Berbicara wacana tatanan moral gres dari Islam dan sifat normatifnya yang mana kehidupan Muhammad(saw) yang dimiliki umat Islam, sepertinya berbenturan dengan persepsi Barat terhadap Islam. Jika tradisi muslim cenderung memuji (mistis) Nabi, sedangkan Tradisi Barat terlalu sering merendahkan dan memfitnah dongeng Nabi. Dua gosip utama (masalah aturan yang menyerupai Yahudi dan ijab kabul Poligini) - sudah terbukti sebagai kendala terpopuler, atau mungkin lebih sempurna mendera para Koreksius barat dan menjadikan polemik.
Dalam Khutbah Awal, Muhammad (saw) sudah melihat Yahudi dan Nasrani Arab sebagai sekutu alami yang agamanya mempunyai banyak kesamaan dengan Islam. Dia mengantisipasi penerimaan dan persetujuan mereka.
Ketika masyarakat Islam didirikan di Madinah, umat Islam menyerupai Yahudi, sudah shalat mengahadap ke Yerusalem. Namun, suku-suku Yahdui yang sudah usang tinggal di Madinah dan mempunyai korelasi politik dengan Quraisy, cenderung untuk menolak kedua kerjasama agama dan politik dengan umat Islam. Mereka membantah bahwa muhammad yaitu Nabi dan Rasul, dan mereka malah bekerjasaama dengan musuh mekahnya.
Sementara piagam madinah sudah memdiberika mereka otonomi dalam urusan agama, kesetiaan politik dan kesetiaan yang diharapkan. Namun Alquran sudah menuduh suku-suku Yahudi secara melanggar pakta/perjanjian.(Albaqarah:100).
Sesudah setiap pertempuran besar, salah satu suku Yahudi dituduh dan dieksekusi sebab tindakan menyerupai itu. Persepsi Muslim dalam ketidakpercayaan, intrik, dan penolakan pada penggalan dari pengasingan pertama orang-orang Yahudi dan kemudian untuk perang. Sesudah Badar, suku Banu Qainuqa dan setelah Perang Uhud, Bani Nadir, dengan keluarga dan harta benda mereka, diusir dari Madinah. Sesudah Pertempuran Parit tahun 627, orang-orang Yahudi dari Banu Qurayza dicap sebagai pengkhianat yang sudah didampingi dengan Mekah.
Seperti umum di Arab (dan, memang, Semit) prakteknya, orang-orang dibantai, para perempuan dan belum dewasa terhindar tapi diperbudak. Namun, penting untuk dicatat bahwa motivasi untuk tindakan tersebut bersifat politis daripada ras atau teologis. Meskipun Banu Qurayza sudah tetap netral, mereka juga bernegosiasi dengan Quraisy. Selain itu, klan Yahudi yang diasingkan sudah aktif mendukung Mekah.
Muhammad bertindak tegas untuk menghancurkan orang-orang Yahudi yang tetap tinggal di Madinah, melihat mereka sebagai bahaya politik untuk terus mengkonsolidasi dominasi Muslim dan aturan di Arab. Satu titik final harus dibuat. Muhammad menggunakan peperangan pada umumnya yaitu absurd baik bagi watak Arab maupun dengan para nabi Ibrani.
Keduanya percaya bahwa Tuhan sudah menyetujui pertempuran dengan musuh-musuh Tuhan. Cerita Bibel wacana eksploitasi raja dan nabi-nabi menyerupai Musa, Yosua, Elia, Samuel, Yehu, Saul, dan Daud menceritakan usaha sebuah komunitas yang disebut oleh Allah dan kebolehan ini, dan memang kebutuhan, untuk mengangkat senjata kalau diharapkan terhadap mereka yang sudah menantang Tuhan, dan untuk melawan "dalam nama TUHAN semesta alam, Allah tentara Israel." Demikian pula, dalam berbicara wacana penaklukan Israel, Musa mengingatkan: "Dan saya memerintahkan kepadamu pada waktu itu, mengatakan, 'Tuhan, Allahmu, sudah mempersembahkan negeri ini kepadamu untuk dimiliki .... Anda tidak akan takut kepada mereka, sebab itu yaitu Tuhan Allah yang berperang bagi engkau "(Ulangan 3:18-22).
