbiasa dengannya menimbulkan mereka tidak simpel untuk diajak menuju kebaikan, kecuali bila mereka sudah mendapatkan tekanan atau kekerasan.
Dahulu mereka terbiasa untuk menaati para tokoh mereka setelah mereka ditekan maka kini ketika mereka berhadapan dengan tokoh mereka yang baru, yaitu keimanan, mereka pun harus digiring dengan menggunakan bahasa kekerasan. Kejahatan penyembahan anak sapi bukan tidak membawa imbas apa-apa. Musa memerintahkan kepada ulama Bani Israil dan orang-orang baik di antara mereka untuk meminta ampun kepada Allah SWT dan bertaubat kepadanya. Musa menentukan tujuh puluh laki-laki di antara mereka yang paling baik sambil berkata: "Pergilah kalian menuju Allah SWT dan bertaubatlah kepada-Nya atas apa saja yang kalian lakukan. Berpuasalah kalian, sucikanlah jiwa kalian, dan membersihkankanlah pakaian kalian."
Musa keluar bersama tujuh puluh orang-orang yang terpilih itu untuk memenuhi perjumpaan yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Musa mendekati pegunungan, dan tiba-tiba sekawanan awan menyelimuti pegunungan. Musa masuk ke dalam awan dan berkata kepada kaum: "Mendekatlah, mendekatlah." Allah SWT berbicara kepada Musa. Setiap kali Musa berbicara dengan Allah SWT maka tampak di atas dahinya suatu cahaya yang bersinar. Tidak ada seorang pun dari insan yang sanggup melihatnya. Diletakkan suatu tabir (penutup) di sekeliling Musa ketika ia berbicara kepada Tuhannya. Tujuh puluh orang yang dipilih oleh Musa itu mendengar percakapan antara Musa dan Tuhannya. Barangkali mukjizat yang mirip ini seharusnya menjadi mukjizat yang terakhir yang cukup sanggup membangkitkan keimanan di dalam hati sepanjang kehidupan, namun ketujuh puluh orang yang dipilih itu tidak cukup dengan apa yang mereka dengar dari mukjizat itu. Mereka justru meminta semoga sanggup melihat Allah SWT. Mereka mengatakan: "Kami sudah mendengar dan kami ingin melihat." melaluiataubersamaini nada polos, mereka berkata:
"Wahai Musa, kami tidak ingin diberiman kepadamu sehingga kami melihat Allah dengan terang-terangan. "(QS. aI-Baqarah: 55)
Ini ialah bencana yang sangat mengherankan; suatu bencana yang menunjukkan kekerasan hati dan ketergantungannya terhadap materi atau fisik. Permintaan yang menunjukkan perilaku keras kepala ini cukup sebagai syarat untuk hadirnya siksaan yang mengerikan. Kemudian mereka disiksa dengan bunyi yang menggelegar yang menghancurkan roh dan jasad. Mereka pun mati. Musa mengetahui apa yang terjadi dengan tujuh puluh orang yang terpilih tersebut sehingga hatinya merasa sedih dan ia berdoa kepada Tuhannya semoga mengampuni mereka dan merahmati mereka serta tidak menyiksa mereka lantaran kesalahan orang-orang yang ndeso di antara mereka. Permintaan mereka semoga sanggup melihat Allah SWT ialah menunjukkan kebodohan mereka yang luar biasa; suatu kebodohan yang harus dibayar mahal, yaitu dengan kematian.
Seorang nabi terkadang memohon untuk melihat Tuhan-Nya, mirip yang dilakukan oleh Nabi Musa. Meskipun ajakan itu bertitik tolak dari sumber cinta yang dalam yang susah untuk digambarkan, yang sanggup dibenarkan dengan kebijaksanaan yang khusus, namun ajakan untuk melihat Tuhan tetap dianggap sebagai tindakan yang melampaui batas yang karenanya Musa "dihukum" dengan pingsan. Anda sanggup membayangkan bagaimana bila ajakan tersebut berasal dari manusia-manusia yang salah; manusia-manusia yang ketika ingin melihat Tuhan, mereka menentukan tempatnya dan waktunya, bahkan mereka mensyaratkan semoga pengelihatan ini terjadi dengan terperinci atau terang-terangan. Mereka ialah insan yang menggantungkan keimanan mereka berdasarkan penglihatan ini, padahal mereka sudah menyaksikan banyak sekali macam mukjizat dan gejala kebemasukan Allah SWT. Bukankah ini ialah kebodohan yang besar? Nabi Musa berdiri dan berdoa kepada Tuhannya dan meminta belas kasih-Nya dan ridha-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Dan Musa menentukan tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang sudah Kami tentukan. Maka ketiha mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: 'Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan ahu setelah ini. Apakah Engkau membinasakan kami lantaran orang-orang yang kurang kebijaksanaan di antara kami? Itu spesialuntuklah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau diberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan diberilah kami rahmat dan Engkaulah Pemdiberi ampun yang sebaik-baiknya. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 155-156)
Demikianlah kalimat-kalimat Musa kepada Tuhannya ketika ia berdoa kepada-Nya untuk meminta belas kasih-Nya dan ridha-Nya. Allah SWT ridha kepada mereka dan mengampuni kaum Nabi Musa di mana Allah SWT menghidupkan mereka setelah kematian mereka. Orang-orang yang terpilih itu mendengar di saat-saat yang mengagumkan ini dari sejarah kehidupan hingga diberita kehadiran Muhammad bin Abdilah saw.
"Allah berfirman: 'Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku mencakup segala sesuatu. Maka akan Aku menetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang diberiman kepada ayat-ayat Kami. '(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati yang tertulis di dalam Taurat dan Bibel yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka untuk mengerjakan makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan nwnghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang jelek dan memmembuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang diberiman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. al-A'raf: 156-157)
Kita akan memperhatikan metode kekerabatan antara masa kini dan masa yang kemudian dalam ayat tersebut. Allah SWT melampaui waktu obrolan bersama rasul dalam ayat-ayat tersebut pada dua waktu yang lampau, yaitu turunnya Taurat dan turunnya Bibel untuk memutuskan bahwa Allah SWT membawa diberita gembira dengan kehadiran Nabi Muhammad saw dalam dua kitab yang mulia itu. Kami kira bahwa diberita gembira ini hadir pada hari di mana Musa menhadirkan tujuh puluh orang dari kaumnya, yaitu para ulama Bani Israil dan orang-orang yang mulia di antara mereka untuk menemui Tuhannya. Pada hari yang penting ini—disertai dengan mukjizat-mukjizatnya yang besar—diputuskanlah suatu kabar gembira dengan hadirnya Nabi yang terakhir.