Pernikahan Muhammad, sudah usang menjadikan sumber lain Koreksi Barat terhadap aksara moral Nabi.
Seorang penulis Inggris mencatat sudah mengamati:
Tidak ada pemimpin agama besar sudah begitu difitnah sebagaimana Muhammad. Diserang di masa kemudian sebagai sesat, penipu ulung, atau mementingkan kesenangan badaniah, itu masih mungkin untuk menemukan ia disebut sebagai "nabi tiruan." Seorang penulis Jerman modern menuduh Muhammad sensualitas, mengelilingi dirinya dengan perempuan muda. Orang ini tidak berkeluarga hingga ia berusia dua puluh lima tahun, kemudian ia dan istrinya tinggal dalam kebahagiaan dan kesetiaan selama dua puluh empat tahun, hingga kematiannya dikala ia empat puluh sembilan. Hanya antara usia lima puluh dan kematiannya pada enam puluh dua Muhammad mengambil istri lain, spesialuntuk satu di antaranya yaitu seorang perawan, dan sebagian besar dari mereka dibawa sebab alasan dinasti dan politik. Tentu saja catatan Nabi yaitu lebih baik dari pada kepala Gereja Inggris, Henry VIII.
Dalam menangani problem perkawinan poligini Muhammad, penting untuk diingat beberapa poin. Pertama, budaya Semit dalam praktek umum dan Arab pada khususnya diizinkan poligami. Itu praktik umum dalam masyarakat Arab, terutama di kalangan darah biru dan pemimpin. Meskipun kurang umum, poligami juga diizinkan dalam Bibel dan bahkan di Bibel Yudaisme. Dari Abraham, Daud, dan Salomo ke masa reformasi, poligami dipraktekkan oleh beberapa orang Yahudi. Sementara aturan Yahudi berubah setelah Abad Pertengahan sebab efek dari kekuasaan Kristen, Yahudi di bawah kekuasaan Islam, poligami tetap sah, meskipun tidak secara luas dipraktekkan.
Kedua, selama perdana hidupnya, Muhammad tetap berkeluarga dengan satu wanita, Khadijah.
Ketiga, itu spesialuntuk setelah kematiannya bahwa ia mengambil beberapa istri.
Keempat, Muhammad mendapat keringanan khusus dari Allah melebihi batas dari empat istri yang diberlakukan oleh Quran, spesialuntuk terjadi setelah final hidup Khadijah. Selain itu, sebagian dari sebelas ijab kabul mempunyai motif politik dan sosial.
Seperti kebiasaan bagi pemimpin Arab, banyak ijab kabul dilakukan untuk memperkokoh aliansi politik. Lainnya yaitu ijab kabul kepada para janda teman dekatnya yang sudah jatuh dalam pertempuran dan membutuhkan perlindungan. Pernikahan susah dalam masyarakat yang menekankan perkawinan perawan. Aisha yaitu satu-satunya perawan yang Muhammad nikahi dan menjadi istri yang memiliki korelasi yang paling dekat.
Kelima, menyerupai yang akan kita lihat nanti, Muhammad mengajarkan dan bertindak, sesuai dengan pesan Alquran, meningkatkan status dari tiruana wanita-istri, anak perempuan, ibu, janda, dan anak yatim. Bicara dari motif politik dan sosial di balik banyak ijab kabul Nabi seharusnya tidak mengaburkan fakta bahwa Muhammad tertarik pada perempuan dan menikmati istrinya. Menyangkal hal ini akan berperihalan dengan pandangan Islam wacana ijab kabul dan seksualitas, yang ditemukan di kedua wahyu dan hadis, yang menekankan pentingnya keluarga dan memandang seks sebagai hadiah dari Tuhan untuk dinikmati dalam ikatan pernikahan. Banyak dongeng wacana kekhawatiran Muhammad dan perawatan untuk istri-istrinya mencerminkan nilai-nilai ini.
(Excerpted from 'Islam the Straight Way' by Professor John L. Esposito, Director of the Center for Muslim-Christian Understanding at Georgetown University)
ini yaitu sebuah artikel yang kami terjemahkan dari islamicity.org dengan judul "Muhammad and The West"
0 komentar
Posting Komentar