Ibnu Katsir dalam kitabnya Qishashul Anbiya' berkata (menukil riwayat dari Qatadah): "Musa berkata kepada Tuhannya, 'ya Tuhanku, saya mendapati dalam papan-papan Taurat suatu umat yang lebih baik dari umat yang lain; mereka menyeru kepada hal yang makruf dan mencegah hal yang mungkar. Ya Allah, jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu ialah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Ya Tuhanku, saya mendapati dalam papan Taurat suatu umat yang saya ialah generasi mereka di mana mereka bisa menghafal sedangkan umat-umat sebelum mereka membaca dengan melihat buku sehingga ketika buku itu disingkirkan dari mereka, mereka tidak lagi bisa menghafalnya dan tidak lagi mengetahuinya." Allah SWT memdiberi mereka suatu kemampuan menghafal yang belum pernah didiberikan-Nya kepada seseorang pun dari umat-umat sebelumnya. "Ya Allah, jadikanlah mereka umatku. " Allah SWT berkata: "Itu ialah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, saya mendapati di papan Taurat suatu umat yang diberiman kepada kitab yang pertama dan yang terakhir dan mereka memerangi pasukan kesesatan. Jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu ialah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, saya mendapati dalam papan Taurat suatu umat di mana mereka sanggup memakan sedekah dalam perut-perut mereka dan mereka mendapatkan pahala darinya, sedangkan umat-umat sebelum mereka bila salah seorang mereka bersedekah dengan suatu sedekah kemudian diterimanya, maka Allah SWT akan mengirim api dan membakarnya dan bila dikembalikan padanya maka ia akan dimakan oleh binatang buas dan burung. Dan Allah SWT mengambil sedekah orang-orang yang kaya di antara mereka untuk didiberikan kepada orang-orang yang fakir dari mereka. Wahai Tuhanku, jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu ialah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, saya mendapati dalam papan Taurat suatu umat bila salah seorang mereka berhasrat untuk melaksanakan suatu kebaikan kemudian ia melakukannya maka ditulis baginya sepuluh kali lipat kebaikan dari kebaikannya itu hingga tujuh puluh ratus lipat. Jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu ialah umat Muhammad saw."
Musa senantiasa mendoakan kaumnya kepada Allah SWT. Tampak bahwa jiwa mereka dipenuhi dengan perilaku pembangkangan dan keras kepala. Sifat itu semakin kasatmata ketika kita mengetahui dongeng wacana anak sapi atau kasus wacana sapi. Dalam insiden itu, kita disodorkan dengan banyak sekali negosiasi yang tidak perlu antara mereka dan Nabi Musa. Semua itu berasal dari perilaku keras kepala. Asal-muasal kisah sapi itu adalah, pada suatu hari ditemukan seorang kaya terbunuh di tengah-tengah Bani Israil. Kemudian terjadilah percekcokan di antara keluarganya lantaran mereka tidak mengetahui siapa pembunuhnya. Kasus ini cukup memusingkan mereka sehingga mereka menemui Musa. Tampaknya lelaki yang terbunuh ini mempunyai tempat yang istimewa di kalangan Bani Israil. Misteri pembunuhannya akan menhadirkan fitnah di tengah-tengah mereka. Oleh lantaran itu, Bani Israil menhadiri Musa dan memohon kepada Musa untuk meminta petunjuk kepada Tuhannya.
Musa pun meminta petunjuk kepada Tuhannya, kemudian Allah SWT memerintahkannya semoga menyuruh kaumnya untuk menyembelih sapi. Semula diputuskan bahwa kaum Nabi Musa diperintahkan untuk menyembelih sapi yang pertama kali mereka temui, tetapi lantaran perilaku keras kepala mereka, mereka mulai melaksanakan tawar-menawar dan berunding dengan Musa. Mereka menuduh bahwa Musa mengejek mereka dan tidak fokus dengan persoalan yang mereka hadapi. Musa berlindung kepada Allah SWT dan memohon kepada-Nya semoga tidakboleh hingga digolongkan bersama orang-orang yang bodoh, apalagi bermaksud mengejek mereka. Musa berusaha mempersembahkan pengertian kepada mereka bahwa kunci dari persoalan itu sanggup diselesaikan dengan penyembelihan sapi. Masalahnya di sini ialah persoalan mukjizat yang tidak bekerjasama dengan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan atau sesuatu yang biasa dilakukan oleh manusia. Tidak ada kekerabatan antara penyembelihan sapi dan perjuangan mengetahui pembunuh. Tetapi, kapankah sebab-sebab rasional bisa menundukkan Bani Israil? Mukjizat yang luar biasa ialah kunci dan senjata yang biasa berlaku dalam kehidupan Bani Israil. Oleh lantaran itu, penyelesaian kasus tersebut dengan cara menyembelih sapi seharusnya tidak mengakibatkan gejolak dan kegelisahan. Tapi, Bani Israil ialah Bani Israil. Seringkali pergaulan dan kekerabatan dengan mereka berakhir dengan perilaku pembangkangan. baik berkenaan dengan persoalan kehidupan biasa sehari-sehari maupun yang terkait dengan persoalan doktrin yang penting.
Musa menghadapi banyak sekali bentuk ujian dan tuduhan dari Bani Israil. Musa berusaha memdiberi pengertian kepada mereka bahwa dia fokus untuk menuntaskan kasus mereka dan tidak bermaksud mempermainkan mereka. Musa kembali menegaskan bahwa untuk menuntaskan hal itu mereka harus menyembelih sapi. Karakter khas Bani Israil muncul kepermukaan. Mereka bertanya, apakah itu sapi yang biasa sebagaimana yang mereka temui ataukah ia ciptaan yang lain yang mempunyai keistimewaan. Mereka mengharap Musa semoga meminta petunjuk kepada Tuhannya sehing-ga hal tersebut menjadi terperinci bagi mereka.
Musa berdoa kepada Tuhannya. Kemudian mereka mendapatkan kesusahan di mana sapi yang seharusnya simpel mereka dapati, kini mereka mendapatkan kriteria sapi yang sangat rumit, yaitu sapi yang tidak renta dan tidak muda, yakni yang sedang-sedang saja. Demikianlah ketetapan Ilahi itu. Tetapi lagi-lagi negosiasi masih berlangsung. Lalu mereka mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang guah: apa warna sapi ini, mengapa Musa tidak berdoa kepada Tuhannya dan menerangkan warna sapi ini. Beginilah, mereka tidak menunjukkan perilaku sopan dan hormat kepada Allah SWT dan kepada nabi-Nya yang mulia. Seharusnya mereka patuh terhadap perintah itu dan tidak bertanya yang macam-macam, namun mereka justru mempersoalkan persoalan yang sederhana ini dengan perilaku penentangan dan keras kepala.
Lagi-lagi Musa bertanya kepada Tuhannya dan memdiberitahu wacana warna sapi yang dimaksud. Musa menyampaikan bahwa sapi itu berwarna kuning yang warnanya mengundang kekaguman orang yang melihatnya. Demikianlah sifat sapi itu ditentukan di mana ia berwarna kuning yang warnanya agak kemerah-merahan. Meskipun persoalan ini sudah sangat jelas, mereka kembali menunjukkan perilaku pembangkangan dan keras kepala. Maka Allah SWT pun memperketat syarat sapi itu sebagaimana mereka berusaha untuk menyakiti hati Nabi Musa. Mereka kembali bertanya kepada Nabi Musa dan meminta kepadanya semoga berdoa kepada Tuhannya dan meminta klarifikasi wacana hakikat sapi itu, lantaran bagi mereka sapi itu masih samar. Musa memdiberitahu mereka bahwa sapi itu tidak disiapkan untuk membajak sawah atau untuk memdiberi minum; ia sapi yang sehat dan tidak cacat; dan sapi itu benar-benar berwarna kuning. Berakhirlah perilaku pembangkangan mereka. Mereka mulai mencari sapi yang dimaksud yang mempunyai sifat yang khusus ini. Akhirnya, mereka menemukan sapi itu yang dimiliki oleh seorang anak yatim. Lalu mereka membelinya dan menyembelihnya.
Musa memegang ujung sapi itu kemudian memukulkannya kepada orang yang terbunuh. Tiba-tiba, orang itu bangun dari kematiannya. Musa bertanya padanya wacana siapa yang membunuhnya. Lalu ia pun menceritakan siapa yang membunuhnya dan ia mati lagi. Bani Israil menyaksikan mukjizat penghidupan orang yang mati itu. Mereka mendengarkan dengan pendengaran mereka sendiri nama si pembunuh. Akhirnya, misteri pembunuhan itu tersingkap.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata hepada kaumnya: 'Sesungguhnya Allah menyuruh engkau menyembelih seujung sapi betina.' Mereka berkata: 'Apakah hamu hendak menjadikan kami buah ejekan?' Musa menjawaban: Aku berlindung kepada Allah semoga tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yangjahil.' Mereka menjawaban: 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, semoga Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?' Musa menjawaban: 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi betina yang tidak renta dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.' Mereka berkata: 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami semoga Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.' Alusa menjawaban: 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi betina yang kuning, yang kuning renta warnanya, lagi sangat senang orang-orang yang memandangnya.' Mereka berkata: 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami semoga Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, lantaran sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu). Musa berkata: 'Sesungguhnya Allah berfirman bakwa sapi betina itu ialah sapi betina yang belum pernah digunakan untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.' Mereka berkata: 'Sekarang barulah engkau menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.' Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. Dan (ingatlah) ketika engkau membunuh seorang manu-sia kemudian engkau saling tuduh-menuduh wacana itu. Dan Allah menyingkirkan apa yang selama ini engkau sembunyikan. Lalu Kami berfirman: 'Pukullah mayit itu dengan sebagian anggota sapi betina itu!' Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati, dan menunjukkan padamu gejala kekuasaan-Nya semoga engkau mengerti." (QS. al-Baqarah: 67-73)
Kami ingin menarikdanunik perhatian pembaca kepada perilaku kurang ajarnya kaum itu kepada nabi mereka dan Tuhan mereka. Dan barangkali konteks Al-Qur'an menyinggung hal itu dengan cara menunjukkan pengulangan kata rabbuka (Tuhanmu) yang mereka gunakan ketika berbicara dengan Musa. Seharusnya ketika mereka berbicara dengan Musa—sebagai bentuk sopan santun—mereka mengatakan: Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan kami, atau mereka berkata kepadanya: Berdoalah bagi kami kepada Tuhanmu. melaluiataubersamaini kata tersebut, seperti keyakinan kepada ketuhanan spesialuntuk dipercaya oleh Musa sedangkan mereka keluar dari kemu-liaan penghambaan kepada Allah SWT. Perhatikanlah ayat-ayat tersebut, bagaimana ia mengisyaratkan hal ini. Kemudian renung-kanlah olok-olokan mereka ketika mereka mengatakan: "Sekarang barulah engkau menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya. "
Sesudah mereka menyulitkan dan membuat Nabi mereka letih ketika mondar-mandir antara menemui mereka dan menemui Allah SWT, setelah mereka membuat Nabi mereka jengkel dengan per-tanyaan seputar sifat sapi, warnanya, usianya, dan gejala khu-susnya; setelah perilaku keras kepala mereka dan pembangkangan mereka terhadap perintah Allah SWT, mereka berkata kepada Nabi mereka—ketika dia membawa kepada mereka sesuatu yang jarang sekali ditemukan, "Sekarang barulah engkau meneranghan hakikat sapi betina yang sebenarnya. "
Seakan-akan Nabi Musa sebelumnya bermain-main dengan mereka dan tidak fokus, dan seolah-olah apa yang dia katakan sebelumnya tidak menunjukkan kebenaran sedikit pun. Kemudian lihatlah konteks ayat tersebut yang menunjukkan kelaliman mereka: "Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu."
Tidakkah ayat tersebut menunjukkan kepada Anda akan perilaku keras kepala mereka dan perjuangan mereka memperlambat atau menunda perintah Allah SWL Demikianlah perilaku Bani Israil di atas meja perundingan; demikianlah cara mereka berunding dengan Nabi mereka yang mulia, yaitu Musa. Musa mendapatkan perlakuan yang keras dan perlakuan tidak sopan dari kaumnya. Nabi Musa menahan beban penderitaan yang berat ketika dia berdakwah di jalan Tuhannya. Barangkali problem utama yang dialami Nabi Musa adalah, bahwa dia diutus di tengah-tengah kaum yang cukup usang merasakan dan menikmati kehinaan; cukup usang mereka hidup di bawah pengekangan dan belenggu kebodohan. Mereka belum pernah merasakan aroma kebebasan. Mereka cukup usang menyembah berhala. Bani Israil sudah menyiksa Musa dengan siksaan yang berat, di mana siksaan itu tidak spesialuntuk berkisar pada penentangan dan perilaku kebodohan serta penyembahan berhala, bahkan mereka pun tidak segan-segan menyakiti pribadi Musa.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Ahzab:
"Hai orang-orang yang diberiman, tidakbolehlah engkau menjadi mirip orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah memmembersihkankannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan ialah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah." (QS. al-Ahzab: 69)
Kami tidak mengetahui hakikat atau bentuk perjuangan menyakiti Nabi Musa ini. Kami tidak sepakat dengan riwayat ulama yang menyampaikan bahwa Musa ialah seorang lelaki yang sangat pemalu dan ia sangat tertutup di mana ia tidak ingin seorang pun melihat tubuhnya. Kemudian orang-orang Yahudi menuduh bahwa dia mempunyai penyakit kulit atau belang kemudian Allah SWT ingin menyembuhkannya dan berusaha menepis apa yang mereka katakan. Diceritakan bahwa pada suatu hari Nabi Musa pergi untuk mandi. Ia meletakkan bajunya di atas batu, kemudian dia keluar. Tiba-tiba, watu itu terbang dan membawa bajunya. Musa berlari di belakang watu dalam keadaan telanjang sehingga Bani Israil menyaksikannya dalam keadaan telanjang. Ternyata tidak ada tanda belang pada kulitnya. Kami sangat menentang kisah mirip itu, lantaran di samping ia spesialuntuk khurafat, juga sangat berperihalan dengan kehormatan Musa sebagai seorang Nabi dan kemaksumannya. Barangkali penderitaan terbesar yang dialami oleh Musa adalah, ketika Bani Israil enggan untuk berperang dalam rangka menyebarkan doktrin tauhid di bumi, atau paling tidak membiarkan doktrin ini menetap di bumi. Bani Israil menentang perjuangan Musa untuk berperang dengan menyampaikan kepada Musa suatu kalimat yang terkenal, yaitu:
"Pergilah Kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami spesialuntuk duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Demikianlah keadaan Bani Israil sehingga Allah SWT menyiksa mereka dengan cara menyesatkan mereka. Mereka mengalami kesesatan selama empat puluh tahun penuh. Kemudian satu generasi musnah; generasi yang kalah dari dalam. Lalu lahirlah di tengah-tengah kesesatan itu generasi yang baru; generasi yang belum pernah tunduk kepada penyembahan berhala; generasi yang tidak pernah lumpuh rohnya lantaran kehilangan kebebasan; generasi yang rohnya sehat; generasi yang belum memahami, mengapa orang-orang tuanya berkeliling tanpa tujuan di tengah-tengah kesesatan; generasi yang siap untuk membela harga dirinya dan kemuliaannya; generasi yang tidak berkata kepada Musa, pergilah engkau bersama Tuhanmu untuk berperang, sedangkan saya spesialuntuk duduk-duduk di sini; generasi yang menegakkan nilai-nilai kebenaran sebagai wujud pembelaan terhadap agama tauhid.
Akhirnya, generasi ini lahir di tengah-tengah empat puluh tahun masa kesesatan, namun Musa harus menjalani suatu takdir Nabi Musa meninggal secara tenang dan mulia. Nabi Musa rindu untuk melihat "wajah" Allah SWT. Di masa hidupnya, cinta sudah mendorongnya untuk diperkenankan melihat Allah SWT, dan dorongan itu semakin menguat ketika kematiannya. Nabi yang diajak bicara oleh Allah SWT itu kini bertemu dengan-Nya dengan jiwa yang diridhai dan hati yang tenang.

<< Kisah Nabi & Rosul

0 komentar

Posting Komentar